Yasmin duduk di tepi ranjangnya, matanya menatap kosong ke layar ponsel yang sunyi. Tidak ada pesan dari Faris. Tidak ada panggilan tak terjawab. Sejak kejadian itu, Yasmin merasa dunianya berubah. Hatinya dipenuhi kecemasan, keraguan, dan kemarahan yang bercampur menjadi satu. Apakah benar Faris telah mengkhianatinya? Ataukah ini hanya salah paham yang diciptakan oleh seseorang?
Maya yang duduk di sebelahnya menghela napas panjang. "Yasmin, aku tahu ini berat buat kamu. Tapi kamu harus percaya sama perasaanmu sendiri. Kamu yang paling tahu siapa Faris. Apa menurutmu dia benar-benar seperti itu?"
Yasmin menggigit bibirnya, berusaha menahan air mata yang menggenang. "Aku nggak tahu, Maya. Aku ingin percaya sama Faris. Aku ingin percaya bahwa dia nggak mungkin melakukan itu. Tapi fotonya… bukti yang aku lihat… semuanya seperti nyata. Aku takut kalau aku hanya sedang menipu diriku sendiri."
Maya menggenggam tangan Yasmin erat. "Foto bisa menipu. Orang bisa memanipulasi keadaan. Tapi hati yang tulus nggak akan pernah bisa berbohong. Kamu harus tenang dulu. Jangan biarkan emosimu mengambil alih. Aku yakin ada sesuatu yang nggak kita tahu di balik semua ini."