Pagi itu, Faris sudah bersiap di puskesmas dengan segelas kopi hitam di tangannya. Ia menghela napas dalam, mencoba mempersiapkan diri menghadapi pasien-pasien yang entah kenapa selalu saja membawa kejadian aneh dan kocak.
"Faris, siap-siap ya. Hari ini pasien udah ngantri dari subuh!" seru Eny sambil mengintip ke luar jendela.
"Hah?! Dari subuh? Mereka kira ini antrean sembako atau gimana?" ujar Faris setengah kaget.
Pasien pertama yang masuk adalah Pak Jamal dan istrinya, Bu Siti. Wajah mereka penuh senyum, namun ada sesuatu yang terasa janggal.
"Dok, kami mau periksa ini..." kata Pak Jamal sambil mengelus perut Bu Siti.
Faris mengerutkan kening. "Periksa apa, Pak?"
"Hamil lagi, Dok!" seru Bu Siti dengan riang.
Faris hampir menyemburkan kopinya.
"Hah?! Anak ke berapa ini?"
"Ke tujuh, Dok!" jawab Pak Jamal dengan bangga.
Faris memegang kepalanya. "Bu, anak yang paling kecil baru ulang tahun pertama bulan lalu, kan? Kok bisa..."
Bu Siti hanya tersenyum malu-malu, sementara Pak Jamal malah terlihat semakin bangga. Faris hanya bisa menghela napas panjang.