Lean On Me

Dessy Rahmatya
Chapter #2

When the Story Continues

Rumah Keinarra

Setelah kemarin terhenti karena hujan, akhirnya hari ini Keinarra bisa menyelesaikan pemotretannya. Saat ini ia sudah berada di rumah. Seperti biasa, setelah mandi, Keinarra membuat coklat hangat untuk dirinya. Setelahnya, ia juga langsung menyalakan televisi untuk menonton drama. Baru saja akan memencet tombol putar pada salah satu video, Keinarra tiba-tiba teringat ucapan Vinny. Ia bertanya pada dirinya sendiri, apakah benar ia telah jatuh hati pada laki-laki yang baru ditemuinya satu hari yang lalu itu. Dua hari ini, Keinarra hampir tidak berbicara sama sekali dengan Devan. Saat pemotretan pun, Devan lebih banyak terlihat langsung puas dengan pose Keinarra, dan sangat jarang memintanya mengulang. Hampir tidak ada interaksi diantara Keinarra dan Devan. Keinarra hanya bisa melihat Devan dari jauh. Namun, semakin ia melihat Devan, ia jatuh semakin dalam. Entah daya magis apa yang dia punya, hingga membuat Keinarra terus ingin tahu lebih banyak tentang Devan. Namun, entah kapan mereka bisa bertemu lagi. Pekerjaan mereka yang telah selesai, menutup kesempatan Keinarra untuk bertemu dengan Devan. Keinarra juga tidak bisa memanfaatkan Vankta bahwa mereka bersekolah di tempat yang sama. 

“Kei... Kei.... kamu belum bangun?”

Keinarra mengucek-ngucek matanya berulang kali. Sepertinya ia belum tertidur lama, kenapa sudah ada suara yang menyuruhnya bangun?

“Keinarra! Keinarra!” Tidak tahan namanya terus dipanggil, Keinarra mengumpulkan kesadarannya untuk membuka pintu. Ia melihat Vinny yang sudah rapi ada di hadapannya.

“Astaga, Keinarra! Tidur jam berapa kamu tadi malam? Jam berapa ini, kamu belum bangun. Mbak kan udah bilang, kamu jangan begadang.”

“Sstttt... jangan berisik. Ini kan aku udah bangun. Udah ah, Mbak Vinny tunggu di bawah, aku mandi dulu.”

“Ya, udah. Cepettt!! Kita udah telat!”

“Emang hari ini ada jadwal apa?”

“Pikun sekarang kamu? Hari ini kan, hari pertama syuting film terbaru kamu.”

“Oh.”

“Kei, kamu udah sadar kan?”

“Iya...iya. calling-an nya jam 9 kan? Ini kan masih jam....” Keinarra melihat ke jam dinding di kamarnya. Jarum-jarumnya menunjukkan jam 07.30. Tanpa berbicara apa-apa lagi, Keinarra langsung mengambil handuk dan menuju kamar mandi. Keinarra orang yang sangat on time. Ia tidak suka menunggu, sehingga ia juga tidak suka membuat orang lain menunggu.

40 Menit kemudian, Keinarra sudah siap. Saat turun ke lantai 1, Keinarra tidak menemukan Vinny di ruang tamu. Ternyata, asistennya itu sudah menunggunya di dalam mobil. Mobil pun sudah dipanaskan. Begitu Keinarra masuk, Vinny langsung menancap gas dan mengarahkan mobil meninggalkan rumah Keinarra.

*****

Beruntung lokasi syuting hari ini tidak jauh dari rumah Keinarra dan jalan yang mereka lewati bukan jalan yang sangat macet, sehingga mereka bisa datang tepat waktu. Tidak lama setelah selesai makeup, semua setting sudah siap sehingga Keinarra bisa segera mulai syuting. Keluar dari ruang rias, Keinarra melihat seseorang yang sangat Vanmiliar. Orang itu adalah Devan. Ia memegang sebuah kamera dan tengah berbicara dengan seorang kru. Keinarra kemudian mencegat kru lain yang tengah berjalan untuk bertanya.

“Mbak, itu siapa?” tanya Keinarra sambil menunjuk ke arah Devan.

“Oh, itu Mas Devan, Mbak. DoP kita. Kenapa, Kak?”

“Nggak... Nggak apa-apa.”

Keinarra memang tidak berpikir bahwa ia tidak akan bertemu dengan Devan lagi. Tapi, Keinarra tidak menyangka Tuhan mentakdirkan dirinya untuk bertemu lagi dengan Devan secepat itu. Ada kelegaan di hati Keinarra, ini berarti ia dapat bertemu dengan Devan selama sebulan ke depan. Keinarra tidak mengharapkan apa-apa. Hanya memikirkan akan bisa bertemu Devan setiap hari saja sudah membuat Keinarra bersemangat.

Syuting berjalan dengan cukup lancar. Film ini merupakan film ke-5 Keinarra sehingga ia sudah tidak lagi merasa canggung untuk beraksi di depan kamera. Lawan mainnya pun juga sangat membantunya untuk semakin mudah mendalami karakter. Sementara itu, seperti saat pemotretan, Keinarra dan Devan tidak saling berinteraksi. Kali ini benar-benar tidak ada interaksi apa pun. Bahkan meski berpapasan beberapa kali, mereka tidak saling menyapa. Mereka tetap seperti itu, hingga memasuki minggu kedua syuting. 

Hari ini adalah hari yang tidak pernah Keinarra duga akan datang. Awal mula dari hari-hari terbaik dari hidupnya.

“Nonton apa?” suara Devan memecah konsentrasi Keinarra yang tengah fokus menatap layar laptopnya. Keinarra tidak bisa menutupi keterkejutannya. Tidak pernah Keinarra menyangka bahwa Devan akan menghampirinya lebih dulu, bahkan mengajaknya berbicara. 

Keinarra menjawab dengan canggung,”Drama Korea.”

“Kamu suka?”

“Iya.” 

“Kamu apa kabar?” Sudah jelas itu pertanyaan yang sangat tidak tepat. Mereka sudah bertemu setiap hari selama 2 minggu ini. Tapi Devan tidak tahu lagi apa yang harus dikatakannya. Devan termasuk orang yang mudah bergaul. Menghadapi berbagai macam karakter orang, selama ini, teman-temannya menganggap Devan sebagai teman bicara yang menyenangkan. Baru kali ini ia tidak bisa berkutik ketika berhadapan dengan orang yang tidak banyak bicara seperti Keinarra. Devan sudah memperhatikan sejak kemarin, Keinarra memang tidak banyak berbicara dengan para staff. Tapi Devan tidak menduga akan sesulit itu untuk mengajak Keinarra berbicara. Devan tidak akan menyalahkan Keinarra, kalau gadis itu menganggapnya aneh.

Di luar dugaan Devan, Keinarra menjawab pertanyaannya dengan biasa saja,”Baik. Kak Devan?”

“Aku juga baik.” Setelah beberapa saat dalam keheningan, Devan kembali berbicara,”Aku senang bisa ketemu lagi setelah sekian lama.” Keinarra memiringkan sedikit kepalanya, tampak kebingungan.

"Kamu sekolah di SMAN Harapan Bangsa, kan?"

"Kak Devan tahu aku sekolah di Harapan Bangsa?"

"Ya, iya. Aku pernah lihat kamu beberapa kali di sekolah. Aku senang kita bisa kerja bareng lagi."

Keinarra tersenyum,”Aku juga senang bisa kerja bareng Kak Devan lagi.”

Kalau pun tidak semua orang, kebanyakan orang pasti akan mengakui kecantikan Keinarra, salah satunya Devan. Melihat senyum Keinarra, Devan sadar bahwa Keinarra jauh lebih cantik dari yang ia lihat selama ini. Devan segera menyadarkan dirinya.

“Ya udah, aku keluar dulu.” Ucap Devan sambil mengacak-ngacak rambut Keinarra pelan. Karena keterkejutannya Keinarra sempat memundurkan posisi duduknya dan hanya merespon ucapan Devan dengan sebuah anggukan pelan. Devan tidak memberikan respon apa pun atas reaksi Keinarra, ia langsung keluar dari ruang rias dan membiarkan Keinarra sendirian.

Keinarra menyentuh bagian rambutnya yang dipegang Devan tadi. Bahkan jika memikirkannya berhari-hari pun, Keinarra tetap tidak akan menemukan jawaban yang bisa menjelaskan tindakan Devan barusan. Satu-satunya alasan yang bisa Keinarra pikirkan adalah Devan melakukan itu hanya karena Devan menganggap dirinya seperti seorang adik. Keinarra kan, memang adik kelas Devan. Bagaimana pun, berbeda dengan reaksinya tadi, jauh di dalam hatinya, Keinarra menyukai apa yang Devan lakukan.

Lihat selengkapnya