Matahari masih belum menunjukkan tanda-tanda akan muncul dari ufuk timur. Udara dingin setia menyapa kulit. Seisi kota juga masih tertidur. Hanya segelintir orang yang masih berjibaku dengan waktu. Salah satunya seorang gadis yang baru saja bisa melepas lelahnya. Ia menghela naVans dengan agak berat dan menyandarkan tubuhnya ke sebuah bangku. Meski tengah duduk, siapa pun akan dapat melihat bahwa gadis itu memiliki tubuh yang semampai. Rambutnya dicat dengan warna deep auburn, ditata dengan model wavy hair. Selama beberapa saat ia sendirian, hingga seorang perempuan usia 30-an memasuki ruangan.
“Good job, Kei. Kamu pasti capek banget hari ini. Aku beresin ini dulu, habis itu kita langsung pulang.” Ucap perempuan tersebut seraya membereskan barang-barang yang tidak jauh dari gadis itu duduk. Gadis bernama Keinarra itu, hanya mengangguk dan tersenyum. Setelah 2 jam perjalanan, mereka sampai di rumah Keinarra.
“Kamu langsung istirahat. Nanti aku jemput jam 10.”
“Iya. Makasih banyak, Mbak. Hati-hati di jalan.”
Baru saja akan berjalan untuk memasuki rumahnya, perempuan itu menghentikan langkah Keinarra,”Kamu baik-baik aja kan, Kei?”
Keinarra tersenyum,”Iya, aku baik-baik aja kok.”
“Aku bukan cuma asisten kamu, Kei. Aku juga bisa jadi teman kamu. Always.”
Kali ini Keinarra tertawa kecil,”Mbak Vinny ini kadang-kadang ngelebihin Mama, deh. Ini kan udah jadi rutinitas aku selama 7 tahun. Lagian nanti kalau aku nggak ada kerjaan, Mbak Vinny juga yang bingung. Aku cuma agak capek aja, kok.”
Keinarra adalah seorang publik figur. 7 Tahun yang lalu ia memulai karirnya sebagai model. Saat ini Keinarra telah melebarkan sayapnya sebagai aktris. Ketekunan, kegigihan, Dan bakat alami yang Keinarra miliki membuat tawaran berbagai pekerjaan terus mengalir. Tidak heran jika Keinarra harus terus berkejaran dengan waktu seperti sekarang.
“Ya, udah. Masuk gih, istirahat. Kamu harus tidur walaupun cuma sebentar.” Keinarra mengangguk.
“Iya. See you, 5 jam lagi.” Vinny tertawa kecil, ia melambaikan sebelah tangannya, sementara tangan yang lain mulai mengendalikan setir mobilnya untuk menjauh dari rumah Keinarra. Keinarra menunggu Vinny benar-benar menghilang dari pandangannya, sebelum ia masuk ke rumahnya. Keinarra menyimpan rasa bersalah pada asisten sekaligus sahabatnya itu. Sebagai penderita fobia sosial, Keinarra merasa tidak nyaman jika harus bersama dengan banyak orang, apalagi yang tidak dikenalnya. Karena itu Vinny juga yang mengemudikan mobil untuk menuju ke tempat kerja mereka. Vinny bisa saja di rumah Keinarra, agar mereka lebih mudah berangkat bekerja nanti. Namun, Vinny sudah menikah dan memiliki seorang putra. Karena itu, setiap waktu luang yang dimiliki Vinny disela pekerjaannya, selalu ia gunakan untuk menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu.
Keinarra memasuki rumah tiga lantai berdesain modern minimalis. Desain interior dalam rumah itu ditata dengan gaya eklektik. Namun, kesan pertama yang didapat saat memasuki rumah tersebut adalah sepi. Tidak ada yang menyambut kedatangan Keinarra. Keinarra melanjutkan langkahnya menuju lantai dua, di mana kamarnya berada. Ruangan berukuran 4x6m tersebut didominasi oleh warna-warna pastel. Terdapat ranjang king size disalah satu sudutnya. Didepannya terdapat sebuah TV 50 inchi. Sementara di samping ranjangnya diletakkan sebuah meja rias. Kamar Keinarra juga dilengkapi oleh sebuah rak kabinet yang menjadi tempat Keinarra meletakkan barang-barang koleksi yang berkaitan dengan boyband asal Korea Selatan yang menjadi idolanya, Wanna One. Album-album, lightstick, dan berbagai merchandise lainnya tertata dengan rapi di sana. Keinarra menuju kamar mandi yang terletak diujung ruangannya untuk membersihkan dan menyegarkan kembali dirinya. Setelah mandi, Keinarra kembali menuju lantai satu dan mengarah ke dapur. Ia mengambil sebuah gelas dan membuat minuman coklat.
“Loh, Non Keinarra sudah pulang?” seorang wanita paruh baya muncul dari arah belakang Keinarra.
“Iya, Bi.”
“Maaf, Non. Saya ketiduran.”
“Nggak apa-apa. Saya cuma perlu coklat. Bisa bikin sendiri juga.” Ucap Keinarra sambil tersenyum.
“Non Keinarra nggak mau makan sesuatu?”
“Nggak, Bi. Makasih. Saya udah kenyang.” Keinarra secara bergantian menutup 2 toples berisi gula dan bubuk coklat.
“Saya mau tidur. Habis minum ini.” Keinarra melanjutkan kata-katanya sambil mengacungkan gelas yang sudah berisi coklat hangat.
Wanita yang dipanggil Bibi oleh Keinarra itu tersenyum kemudian berjalan ke arah depan rumah. Sepertinya, beliau hendak melanjutkan pekerjaannya. Keinarra pun juga kembali ke kamarnya. Seperti yang ia bilang kepada Bibi, ia berniat untuk tidur. Keinarra hanya memiliki waktu 4 jam sebelum kembali ke lokasi syuting. Setidaknya ia bisa tidur selama 2-3 jam. Sudah 7 tahun Keinarra menjalani pekerjaan dengan jam kerja yang tidak menentu ini, sudah wajar jika ia bisa menyesuaikan jam biologisnya. Namun, kadang kala Keinarra akan kesulitan mengatur jam biologisnya, seperti sekarang. Merasa kesulitan tidur, setelah meminum satu tegukan coklat hangatnya, Keinarra meraih remote tv, ia memencet tombol-tombol diatasnya beberapa kali hingga terputar sebuah video. Keinarra menggerakkan tubuhnya seolah mencari posisi yang nyaman. Setelahnya, Keinarra telah terlarut dalam gambar-gambar yang terus berjalan di layar televisinya. Ini adalah salah satu hobi Keinarra, waktu luangnya dimanVanatkan untuk menonton drama Korea.
Keinarra mulai menonton drama Korea sejak kelas 1 SMA. Awalnya itu sebuah ketidaksengajaan, karena drama tersebut merupakan drama yang sedang banyak ditonton oleh orang. Karena tidak punya teman, Keinarra menjadikan drama Korea sebagai pembunuh waktunya di sekolah, selain pergi ke perpustakaan. Baik ketika jam istirahat ataupun ketika sedang tidak ada guru. Jalan cerita yang dimiliki drama-drama Korea dengan mudah membuat Keinarra jatuh cinta dan semakin keranjingan menontonnya. Dialog-dialog yang disampaikan pun selalu membuat Keinarra merasakan cerita tersebut. Ditambah dengan akting para aktornya yang membuat Keinarra semakin terhanyut, seolah itu adalah cerita nyata.
*****
Keinarra Luna Gavaputri. 23 tahun. Gadis dengan tinggi 165cm, kulit kuning langsat, anak tunggal dari Andre Tanuwijaya dan Claudia Hidayat. Orang tua Keinarra merupakan pengusaha yang sukses. Mereka adalah pewaris dari dua perusahaan besar di Indonesia, Tanuwijaya Group dan Hidayat Corp. Oleh karenanya, mereka seringkali bepergian ke luar kota bahkan ke luar negeri. Itulah kenapa rumah yang cukup besar itu terasa sangat sepi. Jika orang tuanya sedang bepergian, Keinarra hanya tinggal dengan satu asisten rumah tangga. Sebenarnya, Bibi tidak hanya bekerja sendirian. Namun, dua asisten rumah tangga yang lain tidak tinggal di rumah Keinarra. Hanya sesekali saja mereka menginap di rumah Keinarra. Kondisi rumah yang sepi sama sekali bukan hal asing bagi Keinarra, ia telah terbiasa dengan semua kondisi itu sejak ia masih kecil. Terutama saat ini, dengan kesibukan yang Keinarra miliki, ia sendiri juga jarang berada di rumah.
Keinarra terjun ke dunia hiburan karena sebuah ketidaksengajaan. Sebelumnya tidak pernah terlintas dalam Keinarra untuk bekerja di bidang entertainment. Saat itu, Keinarra masih duduk di kelas 1 Sekolah Menengah Atas. Saat itu adalah jam istirahat, ia menuju ke perpustakaan untuk meminjam sebuah buku. Namun, ada yang berbeda hari itu. Perpustakaan tidak sesunyi biasanya, anak-anak kelas 3 berkumpul di sana. 10 kelas secara bergantian menuju ke perpustakaan untuk mengambil foto kelulusan. Keinarra menuju salah satu rak buku dan mengambil buku yang diinginkannya. Ia segera keluar setelah menyelesaikan administrasi peminjaman buku. Namun, baru beberapa langkah, seseorang menghentikannya.
“Dik...Dik....” Orang itu harus menepuk pundak Keinarra, karena ia tak kunjung paham bahwa ia yang dipanggil.
“Iya?” Keinarra memperhatikan orang tersebut. Laki-laki jangkung berkulit kuning langsat itu sepertinya berada di usia pertengahan 20-an. Kalau tidak salah dia adalah fotografer yang bertugas mengambil foto kelulusan anak-anak kelas 3. Keinarra sempat melihatnya tadi.
“Kamu mau jadi model nggak?” Keinarra yang masih bingung dengan pertanyaan tiba-tiba itu hanya bisa terdiam.
“Kak, udah siap nih?” Seorang anak kelas 3 memanggil fotografer tersebut.
“Oke, saya lagi buru-buru, ini kartu nama saya. Kamu pikirin dulu baik-baik, lalu hubungi saya di nomor ini.” ucap orang itu seraya menepuk pundak Keinarra.
Keinarra tidak menggubris hal itu. Ia tidak melihat kembali kartu nama yang diberikan fotografer tersebut dan langsung memasukkannya ke saku seragamnya. Setelahnya, Keinarra bahkan tidak memikirkannya sedikit pun. Menjadi model adalah hal yang tidak pernah Keinarra bayangkan apalagi inginkan. Hari-hari pun berlalu seperti biasa tanpa ada hal istimewa yang terjadi. Hingga suatu hari fotografer tersebut datang ke sekolah Keinarra. Ia telah menunggu di gerbang sekolah Keinarra.
“Dik!” Fotografer itu menghentikan Keinarra yang akan masuk ke mobil.
“Maaf, saya sama sekali tidak tertarik.” Keinarra segera membuka pintu mobilnya. Namun, fotografer itu dengan sigap menghentikannya saat Keinarra akan masuk.
“Kamu bisa coba dulu. Kalau kamu...”
“Kenapa? Karena saya cantik?” Fotografer tersebut tercengang dengan jawaban Keinarra sebelum akhirnya ia tertawa.
“Rupanya kamu sadar hal itu.”
“Lalu?” Fotografer tersebut kembali tercengang, namun kali ini ia tidak bisa berkata apa pun. Ia kemudian menyadari beberapa anak yang berlalu-lalang mulai memperhatikan mereka. Ini jam pulang sekolah, tentu saja gerbang akan banyak dilalui oleh orang. Tapi ia tidak punya tempat yang lebih baik untuk menunggu Keinarra.
“Biarkan saja. Saya tidak peduli kalau mereka dengar. lagi pula akan lebih aneh kalau kita bicara di tempat yang sepi.” Keinarra seperti bisa membaca apa yang dipikirkan fotografer itu.
“Ini jalan. Kita harus cepat menyelesaikan pembicaraan kita.” Keinarra mengingatkan fotografer tersebut.
“Oh, ya. Sampai mana kita tadi?”