Duniaku terasa berbeda semenjak kepergian kakak, semua terasa sangat menyedihkan. Bisa memiliki seorang kakak adalah sebuah keberuntungan yang luar biasa, walaupun tidak jarang kami berselisih mengenai ha-hal kecil. Tapi justru saat itulah yang paling membuatku tidak ingin kehilangan sosoknya. Hari itu, saat kepergiannya aku ingin memamerkan kepadanya bahwa aku mendapatkan nilai ujian akhir dengan sempurna. Tapi takdir berkata lain, saat itu dimana aku sedang bahagia justru dia pergi dari hidupku tanpa meninggalkan sepata kata pun. Hampir sebulan keluargaku berduka, hingga aku lupa jika aku masih harus melanjutkan mimpiku. Sudah sangat terlambat untuk mendaftar di Sekolah milik Negara dan aku bertekad untuk tidak melanjutkan sekolahku, tapi itu tidak mungkin karena cita-citaku ingin menjadi seorang Produser harus terpenuhi.
Sudah terlambat, semua pendaftaran sudah ditutup. Hanya tersisa satu tempat, yaitu Sekolah yang dulunya tempat kakak menuntut ilmu disana. Namun, itu adalah sekolah kejuruan dimana setiap jurusan yang ada disana bukanlah passion(a) yang kumiliki sama sekali. Aku tidak ingin mengambil salah satu dari tempat itu, tapi tidak ada pilihan lain, aku harus mengambil salah satunya. Dan jurusan yang ku pilih adalah Akuntansi. Namanya saja masih sangat asing di telingaku lalu bagaimana dengan mata pelajarannya, apa aku bisa bertahan di tempat itu selama 3 tahun.
Setelah sekian lama menunggu akhirnya Masa Orientasi Siswa dimulai, hari ini aku menjadi siswi di SMK, mirisnya tidak ada satu manusiapun yang mengenaliku, begitu juga denganku tidak ada yang aku kenali sama sekali. Aku bejalan menghampiri papan yang tengah dikerumuni oleh banyak orang di depanku, melangkah dengan pelahan.
“Fitri,,,” Ucap seseorang memanggilku dari belakang. Dengan cepat aku merespon suara itu dan menoleh ke belakang.
“Icha.” Iya dia adalah Icha, temanku saat di Sekolah Menengah Pertama. Bukan teman dekat, kita hanya tanpa sengaja betemu di tempat bimbingan belajar yang sama dan ternyata kita satu sekolah. Dan diantara banyaknya siswa disini akhirnya aku menemukan seseorang yang mengenalku.
“Akhirnya aku dapat teman juga disini. Jurusan apa yang kau ambil?” Ucapnya sembari menggandeng tanganku, dia begitu senang karena bisa menemukan seseorang yang dia kenal di tempat baru. Aku dan Icha berjalan menuju papan untuk melihat pengumuman pembagian kelas yang tertempel diatas papan itu, karena sudah tidak terlalu padat juga. Ternyata aku dan Icha memang benar-benar satu kelas, baiklah maka aku tidak akan susah-susah bekenalan dengan orang lain lagi karena aku sudah mendapatkan teman sebangku.
Hari-hariku bejalan dengan sangat baik tanpa ada masalah sedikitpun, saat ini aku sudah memiliki begitu banyak teman mungkin bisa dikatakan dengan gank(b) karena memang kami bersepuluh. Tidak heran aku bisa berteman dengan begitu banyak orang di kelas, karena memang kelasku 94% dipenuhi oleh kaum hawa, jadi bisa dibilang isinya lambeh turah semua.
Hari itu, sepulang sekolah seperti biasa aku menunggu ayah menjemputku pulang, aku duduk dibangku yang hanya kumiliki sendiri. Aku melihat dua gadis cantik berdiri di depanku, tampaknya mereka sedang menunggu bus. Tidak lama kemudian seseorang datang dari arah baratku dengan wajah yang sumringah, senyum manis yang menempel diwajahnya membuatku tanpa sadar memperhatikannya. Dia berjalan santai kearah dua gadis cantik yang tengah berdiri di depanku, sembari menyapanya dia menoleh kearahku yang sedang menyendiri dengan wajah yang masih penuh dengan senyumnya yang indah.
“Manis sekali, siapa dia? Apa dia teman sebayaku ataukah kakak kelasku?” batinku sembari menatapnya yang tengah asyik mengobrol dengan dua gadis cantik di depanku. Sepertinya mereka sangat akrab, mungkin saja mereka kakak kelasku dan mungkin juga gadis yang ada dikirinya itu adalah kekasihnya.
Selesai sudah masa-masa menjadi murid baru, dua bulan menjalani rutinitas tanpa semangat di tempat belajar yang sama sekali tidak kuharapkan. Tidak ada cerita yang membuat duniaku berwarna, meskipun banyak teman yang selalu membantuku dalam situasi dan kondisi apapun namun tetap Icha yang bisa menjadi sahabatku satu-satunya. Aku hanya lebih nyaman dan tenang saja bisa berbagi kisahku dengannya, karena dia juga gadis yang tidak terlalu banyak tingkah seperti yang lainnya. Hari ini aku ingin pergi ke kantin untuk melihat-lihat apa saja yang dijual di kantin sekolah, karena memang hampir setiap hari aku membawa bekal ke sekolah jadi aku tidak pernah menginjakkan kakikku di kantin dan ini adalah hari pertamaku masuk ke kantin sekolah. Ternyata sangat ramai sekali, aku masih sedikit trauma dengan keramaian karena terakhir kali aku mendapati keramaian itu disaat kakakku tiada, benar saja rumahku sangat ramai tapi aku merasa itulah yang membuat kakakku pergi meninggalkan dunia ini.
“Apa yang ingin kau beli?” tanya Icha sesaat dalam perjalanan menuju kantin.
“Entahlah, aku tidak ingin makan Cha. Kau sendiri, apa yang ingin kau makan hari ini?” ucapku menjawab pertanyaan Icha dan mengajukan pertanyaan kembali.
“Cha.” ucapku lagi menghentikan langkahku dan Icha sembari menggandeng tangan Icha, aku melihat seseorang yang selama ini ingin kutemui kembali setelah kejadian sore hari itu. Sungguh beruntungnya diriku bisa menemuinya kembali dan tetap dengan senyum yang sama. Kita tidak sengaja bertatapan saat aku hendak pergi ke kantin, laki-laki itu bersama dengan segerombolan teman-temannya berjalanan melewatiku. “Kenapa bisa tersenyum dengan begitu indah?” batinku seusai melihatnya berjalan berpapasan denganku.
“Kenapa Fit?” tanya Icha yang terkejut dengan sentuhanku yang membuatnya bertanya-tanya dengan apa yang sudah terjadi kepadaku.
“Tidak apa, aku hanya kaget saja melihat banyak orang seperti itu.” jawabku berbohong, kami berdua melanjutkan niat untuk pergi ke kantin dan berakhir dengan bakso sebagai makan siang kita hari ini.
“Apa kau yakin masih ingin makan disini? Aku takut jika terjadi sesuatu kepadamu nanti.”
“Percayalah, aku baik-baik saja.”
Ternyata ada hikmahnya juga aku pergi ke kantin saat itu, traumaku akan sembuh dengan berjalannya waktu jika bisa bertemu dengan laki-laki itu dalam keramaian maka akan kulakukan setiap hari, dengan begitu aku bisa mencari tahu siapa laki-laki yang sudah berani membuat hatiku penasaran dengannya. Sudah kupastikan aku bisa mendapatkan kontak dan yang pastinya aku akan mengetahui siapa namanya. Kali ini aku tidak ingin gagal, jika memang dia orangnya aku pastikan untuk bisa memilikinya.
***
“Besok ada latihan, jangan lupa untuk membawa baju ganti. Hei aku sudah mengingatkanmu lagi ya, awas saja jika kau masih bilang aku tidak mengingatkanmu.” ucap Icha ketus mengingatkanku, karena memang jika tidak begitu aku pasti tidak akan mengingatnya sendiri.
“Siap bestie!” jawabku dengan tersenyum sumringah berniat menggoda Icha yang sangat serius duduk di sebelahku sembari bermain ponsel pintarnya.
Kita berdua sengaja mendaftar di ekstrakulikuler basket dan tari, karena jadwal yang bertabrakan akhirnya kita sepakat meninggalkan basket dan fokus di tari. Kecuali hari ini, kita ingin bermain basket jadi kita putuskan untuk tidak hadir latihan tari sekali saja.
“Ke kantin yuk Cha!” ajakku dengan bersemangat, saat ini memang bukan jam istirahat tapi aku ingin sekali keluar dari kelas dan berjalan-jalan memutari sekolah. Sangat bosan berada di dalam saat kelas kosong tidak ada guru yang datang. Aku berjalan menyusuri koridor lantai dua sembari menggandeng erat tangan Icha, saat hendak menuruni tangga hampir saja kita berdua bertabrakan dengan seseorang dari lawan arus, dan ternyata dia lagi. Laki-laki itu yang hampir menabrakku.
“Maaf, aku tidak sengaja.” ucapnya, suaranya sangat berciri khas. Senang sekali rasanya bisa mendengar suaranya. Saat itu juga aku tanpa sengaja melihat name tag(c) yang tertempel di seragamnya, tertulis sangat jelas “YOSUA PRANATA” itu dia namanya. Sederhana seperti orangnya, sesederhana senyumnya yang bisa memikat hatiku. Dengan cepat aku langsung menyeret tangan Icha dengan langkah cepat meninggalkan Yosua tanpa memberikan jawaban apapun.