LDR (Long Distance Religionship)

A Story by Fidnaa
Chapter #9

Istiqlal dan Katedral

Seperti cerita yang dibuat-buat oleh manusia, cerita yang menyudutkan garis pandnag masing-masing. Cerita menyedihkan yang diangkat, tentu saja semuanya membuatku berfikir. Apakah aku dan Yosua memang tidak ditakdirkan oleh langit, aku hanya ingin menjadi Ali dan Fatimah yang bahkan status mereka berbeda tetapi Allah sudah menikahkan mereka di langit, jauh sebelum Ali melamarnya. Apakah kisahku akan berakhir seperti mereka atau mungkin ternyata seperti dua bangunan ini, yang dibangun saling berhadapan untuk menciptakan kedamaian, tali silaturahmi dan bukan untuk berdiri bersama hingga akhir.

“Sedang apa kau disini?” tanya Yosua menghampiriku, dia baru saja menyebrangi jalanan dan berjalan menghampiriku yang sedang mematung di depan jalan raya.

“Sepupuku menikah dan menggelar acara disini. Kau sendiri?” tanyaku kembali.

“Ah, tentu saja kau habis beribadah. Maaf, karena sudah menanyakan hal yang tidak penting.” ucapku lagi menyadari bahwa ini adalah hari minggu dan waktu bagi Yosua untuk beribadah.

“Kenapa meminta maaf?” tanya Yosua.

“Tidak apa. Aku kembali dulu.” jawabku dan membalikkan badan hendak pergi meninggalkannya.

“Tunggu!” ucap Yosua menghentikanku.

“Oke! Aku sadar bahwa selama ini aku hanya menghabiskan waktuku dan menganggu hidupmu saja. Aku salah dengan perjuanganku, aku mengira aku akan menang melawan takdir jika aku terus berusaha. Tapi aku tidak akan menganggap semua yang sudah terjadi kepadaku adalah kebetulan, karena tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini semuanya sudah digariskan.” ucapku yang tanpa sadar meneteskan air mata.

“Hei, apa yang kau katakan?” tanya Yosua, menghentikanku sembari melihat sekeliling. Begitu banyak manusia yang berlalu lalang di sekitar kami saat ini, semua melirik kearah kami. Aku membuat seolah-olah Yosua sudah menyakitiku, padahal bukan itu maksudnya.

“Kutanya sekali lagi padamu, apa kau mau menjadi kekasihku?” aku melakukannya lagi, aku mengajaknya berkencan lagi. Dengan hasil yang sama tidak ada jawaban yang keluar darinya untuk menjelaskan alasan apa yang tidak bisa membuatnya menerimaku.

“Jika memang benar karena perbedaan, setidaknya ucapkan saja. Itu akan membuatku sedikit tenang dan menerima penolakan darimu.” ucapku lagi.

Lihat selengkapnya