Lavina

Bentang Pustaka
Chapter #2

Aku Sayang Kamu

Tak banyak yang menyukai Arsenio karena sikap dinginnya yang melebihi es batu di kantin. Begitu pikir Lavina dulu. Sorot mata lelaki itu terkesan cuek, dan bisa dibilang, suara Arsenio itu mahal. Namun, sikap unik itu rupanya justru memikat hati Lavina. Dia semakin memantapkan hati menjadi pacar Arsenio. Bahkan faktanya, sikap dingin itu tak memengaruhi ketenaran Arsenio di kalangan cewek-cewek. Tetap saja banyak cewek yang naksir, meski jelas-jelas Arsenio selalu mengabaikan. Lavina bersiasat dengan selalu nempel pada Arsenio. Menegaskan bahwa lelaki itu miliknya. Namun sekarang, Lavina merasa tak pernah dilihat oleh Arsenio.

Tak ada perubahan besar dari status berteman hingga menjadi pacar. Bedanya hanya terkadang Arsenio menjemput ataupun mengantarkannya ketika sekolah. Selebihnya tak ada. Arsenio tetaplah cowok dingin yang tak banyak bicara padanya. Padahal, dia sering melihat Arsenio bicara santai dengan teman cowok. Namun, tidak dengannya. Arsenio lebih sering menjadi pendengar setia tanpa timbal balik.

Kini, mereka ada di taman sekolah yang terkenal angker. Pohon beringin berdiri gagah di tengah-tengah taman yang konon katanya berpenghuni, hantu ganjen yang suka menggoda murid-murid cowok. Lavina heran, kenapa Arsenio memilih taman yang jelas-jelas horor. Dia saja jarang ke taman kalau tak terpaksa seperti saat ini. Lavina merasa wajib menemani Arsenio daripada pacarnya diganggu Mbak Melati, si hantu ganjen penghuni pohon beringin.

Lavina mengikuti langkah Arsenio, mengamati dengan saksama gerakan cowok berambut hitam itu saat membidik sesuatu dengan kamera kesayangannya, kamera DSLR Canon EOS 1D X dengan lensa wide tele 28-300 mm. Mata yang semakin menyipit ditambah bibir yang tertarik, membuat Arsenio semakin terlihat tampan di matanya. Lavina sangat mengagumi Arsenio. Sedingin atau secuek apa pun, selalu ada tatapan cinta di mata Lavina untuk kekasihnya itu.

“Ayo!” seru Arsenio.

Tangan Arsenio meraih pergelangan tangan Lavina. Membawanya ke pinggir taman di bawah pohon rindang. Di sana, sebuah tempat duduk terbuat dari kayu tampak lengang.

Tangan yang sangat pas melingkar di pergelangan Lavina. Sementara cewek itu berdebar, detak jantungnya berdetak cepat tak beraturan. Wajahnya merona tanpa blush on.

“Tunggu di sini.”

“Iya,” jawab Lavina terbata.

Lavina mematung di kursi, menunggu Arsenio mengambil foto. Biasanya, dia akan membuntuti Arsenio di belakang dalam diam, tapi kali ini lelaki itu memintanya duduk. Dia pun duduk manis sesuai instruksi. Lagi pula, Arsenio masih terlihat jelas, masih berada pada zona jarak mata memandang.

Ponsel jadi teman setia Lavina saat begini. Entah membuka media sosial atau mengobrol ria dengan teman-temannya di grup WhatsApp (WA). Sesekali Lavina melirik Arsenio agar tak kehilangan jejak. Lalu, kembali sibuk membalas pesan. Membosankan bagi orang lain, tapi tidak bagi Lavina. Hanya dengan begini dia bisa dekat dengan Arsenio dan melihat pacarnya lebih lama lagi. Merasa nyaman dan dekat walau tanpa komunikasi.

Bertemu Arsenio hanya bisa dilakukan di sekolah dan sesekali di hari Minggu. Tak ada malam Minggu dengan pacar, yang ada malam mingguan bersama boneka-boneka kesayangannya. Namun, bukan masalah bagi Lavina sampai saat ini. Dia sangat memaklumi kesibukan Arsenio. Lavina memahami beban Arsenio sebagai anak tunggal yang harus bisa membanggakan orang tua tanpa meninggalkan hobi. Jadilah Arsenio memakai waktu malam Minggu untuk hobi fotografinya.

Lagi pula, Lavina juga punya kesibukan selain sebagai siswi SMA Nuski. Dia memiliki toko online yang menjual gelang dan segala pernak-pernik cewek di Instagram. Usaha ini dia rintis sejak lulus SMP. Nama akun Instagram-nya @lavlav.store, yang memiliki dua arti, yaitu Lav dari namanya dan juga Lav untuk cinta. Kini pelanggannya semakin banyak seiring berjalannya waktu. Jadi, bukan masalah besar bagi Lavina malam mingguan tanpa Arsenio.

Lavina tersenyum melihat ke arah Arsenio dengan seragam krem dan jaket hitam yang identik dengan lelaki itu. Lalu, melihat ke sekeliling. Masih ada beberapa murid, kebanyakan adik tingkat mereka, kelas X yang masih aktif mengikuti ekstrakurikuler. Lavina kembali menunduk membuka ponselnya. Ada pesan di grup WA yang sudah menumpuk. Bibirnya manyun membaca pesan di grup.

Lihat selengkapnya