Sosok Lain
-PART 6-
“Sejak kapan kamu tahu soal Dinda, Mad?” tanya Pak Kusno penasaran. Ketika Ahmad selesai menceritakan tentang apa yang ia ketahui.
“Sejak aku membaca catatan yang ditinggalkan oleh Ajeng. Meski aku merasa dikhianati oleh kalian semua, aku memilih untuk diam. Aku tidak ingin lelembut yang sudah menjadi peliharan keluarga ini mengincar Dinda” ucap Ahmad getir.
Pak Kusno menghela nafas panjang. Dia tidak mengira jika Ahmad sudah mengetahui tentang keadaan Dinda.
“Maafkan kami Mad, karena sudah menyembunyikan ini semua. Tapi sekarang ada masalah yang jauh lebih penting. Ada beberapa hal yang belum kau ketahui.” jawab Pak Kusno
Ahmad diam memperhatikan. Pandangannya menatap tajam ke mata Pak Kusno. Dia bertanya-tanya hal lain apa yang dimaksud oleh mertuanya itu, selain tentang makhluk yang menjadi sumber masalah di keluarga ini.
“Apa yang sebenarnya belum ku ketahui?” tanya Ahmad hati-hati.
“Banyak... Bahkan lebih banyak dari yang kau kira” ucap Pak Kusno, sambil membakar sebatang rokok di tangannya.
“Selama ini mungkin kau sudah tahu tentang apa yang terjadi dengan Dinda. Tapi ada hal yang tidak sesuai dengan apa yang kau pikirkan” lanjut Pak Kusno.
“Maksudnya?” ucap Ahmad kebingungan.
“Sosok wanita yang kau ceritakan tadi, bukan lah makhluk yang mengincar nyawa kalian” ucap Pak Kusno pelan.
Ahmad terdiam, mencoba mencerna kalimat yang diucapkan oleh Pak Kusno. Jika memang demit yang selama ini ia temui bukanlah peliharaan keluarga Sukmaadji, siapa sebenarnya sosok itu?
“Jelaskan! apa yang sebenarnya terjadi?” desak Ahmad.
Pak Kusno mengembuskan napas panjang disertai asap rokok yang keluar dari lubang hidung dan mulutnya.
“Seperti yang kukatakan tadi, sosok wanita yang selama ini kamu lihat bukanlah perewangan milik keluarga Sukmaadji. Justru dia lah yang menjagamu dari sosok Sengkolo. Namun semua berubah, saat Dinda kembali ke rumah ini beberapa hari yang lalu...” ucap Pak Kusno.
“Sengkolo? Siapa Sengkolo?” potong Ahmad.
“Dia lah perewangan dari keluarga Sukmaadji. Kehadirannya selalu ditandai dengan suara wayangan dan aroma bunga mawar. Terkadang dia pun meninggalkan kelopak bunga mawar di waktu-waktu tertentu” jelas Pak Kusno.
“Awalnya aku mengira kalau Sengkolo tidak akan muncul lagi dengan semua ritual yang sudah kami lakukan. Sama sepertimu, aku juga berpikir jika ritual Lebur Sukma mampu menjaga Dinda dari Sengkolo, walau pun dia kembali ke rumah ini. Tapi kini ritual itu sudah tidak berguna...” ucap Pak Kusno.
Mereka semua yang ada di dalam ruangan memperhatikan Pak Kusno. Tidak ada satupun yang menyela ucapannya, bahkan saat laki-laki tua itu berhenti sejenak untuk mengisap rokoknya.
“Sejak kembalinya Dinda, dia sudah mendapat banyak petunjuk tentang kehadiran Sengkolo. Dari mulai dia mendengar suara wayangan yang berasal dari arah kamarmu, adanya kelopak bunga mawar yang berserakan di bawah ranjangmu, hingga dia bisa melihat sosok Ratmi.” jelas Pak Kusno.
Ahmad mengerutkan dahinya, “Suara wayangan? dari arah kamarku? Kenapa aku tidak pernah mendengarnya?” tanya Ahmad kebingungan.
Pak Kusno menggeleng, “Tidak. Selama Ratmi ada didekatmu, Kau tidak akan pernah bersinggungan dengan Sengkolo. Dan salah satu tanda lainnya jika Sengkolo terbebas yaitu dengan kesembuhanmu. Itulah perjanjian yang dibuat oleh Sukmaadji dengan sosok Ratmi”
“Kalau aku dijaga oleh Ratmi... Dan kalian sudah melakukan ritual untuk menjauhkan Sengkolo dari Dinda. Kenapa ritual itu bisa rusak?” tanya Ahmad penasaran.
Sekali lagi, Ahmad memandang ke arah mereka bertiga bergantian. Cukup lama mereka terdiam tidak menjawab pertanyaan Ahmad.
“Pak Kusno?” desak Ahmad.
“Ayah,...” ucapan Dinda dipotong Mbok Marni memintanya untuk diam.
“Biarkan kakekmu yang menjelaskan” ucap Mbok Marni. Takut jika Ahmad mengetahui anaknya sudah melakukan hubungan terlarang, dia akan meluapkan emosinya kepada Dinda.
“Dinda sudah akan menikah, Mad...” ucap Pak Kusno pada akhirnya.
Ahmad terperanjat, dia tidak mengetahui perihal rencana pernikahan anaknya. Dia menatap Dinda dalam-dalam mencoba mengonfirmasi kebenarannya.
“Apakah diucapkan kakekmu, nduk?” tanya Ahmad.
Dinda mengangguk, menjawab pertanyaan Bapaknya. Dia masih tidak berani menatap Ahmad secara langsung, perasaan takut menyelimuti batinnya.
“Jadi, karena Dinda akan menikah lantas ritual yang dulu pernah kalian lakukan bisa rusak?” tanya Ahmad.
Semua yang ada di ruangan itu menggeleng bersamaan. Ahmad semakin bingung, rasa jengkel mulai ia rasakan.
“Ayo lah, jelaskan saja apa yang sudah terjadi” ucap Ahmad keras.
“Tahan emosi mu Mad... Baiklah, akan kujelaskan. Ritual Lebur Sukma itu rusak karena Dinda pernah melakukan hubungan badan dengan calon suaminya” ucap Pak Kusno lantang.
Mata Ahmad membulat, melotot ke arah Dinda. Dia tidak menyangka jika anaknya sudah melakukan hal seperti itu.
“Maafkan Dinda, Yah” ucap Dinda lirih.
“Siapa laki-laki itu?” ucap Ahmad datar, namun tatapannya mengarah langsung ke bola mata Dinda. Rasa marah muncul di hati Ahmad.
Belum sempat Dinda menjawab pertanyaan Ahmad, Mbok Marni sudah mendahuluinya,“Itu tidak penting sekarang. Untuk saat ini, yang terpenting bagaimana menjauhkan Sengkolo dari kalian berdua. Seharusnya kau menyalahkan dirimu sendiri Mad, bukan mempermasalahkan sesuatu yang sudah terjadi. Dinda selama ini sudah jauh dari keluarganya, dan kau masih mau menyudutkannya?” tukas Mbok Marni tajam.
Dinda menengok ke arah Mbok Marni yang mukanya sudah merah padam. Terkesima karena tidak biasanya dia membalas ucapan Ahmad dengan nada tinggi dan keras seperti itu.
“Benar, ini semua salahku. Sekarang apa yang harus kita lakukan?” ucap Ahmad melunak.
“Panggil Ratmi, cari tahu bagaimana caranya memutuskan ikatan yang sudah turun-temurun di keluarga kalian” kata Pak Kusno.
“Bagaimana caranya?” tanya Ahmad.
“Itu urusanku, yang terpenting sekarang kalian harus bersiap saja dengan kemungkinan terburuk. Aku tahu bagaimana ganasnya Sengkolo. Aku sendiri sudah melihat bagaimana dia berbuat keji kepada manusia” ucap Pak Kusno, sembari beranjak meninggalkan ruangan.
“Tunggu dulu aku belum selesai. Apa yang diinginkan Sengkolo dari Dinda? Bukankah seharusnya dia mengincarku?” tanya Ahmad.
“Selain mengambil nyawamu, saat ini dia juga ingin menikahi Dinda” ucap Pak Kusno.
Ahmad menghela napas, kepalanya terasa begitu berat. Berulang kali dia mengusapkan telapak tangan ke wajahnya.
“Mengapa Sengkolo ingin menikahi Dinda?” tanya Ahmad getir.
Mbok Marni benar-benar terenyuh dengan nasib Ahmad. “Tenangkan dirimu, Mad. Berdoalah semoga semua baik-baik saja” ucap Mbok Marni.
“Dosa apa yang telah kulakukan, Mbok. Sampai anak ku ikut menanggung karmanya” ucap Ahmad prihatin.
“Begitulah kehidupan, kamu harus lebih tenang dan kuat menjalaninya. Ini semua demi anakmu, setidaknya itulah yang akan kulakukan untuk menyelamatkan cucuku. Ingat, aku sudah pernah kehilangan anak, jangan sampai itu terjadi dirimu” tegas Mbok Marni.
Ahmad termenung, matanya terpejam. Mencerna setiap kata-kata yang diucapkan oleh Mbok Marni. Meskipun dia merasa dunia ini tidak adil, tapi ada orang yang jauh lebih tersiksa dari dirinya.
“Kita lakukan apa yang kakekmu sampaikan” ucap Ahmad kepada Dinda.
*****
Malam kembali datang, suara serangga terdengar merdu saling bersautan. Seolah suara mereka menjadi pengiring di setiap aktivitas yang terjadi di rumah keluarga Sukmaadji.
Saat ini Dinda sedang berada di dalam kamar Ayahnya. Sedari sore dia berada di sana, Ahmad memintanya untuk menceritakan semua detail apa yang sudah Dinda lalui selama ini.
“Jadi, Ratmi mengatakan kalau Ayah bisa hidup karena dia masih ada disini?” tanya Ahmad, dengan nada tidak percaya.
Dinda menganggukan kepalanya, “itu yang diucapkan Ratmi. Bukan Dinda tidak senang dengan kesembuhan Ayah, tapi...”
“Tapi khawatir kalau apa yang dikatakan Jin itu benar?” potong Ahmad.
Dinda kembali menganggukkan kepalanya, “jangan mudah percaya dengan ucapan mereka, Nduk. Hidup dan mati adalah ketentuan Tuhan, kita sebagai manusia hanya bisa berusaha untuk menjalani kehidupan sebaik mungkin” jelas Ahmad.
“Jadi, kapan Ayah bisa ketemu dengan calon suamimu?” tanya Ahmad untuk mengalihkan pembicaraan.
“Besok, ksaat semua masalah di keluarga ini sudah selesai, Yah” jawab Dinda.
Ahmad mengangguk mengerti, “andai, eyang mu tidak melakukan persekutuan itu. Mungkin, kita masih bisa berkumpul bersama ibumu” gumam Ahmad.
“Dinda bermimpi ketemu Eyang” sahut Dinda, teringat akan mimpi yang dialaminya semalam.
Seketika Ahmad menengok ke arah Dinda, “Eyang siapa?”
“Eyang Sukmaadji. Beliau meminta untuk mengakhiri semua ini, dan berpesan agar Dinda tidak melakukan apa yang sudah dilakukannya” terang Dinda.
“Sebenarnya Ayah juga tidak pernah suka dengan segala macam hal yang berkaitan dengan ritual gaib. Apa yang dilakukan Eyang mu dan Pak Kusno tidak pernah membuahkan hasil yang baik” kata Ahmad sengit.