Tepat didepan, kami melihat para pemuda--teman-teman kami--Rofi dan Fatur nampak terlihat beriringan menarik gotrok arak-arakan itu. Herman dan yang lainnya. Aneh sekilas disamping Syahrul kulihat sesosok Rini kerudung merah. Apakah benar dia Rini? Dalam hatiku bertanya-tanya. Hani terbelalak melihat yang disangka sepupunya itu, tapi apakah benar itu Rini? Hani berlari sekencangnya diantara arak-arakan yang sedang berjalan itu diantara riuh gemuruh para penonton disebelah, Hani berlari seakan mengejar maling sontak para penonton arah pandangnya menuju pada Hani seakan dia sedang memainkan peran dalam sebuah acara opera. Aku mengikuti dari belakang juga dengan berlari, Mang Kamsar ikut-ikutan lari. Aku dikejar Mang Kamsar, Hani kukejar, Hani mengejar sesosok itu. Bukan main memang benar itu Rini. Ah sialan, itu Rini dan Hani jadi tontonan seketika dan aku dan Mang Kamsar, malunya.
"Rin, darimana saja kamu?" pekik Hani dengan suara kerasnya. Mungkin marah adalah hal yang wajar, apalagi tingkah laku Rini yang bikin orang pusing tujuh keliling ini. Tapi setidaknya, bersyukur diketemukannya adalah hal yang paling utama diatas kemarahan itu. Rini terdiam kaget mendengar Hani yang tiba-tiba marah dengan berderai air mata itu
"Mba kenapa? Kok kayak habis nangis gitu?" sahutnya yang terkejut
"Mba nyariin kamu setengah gila kayak gini? Kamu bilang kenapa? Dasar kamu!" tambahnya dengan nada yang lebih tinggi lagi "Kalo apa-apa jangan ngerepotin orang! Mau kesini-kesitu bilang dulu!"