Layang-Layang Tak Kunjung Terbang

Hendra Wiguna
Chapter #8

Bagian 8

Tes Hasil Belajar


Ada satu hal yang tidak Indra sukai dari Coki, teman sebangkunya, yaitu bahwa dia akan mengagetkan Indra dengan menekan dua pinggir perut bawah ketika dengan kedua telunjuknya, yang akan membuatnya melompat karena geli. Indra tahu bahwa Aep, Coki, dan Yudi hanya bercanda. Namun, terkadang menjadi berlebihan.

Seperti hari itu, ketika mereka belajar bersama seminggu sebelum ulangan THB tahap pertama, Coki melakukan itu lagi. Dia menekan bawah ketiak dengan terus menerus hingga membuat anak itu melompat-lompat dan menendang-nendang.

Tak hanya itu, Coki juga menekan-nekan selangkangan Indra dengan telapak kakinya sementara dua tangannya menahan dua kaki indra, dibantu Yudi yang menahan badannya. Perlakuan itu membuat Indra tak tahan. Dia berontak marah kemudian pergi.

“Pundungan si eta mah[1],” ucap Coki ketika melihat Indra berjalan keluar dari rumah Aep.

Hingga keesokan harinya di dalam kelas, Indra tidak mau bicara pada teman sebangkunya itu. Suasana belajar menjadi canggung baginya. Namun, sebagaimana layaknya anak-anak, kekesalan Indra akhirnya hilang juga, ketika Coki mengajaknya bermain. Seolah tak ada yang terjadi di antara mereka sebelumnya.

Meskipun begitu, bukan berarti Indra melupakan apa yang sering dilakukan kawannya itu. Dia ingat. Mereka hanya bercanda, Indra tahu itu. Namun, terkadang dia berpikir, kenapa hanya dirinya yang diperlakukan seperti itu? Apakah hanya dirinya yang pantas? Apakah karena dirinya bodoh? Di antara teman-temannya itu, hanya dia yang pernah tidak naik kelas. Lantas, kalau begitu kenapa tidak Yudi, yang jelas-jelas tidak sekolah?

Pikiran itu juga membuat Indra diam saja. Dia tak berani melawan. Dia menerima bahwa dirinya memang bodoh.

Hingga suatu hari, Coki dan Yudi melakukannya lagi. Malah lebih parah. Mereka berusaha menggesek-gesekkan selangkangan Indra ke batang pohon saat berada di markas. Indra berontak dan menggelinjang kuat, sampai tangan-tangan yang menahan tubuhnya terlepas. Anak itu kemudian melampiaskan amarahnya.

“Aaarghhh! Saya nggak suka digituin! Kenapa hanya saya yang diperlakukan begitu? Saya tahu saya bodoh, tapi kalian nggak tahu kalau saya nggak suka diperlakukan gitu!”

Indra berteriak setengah menangis. Ia menatap Coki dan Yudi yang melakukan perlakuan itu. Tak lama kemudian, sambil menahan sakit hati, anak itu pergi.

Kali ini Indra kesal, benar-benar marah sekaligus sedih. Dia tidak bicara, bukan hanya pada Coki tetapi Aep dan Yudi, bahkan saat dia diajak bermain sekali pun dia tidak mau, dan memilih pulang saja. Kecanggungan itu berlangsung beberapa hari.

“⁠Hampura[2], Ndra.”

Tiba-tiba saja Coki duduk di sebelah Indra saat anak itu memperhatikan anak-anak bermain di teras sekolah, kemudian Aep duduk di sisi satunya.

“Saya tahu saya bodoh, tapi saya nggak suka diperlakukan seperti itu,” ucap Indra mengulang kata-katanya tempo hari ketika dirinya marah.

“Kata siapa kamu bodoh? Sebenarnya kamu teh nggak bodoh, Ndra, Cuma kurang percaya diri saja.” Aep mencoba menimbrungi.

“Buktinya kemarin saya nggak naik kelas.”

“Iya itu mah kemarin. Nanti mah naik meureun. Kan saya sama si Coki suka ngajarin kamu. Belajar bareng,” ucap Aep. “Jangan pundungan ah. Kata si bapak mah anak yang suka pundungan mah biasanya nggak punya teman,” lanjutnya menasihati nasihat bapaknya.

Indra terdiam dan sejenak termenung. Dia kemudian melirik dua temannya itu dan menyadari sesuatu. Mungkin selama ini pikirannya salah. Kawan-kawannya memperlakukan dirinya seperti itu bukan karena dia bodoh, melainkan mereka hanya menganggap dirinya teman. Mungkin selama ini Indra terlalu fokus pada perlakuan itu, yang menurutnya tidak mengenakan. Kalau mereka tidak mau berteman, tidak mungkin Aep maupun Coki mau mengajarinya pelajaran sekolah. Pun, Yudi yang mau mengajarinya menerbangkan layang-layang.

“Ya sudah sekarang mah gini saja. Kalau kamu dapat rangking, saya nggak akan memperlakukan kamu gitu lagi,” ucap Coki, yang membuat Aep mengernyit karena kata-kata itu terasa janggal.

“Kenapa begitu? Kenapa saya harus rangking? Berat itu buat saya mah.”

“Ya itu juga kalau kamu nggak mau dirojok lagi,” ujar Coki sambil mendelik pada Indra. Entah kenapa kata-katanya begitu janggal di telinga dua temannya yang lain, namun hal itu juga membuat mereka bertiga tertawa geli.


***


Minggu itu adalah minggu di mana anak-anak SD mengikuti Tes Hasil Belajar yang pertama, minggu yang Indra takuti. Mungkin karena nilai-nilai yang didapatkan dari ulangan ini akan dituliskan dalam rapor, dan itu sangat mempengaruhi pikirannya. Dia takut karena kebodohannya bisa terlihat di sana.

Lihat selengkapnya