Laki-laki yang menangis bukan berarti dia lemah, justru karena hati nya dipenuhi kasih sayang terhadap seseorang.
Aku melajukan motor ku dengan kecepatan penuh, aku tak mampu lagi membelenggu air mata yang memberontak ingin keluar. Pikiran saat ini hanya lah tentang satu nama 'PAPA'. Ku harap ini hanya lah kesalahpahaman, papa tak mungkin meninggalkan kami secepat ini.
Setelah sekitar 15 menit akhirnya aku memasuki cluster perumahan ku, aku takut. Dan benar saja, aku mendapati rumah ku dengan keadaan ramai, aku memasuki motor ke garasi rumah.
Aku berlari, dan sesekali aku tersandung, dikarenakan penglihatan ku yang terhalang oleh air mata.
Dan akhirnya, aku mendapati sosok yang terbaring disana. Orang yang sangat aku sayangi, orang yang begitu pekerja keras demi keluarga nya, orang yang selama ini menjadi inspirasi ku.
"Kakakkkk.." Tiba-tiba Lis datang dan memeluk ku.
Aku membalas pelukannya, dan kami sama-sama berjalan kearah mama yang sedari tadi berada disamping almarhum papa.
Air mata mama begitu deras, mama begitu mencintai papa. Yang aku tahu papa dan mama tidak pernah bertengkar, pernikahan mereka begitu harmonis.
"Paa.. kenapa kamu pergi duluan?" Tanya mama kenapa seseorang yang tidak mungkin bisa menjawab.
Aku dan Lis memeluk mama, mencoba untuk menguatkan satu sama lain. Beberapa saudara kami juga datang, mereka pun turut berduka atas kepergian papa.
Aku memutuskan aku sendiri lah yang akan memandikan jenazah papa dibantu dengan saudara dan tetangga. Setelah itu kami menshalati jenazah papa, dan menguburkannya. Aku juga yang mengangkat keranda papa menuju ke pemakaman, aku turut menguburkannya. Aku masuk ke liang lahat, dan perlahan membaringkan papa disana, aku tersenyum memandang jasad yang sudah dibungkus oleh kain kafan.
"Papa terimakasih untuk segalanya, ma'afkan Rakha belum bisa membuat papa dan mama bangga." Ucap ku pelan didalam liat lahat.
Dan aku segera kembali naik keatas dibantu oleh bapak-bapak penggali kubur. Aku melihat dari atas, perlahan kain kafan itu hilang tertimpa oleh tumpukan tanah.
"Selamat tinggal papa" Gumam ku dalam hati.
Selanjutnya pembacaan doa, yang dipimpin oleh ustadz dikomplek perumahan kami. Setelah selesai, perlahan orang-orang pergi berpamitan. Dan disini tinggalah aku, mama, Lis, dan Deden.
Oh iyaa, setelah mendapat kabar dari sekolah, Deden bergegas nenyusul kami ke pemakaman. Mata Deden juga sembab, dikarenakan habis menangis. Deden adalah satu-satunya teman ku yang terbilang cukup akrab dengan papa ku.
Pernah suatu hari, sewaktu papa sedang pulang ke Batam, dan papa mengajak kami untuk berlibur ke salah satu pulau di Batam. Dan aku memutuskan untuk mengajak Deden, yaa dikarenakan aku kasihan padanya pasti dia ingin sekali merasakan liburan seperti keluarga ku. Dan papa mama tak masalah dengan keputusan ku. Dan dari situ lah papa dan Deden banyak bercerita, dan sesekali papa juga ikut membantu dalam perekonomian keluarga Deden, seperti membayarkan SPP sekolah Deden. Papa juga pernah bilang kalau Deden adalah anak yang tulus, dan dia tidak akan memanfaatkan mu. Dan sejak saat itu, aku dan Deden sudah menjadi seperti saudara.