Lean On Me

Dessy Rahmatya
Chapter #3

Confession

Hari itu Keinarra tidak ada jadwal syuting. Vinny masih memiliki waktu sampai suaminya berangkat kerja. Keinarra dan Vinny sepakat untuk bertemu di sebuah kedai kopi di dekat rumah Vinny. 

“Kamu sama Devan gimana?”

Bukan tanpa alasan Vinny mengungkit kedekatan Keinarra dan Devan. Vinny telah mengenal Keinarra selama 7 tahun. Bagi sebagian orang, kurun waktu itu bukanlah waktu yang singkat. Namun, untuk Vinny 7 tahun masih belum cukup untuk memahami Keinarra. Meski hampir setiap hari bertemu Keinarra, bahkan hingga lebih dari 10 jam, bukan berarti Vinny selalu mengerti Keinarra. Hubungan yang sekarang mereka miliki juga tidak terjadi secara instan. Vinny membutuhkan waktu yang tidak sebentar, sampai akhirnya bisa dekat dengan Keinarra dan membuat Keinarra nyaman bersamanya.

Vinny masih begitu ingat, bagaimana dulu waktu ia pertama kali bertemu dengan Keinarra. Gadis itu dengan jelas menunjukkan kecanggungan dan rasa tidak nyaman berada di dekatnya. Walaupun Keinarra bersikap sama di depan semua orang, sebagai asisten Keinarra, Vinny tetap menjadi orang yang paling merasakan hal itu. Keinarra tidak akan berbicara jika bukan Vinny yang mendahuluinya. Selain itu Keinarra hanya akan menjawab secara singkat. Kalau tidak benar-benar mengenal Keinarra, pasti mereka akan melihat Keinarra sebagai orang yang jutek dan sombong. Dia adalah orang yang benar-benar berbeda dibanding dirinya yang berada di depan kamera. Jika di depan layar Keinarra adalah gadis periang yang cukup banyak berbicara

“Tau, deh. Makin deket, kayaknya aku makin nggak kenal sama Kak Devan.”

“Kan emang gitu, Kei. Jangankan kamu sama Devan, kita aja juga banyak belum diketahui satu sama lain, kan? Emangnya kenapa kamu ngomong kayak gitu?”

“Masa kemarin ada cewek yang nyemperin dia ke lokasi syuting. Terus dia peluk-peluk Kak Devan. Kak Devan diam aja lagi.” Emosi Keinarra kembali tersulut,“Katanya cuma teman. Terus dia udah biasa bersikap kayak gitu karena pernah tinggal di Amerika.”

“Kamu nggak suka?”

“Ya iyalah.”

“Kenapa? Emang kamu pacarnya Devan?" Keinarra tidak berkutik. Apa yang diucapkan Vinny benar. Keinarra sendiri juga sudah berpikir begitu. 

“Dia jelasin tanpa kamu tanya?” Keinarra mengangguk, tapi tampak jelas ia tidak mengerti arah pertanyaan Vinny. 

“Setidaknya itu berarti dia peduli sama perasaan kamu, kan?” Benar juga. Tanpa ditanya Devan sudah memberi penjelasan padanya. Padahal Devan sama sekali tidak harus melakukan itu. Harusnya kemarin Keinarra tidak bersikap berlebihan. 

“Mbak sudah anggap kamu seperti adik Mbak sendiri. Devan kelihatannya baik, dia juga bisa bikin kamu sering ketawa. Mbak rasa kamu juga lebih ceria setelah deket sama dia. Tapi, kamu harus tahu perasaan dia kayak gimana sama kamu. Yang lebih penting, kamu harus lebih dulu yakin sama perasaan kamu. Kamu benar-benar suka atau nggak sama Devan. Jangan sampai kamu larut dalam sebuah kesalahpahaman.”

Keinarra menoleh ke arah yang membuatnya merasa diperhatikan. Benar saja, ada 3 orang remaja perempuan berseragam putih abu-abu. Begitu Keinarra melihat, mereka langsung melempar senyum kepada Keinarra. Keinarra pun membalas senyuman mereka. Ketiga remaja perempuan tadi tampak agak histeris, namun mereka tampak berusaha menahan diri untuk tidak berteriak. Setelah berbisik-bisik sesaat, mereka secara kompak berdiri dan berjalan ke meja Keinarra. 

“Kak Kei, boleh...minta...tanda tangan nggak?” ucap salah satu di antara mereka dengan hati-hati.

“Boleh dong.” Keinarra menjawab dengan senyum di wajahnya.

Ketiganya agak gelagapan saat Keinarra mengiyakan permintaan mereka. Meski begitu, dengan segera mereka menemukan kertas dan bolpoin. Tentu saja mereka menyiapkan 3 lembar kertas. Keinarra secara bergantian membubuhkan tanda tangannya di ketiga kertas itu. Setelahnya, ia menyerahkan kertas, yang tidak lagi kosong, dan bolpoin kepada si empunya dengan senyuman.

Tanpa aba-aba, ketiganya serempak mengatakan,”Makasih, Kak.” Ketiga remaja tadi tidak langsung beranjak dan bertatapan sesaat, kemudian anak yang sama dengan yang meminta tanda tangannya Keinarra tadi berkata,”Kalau foto boleh juga nggak?”

Keinarra mengangguk dan langsung mengambil posisi untuk berfoto dengan ketiga remaja itu. Setelah mengambil beberapa foto, ketiganya melangkah mundur seolah akan beranjak dari tempat itu.

“Makasih banyak ya, Kak. Kami akan selalu jadi Keilova yang setia.”

Keinarra tertawa kecil,”Iya, harus dong. Makasih banyak ya.” Ketiga remaja yang tampak sangat mengagumi Keinarra itu pun kembali ke meja mereka.

Lihat selengkapnya