LAYUNG Puru Sotama

Wiji Lestari
Chapter #2

MENAGIH MIMPI

"Untuk kali ini sampai di sini dulu, ya."

Layung Gantari resah. Sungguh, dia tidak ingin ditinggal kembali dan lagi. Meski begitu dia tidak pernah mencoba mangkir, ketika tangan halus si wanita berparas jelita dan berselendang merah itu menuntunnya. Dia selalu menurut. Urusan menyesal memang selalu datang belakangan.

"Apakah mimpi ini bisa berakhir, Dewi?"

Penduduk Pulau Pasubala meyakini adanya Tujuh Bidadari dari Kayangan. Dewi Sri, Dewi Anila, Dewi Batari, Dewi Luhtiti, .... Termasuk Dewi Sasmita sebagai dewi pengirim mimpi.

Apakah benar itu ia?

Entah. Setidaknya, pemilik aura semerbak kelembutan itu tidak pernah menolak jika dipanggil dengan sebutan Dewi.

"Tergantung dari upayamu untuk terus masuk dan mengingat. Asal kamu tidak menyerah, Gantari."

Layung Gantari menggeleng lemah. Merayu belas kasih dari Sang Dewi melalui sorot mata tiada daya.

Sungguh, dia tidak pernah siap. Jangankan untuk melihat apa yang ada di tujuan. Barang melewati jengkal demi jengkal perjalanan menuju ke sana saja, dia nyaris mati karena begitu menderita.

Sebenarnya, ada apa?!

"Coba, lihatlah! Kemajuanmu lumayan pesat. Benar, bukan?" Kedua tangan Dewi Sasmita terentang. Seumpama seorang penari yang baru saja selesai menggelar pertunjukan dan menikmati sorak-sorai penonton atas penampilannya.

Pesat?

Entah dari umur berapa dia selalu bermimpi sama. Diajak oleh Dewi Sasmita - jika benar itu ia - menuju ke suatu tempat yang masih serba misteri.

Mimpi itu terasa begitu lama perkembangannya, bahkan hanya untuk sepuluh langkah saja. Hingga pada lelap berikutnya, dia kembali ke posisi di mana terakhir kali berhenti. Terbangun untuk melanjutkan lagi. Terus saja begitu.

Seakan mimpi aneh ini tak ada beda dari dunia mata terbuka. Salah-salah bisa menggeser keberadaan hidup sesungguhnya. Dalam artian, dia bisa saja terjebak dan mati suri pada dunia nyata.

Seiring waktu berlalu, tahun demi tahun, sehingga usianya kian bertambah, dia telah berhasil ke luar dari jalan setapak yang sama. Pernah suatu hari ketika tidak bisa bermimpi karena terserang demam berhari-hari, dia malah kembali berdiri di ujung jalan.

Ya, dia harus memulainya lagi dari awal. Setelah bertahun-tahun lamanya! Sedang pengalaman sebelumnya, tidak menjadi jaminan dia bisa melewatinya dengan berlari. Ajaib, kali ini puncak tebing yang agak lapang, serta pucuk-pucuk pepohonan yang berimbun di bawah tebingannya tampak menghiasi pelupuk mata.

Jadi, iya. Pesat!

Lihat selengkapnya