LAUT DAN UDARA

ajitio puspo utomo
Chapter #16

Menikmati Keriuhan

Dibelakang masih riuh ramai penonton menikmati nadranan ini, didepan--kami--dan sebagian penonton masih berkerumun bahkan ada yang sampai mengikuti ke ambulan hanya untuk dapat satu dua gambar foto dari anak itu juga Ibunya. Tak tahulah tentang keadaan anak itu, aku dan yang lain hanya bisa membantu sampai dia dibawa ke mobil ambulan. Rofi kembali setelah mengangkatnya ke dalam mobil dan raut wajahnya agak masam pucat tapi tetap cemas dan sedikit kaget. Tanda seperti itu dia sedang mengalami gejala shock agaknya sedikit aku tahu, itu menurutku yang tak mampu memahami sikap psikologis orang-orang. Haha!

Kembali bertalu, suara kembang api bertabrakan dengan suara ambulan yang mulai pergi membawa anak serta ibu yang terkena tindihan penunggang kuda--kudanya--tadi. Sang penunggang kuda tak mengalami luka serius sebabnya perlengkapan yang dipakai lengkap seperti para koboi barat sana, dan si kuda sendiri hanya meringkik-ringkik, apakah itu pertanda dia kesakitan atau yang lainnya aku tak paham bahasa kuda. Hanya panitia yang melihat kejadian itu sekarang menemani di didalam ambulan tadi yang mulai menghilang dalam keriuhan sorak sorai penonton juga kebang api yang semakin berkecipak di langit, kemudian benar-benar menghilang menuju rumah sakit terdekat di Gunung Jati. Ah, panitia mungkin sudah menyiapkan anggaran kesehatan jika ada kejadian seperti ini.

Memang diyakini acara sebesar ini selalu memakan korban, entah itu anak-anak orang dewasa atau sejenis makhluk hidup lainnya. Ini bukan kali pertama ada orang yang tertindih penunggang kuda bahkan kudanya. Tahun lalu malahan ada yang sampai merenggang nyawa, katanya masih anak-anak pula hanya beda beberapa tahun dari yang kejadian tadi, lebih muda. Sama saja tertindih kuda dia tersungkur di tempat dengan berdarah-darah. Ya Allah! tewas ditempat. Memang pada acara nadranan hampir dikuasai sebagian oleh anak-anak, maklum saja mereka ingin tahu tradisi atau mungkin diotak kecil mereka hanya ingin melihat imajinasi yang nyata dari bentukan arak-arakan itu, bergembira melihat wujud-wujud yang mereka sendiri baru pertama kali melihatnya. Oh, mungkin seperti itu agaknya.

Dari titik balik kami melaju lurus saja, mendorong dan menarik arak-arakan desa kami dalam keriuhan yang tak ada habis-habisnya itu, bunyi gong entah dari mana seakan memecah langit sore itu dan kami semua takjub sekaligus getir melihat kejadian yang tak terduga ini, kembang api diatas masih bermekaran seperti bunga mawar, tulip dan lavender dibalut dalam langit yang sedikit jingga dengan gradasi warna yang agak kebiruan dalam arah menuju jalan pulang. Rofi terlihat masih shock, digotongnya anak yang berdarah-darah itu. Fatur menimpali "Sudah tak apa, kamu hebat! Sudah menolong" dengan pujian itu Rofi masih terlihat keheranan, tak digubrisnya. Dan memang sudah sepantasnya manusia dalam kodratnya adalah hablumminannas saling tolong menolong dengan manusia lainnya. Memang benar apa kata Kyai Sunar sewaktu aku pulang sehari setelah lulus mesantren, dan Kyai Sunar bersama Bapak menjemput. Beliau pernah dawuh "Nak, sekarang kamu sudah lulus mondok. Yang pintar-pintar jaga tali silaturahmi antar sesama dan salinglah tolong menolong. Itu yang paling penting dari Hablumminallah!" tegasnya. Aku masih hafal persis kata-kata itu. Makna dari hablumminannas pasti ujung-ujungnya adalah hablumminallah. Artinya apa? Menurutku kita memang diwajibkan untuk saling bertabarruk apalagi pada Sang Kuasa yaitu Gusti Allah, itu sedikitnya adalah makna hablumminallah tapi dibalik semua itu hablumminannas adalah yang terpenting, kenapa? Manusia tercipta tak luput dari kesalahan dan kesalahan juga kesalahan. Benar! Ada kalanya kitapun bersalah bahkan setiap hari kita mempunyai salah pada Tuhan kita sendiri, itu juga pembenaran! Tapi untuk mengambil permintaan atau rasa maaf pada Tuhan adalah seolah-olah mengambil buah mangga yang diletakkan didepan muka, sangat mudah. Tobat selesai! Namun yang sulit adalah mengambil rasa maaf pada sesama manusia. Itu sulit! Banyak dari sesama manusia yang hanya perkara remeh temeh tapi sangat sulit memaafkan. Oh, memang sifat manusia itu dewasa ini adalah karena gengsi atau malu, toh memang aku tak mengerti mereka mengapa sangat sulit untuk saling memaafkan? Ah, mungkin mereka.... Sudahlah! Ujung-ujungnya saling merekatkan hubungan sesama atau hablumminannas adalah eksistensi dari hablumminallah, benar bukan?. Pelajaran kelima salinglah mudah memanusiakan manusia bentuk sejati dari menghamba pada Tuhan.

Hingga sepanjang jalan pulang kami keluar dari keriuhan itu dengan rasa yang campur aduk, khususnya Rofi. Ya Allah! kejadian ini semua adalah skenarioMu yang tak terduga.

*****

Disuatu pagi yang hening dan dingin diawal bulan desember sedang aku hendak bercengkrama dengan buku-buku Ahmad Tohari yang diberikan Bibi Fatur itu--Bu Sani--lintas bayangan dalam pikiranku sekelebat teringat Hani. Dara manis itu, apakah telah lupa janjiku bahwa aku ingin membantunya mencarikan seorang murid les tari dalam sanggar tarinya itu. Tapi, memang telah lama aku tidak melihatnya lagi semenjak kejadian dalam nadranan itu telah berbulan, dan Rini sepupunya apakah telah rusak hubungan kekeluargaan, padahal hanya sesepele itu. Perempuan memang tak bisa menawar rasa yang telah mereka alami sebelumnya pasti saja akan membekas, entah itu remeh atau serius entah itu baik atau buruk dan entah itu dari teman atau saudaranya sendiri. Makhluk tersulit yang pernah diciptakan Tuhan, bahkan Tuhan sendiri kewalahan dengan rasa-rasa yang diberikan pada setiap tubuh perempuan.

Seperti Wati pada tokoh Orang-orang Proyek karya Ahmad Tohari. Kabul yang sangat sulit memahami gerak-gerik Wati, padahal sebetulnya Kabul tersadar akan tingkah aneh Wati terhadapnya, ya! Wati menyukai Kabul yang seorang mandor proyek yang sangat prinsipis pada ideologinya. Dan yang kualami pada kisah tersebut adalah persis sama, sulit sekali memahami Hani padahal telah kutaruh sebuah janji didepan wajahnya. Apalagi yang kujanjikan adalah anak-anak yang ingin mempelajari les tari topeng tradisional, dan itu adalah alasan mengapa agar aku dapat memahami Hani lebih jauh lagi, tapi sekarang dia kemana? telah aku sms tapi tak dibalas olehnya dan memang sekelas Hani tak menerima sms hanya whatsapp, pernah aku telepon tapi yang menjawab hanya RBTnya saja. Salahku dimana? Letaknya? Ah, Hani pikiranku tak tenang memikirkanmu!

Sesekali aku lewat didepan rumahnya, lewat di sanggar seni tarinya yang teduh ayem itu mengendarai motor legenda milik Bapak. Hanya kosong yang kutemukan seperti tak ada tanda-tanda kehidupan. Diri ini mulai cemas mulai bercermin lalu mulai memantaskan, pantaskah aku memilikinya. Oh, jika memang tidak? Tapi kenapa sekarang dia menghilang begitu saja. Bila aku memang mempunyai salah maka aku hanya ingin meminta maaf tanpa kejelasan masalah yang menimpaku ini. Ditilik memang titik awal kesalahan ada padaku, aku mengajak Hani dan Rini untuk ikut nadranan ini, dan sebuah masalah terjadi disitu. Keretakan hubungan Hani dan Rini.

Menjelang akhir desember yang dingin dan masih diguyur hujan sana-sini. Udara menyeruak meninggalkan bekas embun pada rerumputan padahal sore hari. Sore yang membuatku kaget dan senang, Hani melintas didepan rumahku.

"Hani!" sahutku, dia berhenti didepan "Hani, mau kemana?"

"Din!, mau kerumah kamu"

Lihat selengkapnya