“Ichaa… lihatlah! Apa aku sudah terlihat cantik hari ini?” teriakku mendapati Icha yang sedang berdiam diri sendiri di koridor depan kelas menghadap ke sekerumunan anak-anak bermain bola di lapangan.
“Hey, kau memang selalu cantik, apa maksudmu bertanya seperti itu?” jawab Icha yang justru melontarkan pertanyaan kembali kepadaku.
“Baiklah, jadi begini. Hari ini aku ingin mendapatkan kontak whatsappnya. Please bantu aku ya Cha!” ucapku memohon kepada Icha dengan sedikit bersikap imut.
“Siapa? Jangan bilang kau serius tentang Yosua?”
“Tentu saja aku sangat serius, memangnya aku pernah bermain-main dengan apa yang kuinginkan selama ini. Kenapa, apa kau juga menyukainya?” aku hanya takut juka Icha juga memiliki perasaan yang sama kepada Yosua. Sedikit takut mendengar jawabannya tapi ku kira kali ini dia tidak menyukai Yosua.
“Apa kau sudah gila, kenapa aku harus menyukai Yosua. Aku kan sudah bilang, aku tidak akan pernah berkencan dengan teman sekelas atau bahkan satu sekolah denganku.” jawab Icha membuatku yakin, karena hanya dia yang paling anti dengan berkencan satu sekolahan.
“Lalu tunggu apalagi, kau hanya membantuku saja kali ini. Perkenalkan aku dengan teman sepupumu itu, aku akan berpura-pura mengantarkanmu bertemu dengan sepupumu.” ucapku mengusulkan sebuah ide untuk memulai misi pertamaku.
“Hmm baiklah. Tapi Fit, apa kau tidak merasa seperti ada yang aneh dengan laki-laki idamanmu itu?” tanya Icha tiba-tiba membuatku sedikit berfikir tentang apa yang ada dalam diri Yosua yang membuat Icha berpikir terlalu keras kali ini.
“Memangnya kenapa? Tidak ada yang aneh, semua baik-baik saja. Dia laki-laki yang paling baik dan tidak banyak bicara, apalagi senyumannya yang sangat manis membuatku tidak mampu lagi untuk berkata-kata.”
“Tidak bukan itu yang kumaksud. Hanya saja namanya Yosua, bukankah itu nama yang ada di dalam kitab injil? Karena aku pernah mendengar arti nama Yosua ,”
“Lalu?”
“Dalam artian, dia laki-laki non muslim Fitri.”
Saat itu aku merasa semuanya tidak benar, hanya saja semua yang Icha katakan semuanya benar. Nama Yosua adalah nama seorang sahabat Nabi Isa AS yang memiliki arti kemuliaan. Sama seperti namaku Fitri, yang memiliki arti kemuliaan di dalam Agama Islam. Apa benar Yosua laki-laki nonis, aku akan membuktikannya sendiri karena itu aku membutuhkan kontaknya untuk mencari tahu semua tentang Yosua, aku tidak akan menyerah begitu saja hanya karena dugaan Icha tentangnya.
Hari ini adalah ujian kenaikan kelas, sudah berjalan selama 3 hari. Bagiku sudah cukup hanya mengagumi laki-laki dalam diam dan menatapnya dari kejauhan, aku akan melakukannya terang-terangan kali ini sebelum hatinya diambil oleh gadis lain. Hari ini harus sesuai rencana, karena hari ini jadwal ujian kita bersamaan jadi tidak ada alasan untuk menunda-nundanya lagi.
“Aaawh, sakit sekali perutku.” rintihku sembari memegang perutku.
“Fit, ada apa denganmu?” tanya Icha sesaat setelah mengetahuiku yang tengah merintih kesakitan.
“Entahlah, sepertinya maagku kambuh Cha. Sakit sekali rasanya, apa kau punya obat?”
“Aku tidak punya, apa mau kubelikan di koperasi dulu?”
“Kita pergi bersama saja Cha.”
Seketika kita berdua berjalan bersama menuju koperasi sekolah yang ada dibagian paling depan sekolah, letaknya berdekatan dengan gereja sekolah hanya berjarak 1 menit dari koperasi. Gereja itu digunakan sebagai kelas agama non islam setiap hari selasa dan kamis, apalagi disaat ujian akhir seperti ini pasti tempat itu digunakan untuk berdoa bersama sebelum dan sesudah ujian. Tentu saja semua murid yang beragama kristen dari kelas 10 sampai dengan kelas 12 semua ada di dalam sana untuk melakukan doa bersama. Saat hendak masuk ke dalam koperasi aku mendengar suara yang tidak asing, suaru itu persis seperti suara Yosua. Dia terdengar seperti sedang bercanda dengan seseorang, tapi dimana dia berada. Apa ada di dalam ruangan itu, apa benar Yosua sedang melakukan doa sore selepas ujian.
“Fit?” ucap Icha membubarkan konsentrasiku membuatku melanjutkan tujuanku untuk membeli obat maag di koperasi.
“Cha, ke kantin bentar yuk. Aku ingin membeli sesuatu yang bisa ku makan di perjalanan pulang.” ucapku merubah rencana, seharusnya kita berdua harus menemui sepupu Icha sebelum pulang dan meminta kontak Yosua. Namun aku ingin kali ini berhasil membuktikan rasa penasaranku dengan apa yang telah Icha katakan kepadaku. Aku mengajak Icha pergi ke kantin setelah usai di koperasi, karena kantin berada di paling ujung kiri jadi harus melewati Gereja terlebih dahulu.
Kita berjalan perlahan, sembari menggandeng tangan Icha aku menengok ke arah Gereja yang tengah penuh dengan anak-anak kelas sepuluh. Dan benar saja, aku melihat Yosua berada di bangku paling depan dengan mengepalkan kedua tangannya dan memejamkan matanya seakan sangat kusyuk berdoa kepada Tuhannya. Sesaat dia menoleh kearahku membuatku benar-benar terkejut dengan apa yang telah ku lihat hari ini, aku berlari meninggalkan Icha yang masih berada di depan pintu Gereja itu. Ternyata kita berdua berbeda, perbedaan yang tidak bisa ku lawan. Entah apa yang akan kulakukan selanjutnya, hatiku saat ini terasa seperti tertusuk duri yang sangat tajam, apa aku berhenti saja sebelum terlanjut semakin dalam atau aku akan tetap berusaha mendapatkannya.
“Kau benar Cha, kenapa aku bodoh sekali, aku bahkan tidak bisa membedakan mana yang sama dan mana yang beda. Menurutmu aku harus apa sekarang?” tanyaku dengan sedikit mengeluarkan air mata.