“Siang tak pernah bertemu dengan malam.
Yang satu selalu pergi
ketika yang satu datang ....”
—Kiai Tjokro
DI bawah langit gelap, dan pendar rembulan yang jatuh ke telaga, tiada yang kujadikan penjuru selain bayangan lelaki tua yang melindap ini. Selagi merapal mantra, Abah Suradira menelungkupkan telapak tangan kirinya di atas kepalaku. Selesai berkomat-kamit, dia membuka tangkup telapak tangan kanannya yang sedari tadi membendung arus dari bambu pancuran. Dengan raga telanjang yang terendam hingga batas leher, kurelakan ubun-ubunku diguyur berkali-kali. Tak ada yang bisa kudengar dari teriakannya yang dilumat kesunyian selain denging memekak.
Gigil apa yang lebih menyakitkan dari tulang remuk diganyang dingin angin dan hawa larut malam, serta kepala mengepul asap setelah direbus di atas tungku ajaran yang tak pernah dinyalakan siapa pun selain oleh Abah Suradira? Baru sekarang kurasakan limbung yang mengguncang jiwa. Setelah dua jam pertama dia menyeruakkan keyakinan baru dalam hidupku, tubuh ini seolah mati rasa. Berkiblat lentera di dalam dada, aku bertapa. Dinding badan seperti menebal. Dengan ritmis zikir yang bisa kuingat, kulawan gemetar sekujur jasmani.
*
Kuartal terakhir sekolah telah tandas. Pada mulanya, yang menonjol di benakku ketika berangkat berlibur selulus dari sekolah menengah atas adalah mengunjungi kerabat di Sumber Jeruk, Kalisat, Ajung, Situbondo, dan Bondowoso. Tak berhenti mengunyah kue nastar bikinan Bude Nur, mengobrol tentang apa saja dengan Djamil, kakak tiriku yang sejak kecil dititipkan di sini setelah ibunya wafat sesudah persalinan, siapa yang menyangka percakapan kami berbelok ke tema kebatinan? Djamil mengundang perdebatan.
Pada akhirnya, kami berangkat ke Sukosari. Tak ingin mengulur waktu, membonceng motor Djamil, aku siap menyongsong sawala yang lebih sengit dengan Abah Suradira, yang pernah disebut-sebut Bapak sebagai kakak seperguruannya. Sebelumnya, aku sudah mengenal ilmu kebatinan dari Kakek Abdullah. Sering kulihat Kakek mengelus dinding gelas bening, lalu dari air di dalamnya tampak gambar bergerak. Kisah yang dituturkan Kakek bergantung pada keluhan tamu. Jika dia datang dengan sesalan telah menaruh motor sembarangan sehingga dicuri orang, Kakek pun mulai bercerita dengan perinci kejadiannya.