*Dama pov*
Pukul 06.00 pagi. Aku sudah duduk di meja makan. Menyantap roti bakar buatan abangku. Aku sangat semangat pagi ini. Hari pertama masuk sekolah setelah liburan semester. Ditambah dua bulan libur tambahan akibat dikeluarkan dari sekolah.
Bukan suatu kebanggaan memang, tapi aku melakukannya karena terpaksa. Meski insiden itu membuat kehidupanku berbalik 180 derajat, aku tak pernah menyesalinya. Aku hanya berharap, suatu saat nanti semua orang tahu alasanku melakukannya.
Namaku Afika Damaratri, anak kedua keluarga Ratri. Sejak insiden dikeluarkan dari sekolah, aku tak diijinkan tinggal sendiri di rumah. Kini aku hidup di sebuah apartemen bersama abangku, karena ayah dan ibu sibuk dengan pekerjaan mereka dan tidak bisa mengawasiku.
Selama dua bulan ini kegiatanku hanya berada di apartemen abangku, Kinan Devaratri. Seorang rapper di sebuah grup hip hop. Dia debut bersama bang Dean dalam sebuah duo grup bernama Double Dee. Selain rapper, bang Kinan juga bekerja sebagai komposer lagu.
Selama liburan, sesekali bang Kinan memang mengajakku jalan-jalan atau liburan, tapi tidak sering. Dia sangat sibuk. Saat di apartemen saja dia masih tetap bekerja. Terkadang aku membantunya saat dia butuh bantuan. Seperti saat merekam lagu ciptaannya dan dia butuh suara perempuan, aku akan melakukannya. Tapi itu hanya beberapa kali.
Aku lebih banyak menghabiskan waktu sendiri, belajar pelajaran sekolah menjadi lebih menarik bagiku saat liburan. Mungkin efek karena aku merindukan suasana sekolah. Lebih parahnya, karena terlalu suka belajar aku sudah menyelesaikan materi pelajaran wajib bagi kelas sepuluh, bahkan aku sudah mempelajari beberapa bab pelajaran kelas sebelas. Hanya mata pelajaran wajib, aku tidak tertarik dengan mata pelajaran tambahan. Kalau di sekolahku dulu, mata pelajaran tambahan adalah mata pelajaran yang berhubungan dengan kesenian. Karena aku bersekolah di sekolah dengan kurikulum tambahan di bidang seni pertunjukan.
Setelah sarapan aku bergegas ke halte bus. Bang Kinan sebenarnya memberi tawaran untuk mengantarku ke sekolah pagi ini, tapi aku menolaknya. Berdalih bisa mandiri dan tidak ingin merepotkannya.
Aku sudah tiba di seberang sekolah baruku. Sekolah dengan model yang sama seperti sekolahku dulu. Sepertinya ayah memang ingin aku mengikuti jejak bang Kinan sebagai penyanyi, makanya aku dimasukkan ke sekolah seperti ini. Sekolah ini awalnya menolak kepindahanku. Tiba-tiba saja dua hari yang lalu ayah mengabari jika sekolah ini menerimaku. Aku tebak, pasti uang ayah yang mengatur semuanya.
Kuperhatikan semua murid yang berlalu lalang. Ada yang jalan kaki, diantar dengan mobil mewah, bahkan ada murid yang mengendarai mobil sendiri ke sekolah. Sekolah ini elit dan mewah, tapi kudengar tak sedikit juga murid yang berasal dari kalangan bawah. Sekolah menyediakan beasiswa khusus bagi murid berbakat hingga mereka lulus sekolah.
Saat ini baru aku sadar. Keadaanku sekarang tidak seperti beberapa bulan yang lalu. Aku tidak lagi bersekolah di sekolahku yang dulu. Tak akan lagi bertemu sahabat-sahabatku.
Kini orang-orang melihatku sebagai Dama yang baru. Dama yang jahat dan psikopat. Setidaknya itulah julukan teman-teman sebelum aku dikeluarkan dari sekolah. Julukan yang tepat bagi seorang murid yang mencoba membakar sekolahnya sendiri. Miris memang.
Aku sedih saat mendengar orang-orang menggunjingkanku. Bahkan aku sempat bertanya pada diriku sendiri. Apa sebaiknya aku benar-benar bersikap menjadi orang jahat saja? Pura-pura menjadi orang jahat lebih tepatnya. Sejak dulu aku benci orang memandang kasihan padaku. Apalagi jika aku terlihat lemah saat orang-orang merendahkanku, aku tidak ingin ada orang bersimpati karena hal itu.
Sebelum masuk ke gerbang sekolah aku sudah memutuskan. Aku akan menjadi orang jahat, pura-pura jahat. Aku belum tahu lingkungan seperti apa yang akan kuhadapi. Mungkin lebih buruk dari sekolahku sebelumnya. Lebih baik aku berjaga-jaga untuk melindungi diriku sendiri.
***
Aku sudah berada di ruang kepala sekolah. Orangnya sangat ramah. Aku bertanya-tanya, bagaimana bisa ada seorang kepala sekolah yang tetap baik terhadap murid pindahan dengan catatan buruk di masa lalu. Dia menjelaskan panjang lebar tentang calon kelas baruku. Kelas yang katanya unggulan dan selalu rukun. Hatiku meringis, sepertinya kehadiranku akan mengusik ketenteraman mereka.