Yasmin duduk di mejanya, menatap layar komputer tanpa benar-benar melihat apa yang ada di sana. Jari-jarinya mengetik dengan lamban, pikirannya terus dipenuhi oleh bayangan Faris dan Dian. Kata-kata yang dikirimkan oleh Wira terus terngiang di kepalanya, membuat dadanya terasa sesak.
"Yasmin!"
Suara tegas Bu Imel membuyarkan lamunannya. Yasmin tersentak dan langsung duduk tegak.
"Kamu kenapa hari ini? Kerjaanmu berantakan, laporan belum selesai, dan kamu kelihatan seperti orang yang habis kehilangan arah hidup!" tegur Bu Imel dengan nada kesal.
Yasmin menggigit bibirnya. Matanya terasa panas, tapi ia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh di depan rekan-rekannya.
Bu Imel memperhatikan perubahan ekspresi Yasmin. Setelah menghela napas, dia merendahkan suaranya, kini terdengar lebih lembut.
"Yasmin, ada apa? Aku tahu kamu bukan orang yang ceroboh dalam bekerja. Kalau ada masalah, kamu bisa cerita."
Yasmin diam. Dia ingin mengabaikan semuanya, tetapi perhatian tulus dari Bu Imel membuatnya tak kuasa menahan perasaannya.
"Bu... Saya... Saya bingung..." katanya lirih, hampir berbisik.