Epilogue
Seorang pemuda, yang sedang berjalan di sebuah gang, tiba-tiba menghentikan langkahnya tepat di sebuah tembok pagar rumah. Ia teringat ketika dahulu, pagar tembok itu tampak tinggi, lebih tinggi dari tubuh yang dan ada sejadah menggantung di atasnya. Ia juga masih ingat bahwa sekitar tujuh tahun yang lalu dirinya pernah berjongkok bawah pagar itu, menangis ketakutan. Sampai seseorang menemukannya dan menolong dirinya pulang ke kampung halaman. Pemuda itu tersenyum, menghela napas yang agak berat, lalu kembali melangkah.
Tiba di sebuah rumah kosan. Pemuda itu kembali mengenang masa lalunya yang sebelumnya pernah ke sana, meski hanya sekali. Tak ada ingatan yang berarti mengenai bangunan berwarna putih itu. Sebab dahulu, ketika dia masuk ke rumah itu, yang ada dipikirkannya hanya keinginannya untuk pulang.
Setelah melihat-lihat ke segala sudut halaman, dia akhirnya masuk.
“Coki, eh, Cecep?” sapa seorang pria tua.
Pemuda itu mengangguk.
“Penghuni kosan baru? Ayo masuk. Bapak kos sudah bilang bakal ada penghuni baru,” ucap pria itu dengan ramah. Sepertinya dia adalah pengurus rumah kosan tersebut.
Coki kemudian melangkah masuk dengan carrier hijau di punggungnya. Beberapa pemuda terlihat sedang duduk-duduk di ruang depan. Coki menyapa mereka dengan ramah. Walau sebenarnya dia tidak terlalu ingat dengan keadaan ruang ketika pertama kali ke sana, dia merasa ada banyak perubahan di ruangan itu, termasuk kamar mandi tempat dahulu menumpang tak terlihat di sana.
Pria tua itu mengajak Coki ke lantas atas untuk melihat kamarnya. Beruntung, dia mendapatkan kamar yang sama dengan kamar yang ditempati orang yang menolongnya dahulu.
“Itu PC punya siapa?” tanya Coki.
“Oh, itu punya penghuni kosan yang dulu. Dia sudah lama keluar. Dulu dia simpan komputer itu di sini. Katanya akan dia ambil kapan-kapan. Tapi sudah bertahun-tahun dia tidak datang,” jelas sang pengurus rumah kosan itu. “Monitor sama yang lainnya sudah dijual sama penghuni kosan setelahnya. Tinggal itu saja tersisa,” lanjutnya. “Kalau kamu mau pakai, pakai saja. Tapi mesti beli monitornya sama perangkat lainnya.”
“Baik, Pak. Kebetulan aku kenal pemilik PC itu, Pak.”