Blurb
April 1998 sudah mulai musim layangan di desaku, Desa Ganda Mekar. Aku tidak tahu dengan desa lain tapi di sini, kalau kamu bermain layang-layang dan berniat bertarung dengan layang-layang lain di udara, maka kamu harus siap kehilangan layang-layang itu, karena setelah putus, kamu juga putus hubungan dengan layang-layang itu. Kamu tidak punya lagi hak untuk layang-layang itu.
Masih bisa aku ingat dan aku bayangkan, punggung Yadi dan Ipang menjauh cepat, berlari menapaki gang beralaskan tanah merah yang berakhir di dua pematang ladang. Dua pematang ladang itu terpisah oleh saluran irigasi, dan dua bocah itu melompatinya. Lalu mereka fokus ke langit senja setelah melompat, fokus pada selembar layangan putus yang terbawa angin ke arah barat, seolah layangan itu sedang mengikuti matahari terbenam. Mereka berlari menapaki tanah kering ladang ubi yang telah dipanen, gesit dan lincah. Aku hanya berjalan sambil menatap mereka, tanpa terpikir kalau kelak aku akan bertanya-tanya, "Akankah berbeda kalau aku ikut mengejar?"
Ya, akankah berbeda? Akankah kami bertiga akan tetap bersama? Atau aku ikut hilang bersama mereka?