Lavina

Bentang Pustaka
Chapter #1

Senyum Hari Pertama

Libur setelah penerimaan rapor semester satu telah usai. Lavina, cewek 18 tahun, berkulit putih dengan rambut hitam dikucir ekor kuda, sudah berdiri di depan sekolahnya. Jam di tangannya menunjukkan pukul enam lebih dua puluh menit. Dia menggendong tas berwarna pink kesukaannya, tersenyum lebar menatap pintu masuk dengan hati berdebar. Berharap segera bertemu sang kekasih hati yang tak dia temui selama liburan.

Dengan langkah ringan, Lavina memasuki halaman SMA Nusa Cendekia (Nuski). Sekolah dengan gedung tiga lantai dan dominan warna krem itu sudah ramai pada hari pertama masuk. Sesekali ia menyapa siswa yang dia kenal dan memberikan senyum andalan selama perjalanan ke kelasnya di Lantai 3.

Melihat lapangan basket, Lavina berhenti. Matanya mengarah ke lapangan, tempat anak-anak bermain basket. Melihat pemandangan seperti ini mengingatkan Lavina pada kenangan indahnya saat kali pertama mengenal Arsenio Abrisam. Cowok yang sudah setahun ini menjadi kekasihnya. Cowok yang menurut Lavina memiliki wajah mirip member boy band kesayangannya, Sehun EXO. Cowok dengan tinggi badan 178 cm, rambut model quiff, dan selalu memakai jaket warna hitam. Kontras dengan Lavina yang menyukai warna pink. Dia mengenal Arsenio kali pertama saat MOS. Lavina dihukum di lapangan basket karena lupa membawa topi. Ah, mengingat itu membuatnya senyum-senyum sendiri.

“Pakai,” Arsenio memakaikan topi miliknya di kepala Lavina yang tengah dihukum, duduk bersila di depan ring basket.

“Ini kan topi lo,” Lavina menengadah pada Arsenio yang notabene belum dia kenal. “Hei, ini topi lo.”

“Buat lo,” balas Arsenio.

“Makasih. Nama lo siapa?”

Arsenio memperlihatkan kalung yang berisi data diri.

Nama: Arsenio Abrisam

Kelompok: Naga putih

Moto: Talk less do more

“Gue Lavina,” seru Lavina.

Dia mau memperkenalkan diri lebih banyak, tapi Arsenio sudah lebih dulu pergi begitu saja tanpa berminat mengenalnya lebih jauh. Sejak peristiwa itu, Lavina jadi berdebar setiap melihat Arsenio.

“Woi, pagi-pagi udah ngelamun. Pakai senyum-senyum sendiri pula. Mikirin apa lo?” seru Lolita Adeeva, teman Lavina sejak SD.

“Biasa aja, sih. Kaget tahu!”

Sorry. Habis gue lagi semangat banget.”

“Kenapa?” tanya Lavina.

“Semangat akhirnya bisa ketemu temen-temen lagi.”

“Kalau gue semangat karena bisa ketemu Arsenio lagi.”

Lolita menatap Lavina dengan alis bertaut.

“Memang selama liburan kalian nggak ketemu?”

“Nggak. Arsenio kan ke Jogja, liburan.”

“Halo ... memang selama liburan dia full di Jogja? Kapan lo sadar sih, Lav?”

“Gue sadar kali.”

Gemas! Lolita menyentil kepala Lavina.

“Gue sentil lo biar sadar. Pacaran itu timbal balik, bukan berat sebelah kayak lo. Berapa kali gue bilangin, masih aja lo nggak paham-paham.”

“Ih, diem, deh. Jangan ceramah pagi-pagi. Bikin mood gue jelek aja.”

“Ini anak, dibilangin ngeyel. Kayak nggak ada cowok lain aja.”

“Cowok lain banyak, tapi Arsenio cuma satu,” balas Lavina, tersenyum lebar dan bikin Lolita geram.

Senyum Lavina melebar, semakin memperlihatkan lesung pipitnya saat melihat sosok cowok tinggi dengan jaket hitam, tas abu-abu, dan sepatu Adidas hitam berjalan santai menuju lift.

“Gue ke sana dulu,” ucap Lavina, lalu lari tanpa menunggu jawaban Lolita.

“Arsen .... Arsenio ...,” panggil Lavina berulang kali, tapi Arsenio tetap berjalan seolah tak mendengar. Hingga akhirnya pintu lift tertutup lebih dulu sebelum Lavina sampai. Lavina menghela napas kesal, tak sempat mengejar Arsenio.

“Lo ngejar Arsen?” tanya Lolita yang sudah menyusul Lavina.

“Iya, tapi gue panggil nggak denger, malah keburu masuk lift.”

“Palingan dia pura-pura nggak denger,” balas Lolita sembari menekan tombol naik.

“Nggak mungkin.”

“Kalau dia pura-pura bagaimana?”

“Eggak mungkin, Lol. Arsen itu nggak seburuk pikiran lo. Dia itu baik, tahu.”

“Gue tahu dia baik, tapi dia nggak cinta sama lo.”

“Terserah, deh. Pagi-pagi bikin mood gue rusak aja lo.”

Pintu lift terbuka, Lavina dan Lolita masuk. Mereka mundur ketika Rangga, kapten futsal sekolah, masuk bersama rombongannya.

“Hai, Lav,” sapa Rangga saat melihat Lavina.

“Hai,” balas Lavina dengan senyuman.

Lihat selengkapnya