Malam itu, suasana di desa begitu tegang. Bisik-bisik warga semakin menjadi, dan tatapan penuh kebencian tertuju pada Faris. Kabar yang beredar telah menyudutkannya, menudingnya sebagai penyebab kematian bayi Bu Siti. Faris sendiri masih bingung bagaimana semua ini bisa terjadi. Ia tahu ia tidak bersalah, tetapi keadaan semakin memburuk seiring waktu.
Di sisi lain, Dian tampak puas dengan situasi yang berhasil ia ciptakan. Ia berdiri di beranda rumahnya, menatap ke arah rumah Faris dengan senyum penuh kemenangan. Wira yang sejak awal berada di pihaknya, kini semakin gila karena perasaannya pada Dian. Ia tidak tahu bahwa Dian hanya mempermainkannya, menggunakan emosinya sebagai senjata untuk menjatuhkan Faris.
Namun, segalanya berubah ketika seorang pria tua dengan wajah berkerut dan langkah tegap tiba-tiba muncul di tengah kerumunan warga yang sedang membicarakan kasus ini. Dialah Pak Surya, seorang pria yang selama ini lebih banyak diam dan mengamati. Ia telah melihat semua intrik yang dimainkan Dian dan ayahnya.
"Saya punya sesuatu untuk diperlihatkan kepada kalian semua," ucap Pak Surya, suaranya berat dan berwibawa.
Dian menegang. Wira pun ikut menatapnya dengan kebingungan. Ayah Dian, Kepala Desa, yang biasanya begitu percaya diri, kini mulai menunjukkan raut wajah cemas.
Pak Surya mengeluarkan selembar kertas dan beberapa rekaman suara yang berhasil ia dapatkan. "Ini adalah bukti bahwa bayi Bu Siti tidak meninggal karena kelalaian Faris. Ini semua sudah direncanakan!" suaranya menggema di tengah kerumunan yang semakin penasaran.