LDR (Long Distance Religionship)

A Story by Fidnaa
Chapter #8

Ujian Nasional

Ujian ada di depan mata, sudah waktunya untuk menjalani ujian Nasional. Ini adalah hari pertama, ruanganku berada di lantai dua gedung utama. Kelas paling pojok dan Yosua berada di koridor yang sama denganku, dia berada di kelas pertama setelah tangga. Semoga aku beruntung hari ini dan bisa menyelesaikan semua tugas dengan baik dan benar, aamiin.

Icha mengajakku pergi ke koperasi sebelum memasuki ruang ujian, kami berjalan memutar dari belakang dan tanpa sadar aku melihat ke dalam Gereja, dimana semua murid yang beragama nasrani dijadikan satu untuk berdoa bersama di sini. Seketika aku menghentikan langkahku dan memperhatikan Yosua dengan sangat cermat, betapa seriusnya dia berdoa kepada Tuhannya sebelum ujian dimulai. Sedangkan aku, hanya memandanginya berdoa disini.

“Apa kau sedang berfikir dan merenungi bahwa apa yang kau lakukan selama ini adalah sebuah kesalahan?” ucap Icha yang melihatku memperhatikan Yosua.

“Iya, aku sedang berfikir. Bagaimana bisa dia diciptakan begitu indah dan berbakti?” jawabku dengan sedikit melamun.

“Yaak! Sudahlah ayo pergi dari sini.” teriak Icha sembari memukul punggungku dengan keras, membuat Yosua mebuka matanya dan melihat kearahku dan Icha.

Aku sudah gila, gila karena mengaguminya. Laki-laki yang sangat berbeda dariku, mana bisa dia merubahku menjadi seperti ini. Seperti orang bodoh yang hanya peduli dengan cinta tanpa kata tapi. Tidak memandang betapa jauhnya perbedaan yang ada diantara kita, tidak berfikir apakah Tuhan kita akan merestui hubungan ini.

Waktu sudah menujukkan pukul 08.00, artinya ujian sudah dimulai. Semua siswa memasuki ruang ujiannya masing-masing. Hanya ada alat tulis dan lembar jawaban saja yang ada diatas meja. Karena soalnya ada di dalam komputer jadi sekolah tidak perlu mencetak soal lagi untuk kita, lagipula setiap anak soalnya berbeda-beda.

Ada 60 soal yang harus kujawab, soal bahasa Indonesia dengan waktu pengerjaan selama 120 menit. Aku sedikit muak dengan sesuatu yang hanya berisi dengan tulisan tanpa ada gambar satupun, membuat kepalaku pusing dan perutku mual. Aku mencoba menyelesaikannya dengan sangat cepat, tidak peduli baiik benar atau salah yang paling penting aku harus bisa keluar dari penjara ujian ini secepat mungkin. Kepalaku sudah mulai pusing, tersisa tiga puluh menit lagi tapi aku sudah tidak bisa menahannya. Ku perhatikan lagi semua jawabannya tapi ada satupun yang tertinggal, dengan percaya diri aku merapikan semua alat tulisku dan mulai bergegas dari tempat dudukku. Berjalan ke depan untuk mengumpulkan hasil pekerjaanku dan berhasil keluar dari tempat yang sangat-sangat mengerikan ini.

“Hufftttt….” aku menghela nafas dengan cukup panjang. Sedikit lega bisa menyelesaikan ujian pertama dengan sangat cepat. Aku duduk sendiri dibangku kantin, masih belum ada siapa-siapa selain aku dan ibu-ibu penjual yang ada di kantin.

“Boleh duduk disini?” tanya seseorang yang baru saja datang dan membawa sebotol air mineral di tangannya sembari tersenyum manis kepadaku.

Yosua datang meminta ijin untuk duduk di kursi depanku. Tentu saja aku sangat terkejut dengan kehadirannya yang tiba-tiba, belum ada sepuluh menit aku berada disini dan dengan sangat cepat dia pun menghampiriku.

“Silahkan.” ucapku mempersilahkannya untuk duduk bersamaku saat ini. Dengan rasa canggung yang masih tersisa diantara kami, suasana yang hening menjadi semakin dingin karena tidak ada yang memulai percakapan.

“Apakah segampang itu soalnya?” tanya Yosua yang mulai membahas sesuatu.

“Haha, tidak semudah itu. Hanya saja perutku sudah mules, tidak bisa berlama-lama di dalam.” jawabku dengan menambahan bumbu lelucon di dalamnya.

“Bagaimana denganmu?” tanyaku kembali.

Lihat selengkapnya