Mar merebahkan tubuhnya, lalu melamun. Ingatannya tertuju pada awal perjumpaannya dulu dengan Ben. Saat itu Mar berada di salah satu kamar sebuah hotel bintang lima bersama salah seorang pelanggannya yang bernama Roy. Kali itu merupakan pertemuan pertama Mar dengan Roy. Seperti biasa, sebelum mulai melayani pelanggan kalangan atas seperti itu, Mar meminta izin untuk ke kamar mandi. Meski dia yakin tubuhnya masih bersih karena sengaja memesan taksi agar terhindar dari panas matahari dan debu, dia tetap merasa perlu untuk memastikan kembali penampilannya.
Mar melihat pantulan dirinya di depan cermin. Memutar kran wastafel dan mencuci tangan. Usai mengambil tisu untuk mengeringkannya, dia meraih tas kecil dan mengeluarkan bedak. Ditepuk-tepuknya benda padat berwarna krem itu merata di seluruh wajah dan leher. Setelah merasa cukup, dia mengeluarkan lipstik warna merah marun dari dalam tas, menguaskan tipis ke bibirnya. Terakhir, Mar menyemprotkan sedikit parfum di pergelangan tangan dan leher. Kembali dia memperhatikan cermin. Mematut gaun merah selutut tanpa lengan motif kuncup melati yang membungkus sebagian tubuhnya. Setelah dirasa cukup, Mar memasukkan bedak, lipstik serta parfum ke dalam tas, dan berjalan keluar.
“Sepertinya kamu suka sekali membuatku menunggu.” Roy berdiri tepat di depan pintu kamar mandi. Mar terkejut, terlihat dari ekspresi wajah dan tubuhnya yang sejenak mematung.
“Oh, saya bukan bermaksud begitu. Tapi meskipun saya tidak sengaja, saya tetap akan memohon maaf kepada Pak Roy,” balas Mar usai dirinya bisa mengendalikan diri. Dia memasang senyum paling menawan dengan tatapan manja yang memang tak pernah dibuat-buat. Seolah kepolosan itulah satu-satunya cahaya yang dimilikinya sejak lahir, hingga mampu menerobos awan gelap yang melingkupi tubuh dan pekerjaannya.
Roy tersenyum. Tangannya melingkari pinggang Mar hingga tubuh mereka berdua menempel satu sama lain. “Mas Roy. Tentu aku belum terlalu tua untuk pantas mendapat panggilan Pak, bukan?”
Mar menjawab dengan anggukan dibarengi tawa kecil. Roy gemas melihat wanita sewaan di hadapannya itu. Tak sabar diciumnya bibir merona Mar. Mereka berpagut dalam. Kedua tangan Roy menelusuri lekuk tubuh Mar mulai dari kepala, payudara, hingga bokong, sesaat sebelum akhirnya Roy mengangkat tubuh Mar dan merebahkannya di ranjang. Roy melepas gaun Mar, dilemparnya sembarangan hingga jatuh ke lantai. Menyisakan kutang, celana dalam, serta sepatu hak tinggi berwarna hitam di tubuh Mar. Roy bangkit untuk melepas sendiri kemejanya. Dia kini bertelanjang dada. Memperlihatkan bulu-bulu lebat di dada dan perutnya.
“Oya, kuharap kamu juga suka bermain-main,” ungkap Roy sembari membawa dua gelas anggur merah yang salah satunya diserahkan pada Mar.