LDR: Love, Drama, Receh

Muhammad Agra Pratama Putra
Chapter #19

Chapter 19: Permainan dalam Bayangan

Dian tidak pernah menyukai kekalahan. Baginya, dunia adalah papan permainan, dan ia harus menjadi pemenang. Faris, lelaki yang selama ini ia incar, masih saja menolak tunduk padanya. Tapi itu bukan masalah besar. Ia selalu menemukan cara. Jika tidak bisa membuat Faris menyerah dengan cara halus, maka ia akan menggunakan cara lain.

Di balik senyumnya yang tenang, Dian telah menyiapkan rencana. Ia tidak akan menyerang Faris secara langsung, melainkan dari arah yang tak akan pernah diduga. Ia akan memanfaatkan kelemahan Faris: reputasinya. Jika ia bisa menghancurkan nama baik Faris, maka lelaki itu akan hancur dengan sendirinya. Dan setelah itu? Ia akan menjadi satu-satunya orang yang dapat “menyelamatkan” Faris.

Rencana itu mulai dijalankan ketika ia mendengar kabar tentang anak Bu Siti yang baru lahir. Bayi itu lahir prematur dan kondisinya lemah. Dian tahu betapa berisikonya keadaan itu. Ia juga tahu bahwa Faris sering membantu di puskesmas meskipun bukan bagian dari tim medis. Itu adalah kesempatan yang terlalu sempurna untuk dilewatkan.

Dian tidak perlu bergerak sendiri. Ia cukup menarik benang-benang yang ada, membiarkan orang lain melakukan pekerjaannya. Ia menyebarkan desas-desus secara halus. Awalnya, hanya beberapa orang yang mendengar. Lalu, rumor itu berkembang. Orang-orang mulai berbisik bahwa Faris telah melakukan kesalahan saat membantu tim medis di puskesmas. Ada yang mengatakan bahwa ia salah memberikan informasi kepada dokter. Ada pula yang percaya bahwa Faris menyentuh alat-alat medis yang seharusnya tidak boleh disentuh. Dan ketika bayi Bu Siti akhirnya meninggal, semua mata mulai tertuju ke satu orang: Faris.

Faris tidak pernah menyangka bahwa dalam satu malam, hidupnya akan berubah drastis. Ia baru saja keluar dari rumah dinas puskesmas ketika ia mendengar suara-suara bisikan di belakangnya. Orang-orang mulai melihatnya dengan tatapan penuh kecurigaan. Beberapa ibu-ibu berhenti berbicara begitu ia lewat. Bahkan, Pak Yudha, yang biasanya menyapanya ramah, kini hanya mengangguk singkat sebelum beranjak pergi.

Kecurigaan Faris semakin kuat saat ia tiba di warung Bu Rina. Ia duduk di salah satu bangku, tapi suasana terasa berbeda. Biasanya, ia akan disambut dengan obrolan ringan dan tawa. Kali ini, semua orang terlihat canggung. Lalu, ia mendengar sesuatu yang membuat darahnya membeku.

Lihat selengkapnya