Aidan.
Pemandangan gue setiap buka pintu kamar adalah empat ekor babi ... Dua babi nonton televisi, satu babi lagi buat sarapan, dan satunya masih molor di lantai. Gue cuma berjalan mengambil milo kaleng di kulkas lalu duduk di sofa, ikutan nonton televisi ... Juragan Tahu Bulat Tergoreng Dadakan Di Kubur Angat Angat.
Buset ... Gue ga ngerti ngapa tuh judul serial panjang amat, ga perlu nonton juga gue udah ngerti alurnya. Lagian tuh wajan segede apa dah sampe pedagangnya kegoreng ... Ga masuk akal buat gue, tapi herannya dua babi ini Gema dan Bima suka banget nontonin serial azab macam gini
"Lo masak apaan?" Gue tanya babi nomer tiga yang dari tadi sibuk di dapur rumah gue. "Vegetable salad with peanut sauce"
Gema melempar bantal sofa gue pada muka Dyo "Si bangsat, bilang gado gado aja pake ribet." Gue ketawa liat muka Dyo yang kesakitan sampai membangunkan Geologi yang kalo udah molor ada gempa juga kagak bakalan bangun.
"Gausah makan Lo tai." Dyo melempar balik bantal sofa gue pada Gema. Gema berdiri dan bersujud pada Dyo "Maafkan hamba wahai tuan ... Sesungguhnya hamba ini makhluk yang lemah dan penuh dosa."
Gue selalu minta mereka berempat pulang ke rumah gue walau mereka juga ngekost. Kalo kalian kira mereka miskin, kalian salah ... Binatang nomer satu yang molor lagi si Geologi keluarganya pemilik rumah sakit ternama dan keluarga besarnya semua berprofesi dokter. Binatang kedua si penonton setia azab Gema bokap nyokapnya punya usaha interior yang cabangnya sebanyak mixue. Binatang ketiga si Bima, keluarganya pemborong dan bokapnya pilot. Binatang ke-empat si kepala cilok keluarganya pemilik batu bara. Jadi kenapa gue nyuruh mereka ke rumah gue walau mereka ngekost di kost ekslusif? Karna gue kesepian ... Sesederhana itu.
"Lo lagi deketin temen Juli yang waktu itu?" Pertanyaan Geo membuyarkan lamunan gue ... Ini babi satu kalo bangun emang cuma buat onar makannya diharamkan MUI.
"Yang di soto itu kan?"
"Si Didi itu ya?" Bima di geplak Gema "Didi bapak gue!" Jawaban Gema buat gue dan yang lain ketawa ... Jadi nama bokap Gema itu Jubaedi, cuma kita manggilnya Pak Didi Makannya tuh si Bima di geplak anaknya.
"Lo mau deketin?" Dyo memberikan gue vegetable salad with peanut sauce alias gado gado cabe 15 ... Pedes banget bangsat emang ... Curiga gue Dyo ada niat buat pembunuhan berencana.
"Gue ga bisa makan pedes tai, Lo kasih cabe 15." Protes Gema menjauhkan piringnya. "Kan gue udah bilang, Lo gausah makan ... Lo malah nyembah gue yaudah gue kasih." Dyo tersenyum ... Psikopat emang.
"Ya terus gue makan apa monyet?" Gema berdiri ke arah dapur mencari makanan di kulkas gue. "Lah ini telur ceplok sapa?" Tanyanya membuat kita semua menoleh. "Punya Lo." Jawab Dyo yang langsung membuat Gema berlari menghampirinya dan mencium pipinya.
Si najis.
"Lo belum jawab pertanyaan gue." Dyo melirik gue tajam. "Enggak, gue cuma jalan biasa." Jawab gue percaya diri, karna memang kenyataannya begitu. Dari awal gue ketemu, gue ga pernah sedikitpun ada niat buat deketin si Minion.
"Baguslah, Lo bangsat soalnya ... Si bocah mini itu keliatan kalo anak baik."
Sialan.
"Ga berani gue deketin, takut nyakitin." Jawab gue membuat Geo keselek. "Peduli amat lo, biasanya juga kalo Lo sama cewe ga mikir perasaannya." Bima melirik gue sambil tersenyum najis. "Tsundere tuh si babi."
Sialan, di pikir gue wibu.
"Dyo kali, 10 tahun suka sama cewe tapi ga berani ajak jadian." Ejek gue membuat binatang yang lain tertawa kecuali Dyo yang udah siap mau bunuh gue. "Itu setia namanya." Belanya.
"Pengecut mah pengecut aja lo, gausah bela diri." Cercah Gema dan di geplak Dyo.
Audy
Gue merasa ada yang aneh sama diri gue sendiri semenjak jalan sama Aidan minggu lalu. Gue selalu mencari keberadaan dia di kampus ... padahal gue juga gatau jadwal perkuliahan dia itu gimana. Dan yang paling aneh lagi, gue suka ga sadar kalo gue malah masuk ke parkiran fakultas kehutanan padahal jelas jelas gue itu naik Trans Jogja ... Aneh kan?
Gue menggelengkan kepala gue dan menampar pipi kiri dan kanan gue perlahan, agar sadar dari halusinasi gue semingguan ini.
"Are you crazy?" Kak Dyo menatap gue ... Alisnya menyatu saking bingungnya dia sama kelakuan gue. "Ehe." Gue nyengir, iya gue cuma nyengir. Karna jujur walau tinggi gue sama Kak Dyo itu sama, tapi galaknya itu loh ... serem ... mana congornya suka nyakitin.
"Saya rasa tidak ada sapi di sini, lalu ada apa anda di sini?" Buset ... Gue jawab ehe doang aja masih disarkasin. Heran gue kok ada manusia bentukan begini ... Kaku.
"Oh saya tahu ... anda mencari si binatang." Ucapnya lalu menunjuk ke depan dengan dagunya.
"Ngapain Aidan di situ?" Gue melihat Aidan tiduran di bawah pohon. "Mana saya tahu, saya bukan dukun." Buset ... Heran gue sama manusia satu ini. Melengos gitu aja lagi tanpa permisi kek apa kek.
"Anda tidak mengikuti wawancara?"
Kak Dyo melirik gue sinis. Asli ... Gue ada salah apa ya sama dia? Sinis bener ... Mana melirik gitu matanya. Kan gue jadi takut. "Hah ... Wawancara apa dah kayaknya gue ga ikut beasiswa kak." Dia memutar bola matanya. "Anda tanya saja pada binatang yang sedang hibernasi di sana." Dia langsung pergi gitu aja kayak tadi. Ga sopan emang.
Kalo kalian pikir gue bakalan nutupin sinar matahari yang kena matanya kayak di drama korea, lo pada salah besar ... Karna yang gue lakukan adalah mengambil ranting untuk menyentuh tubuhnya. Siapa tau dia mokad kan ... Takut gue jadi tersangka pembunuhan nanti. "Gue kira ular." Dia cuma melirik gue sebentar dan kembali memejamkan matanya.
"Kalo Lo kira ular harusnya Lo bangun." Gue mendegus kesal, dan dia cuma tertawa lalu duduk bersandar pada pohon. "Ngapain Lo ke sini?" Tanyanya.
"Tadi ketemu si botak, terus dia tanya kenapa gue ga ikut wawancara ... Gue nanya wawancara apa, eh dia malah nyuruh gue nanya ke Lo, terus dia pergi gitu aja." Jelas gue panjang lebar, dan Aidan cuma melirik gue sebentar. "Oh itu ... Wawancara seleksi ikut jelajah alam, yang ikut melebihi kuota, jadi panitia kudu nyeleksi lagi." Jelasnya membuat gue melotot.
"Loh, kok gue gada undangan wawancara? Gue udah daftar loh! Awal di buka tuh event gue udah daftar duluan, masa gue gugur sebelum dapet wawan-"
"Lo pengecualian." Jawabnya membuat gue bingung ... Lebih tepatnya takut kepedean sih, kayak waktu itu, kan malu ya ... Mau ditaruh mana harga diri gue. "Maksudnya?" Gue bertanya.