Leesya berdiri di balkon rumahnya sembari menikmati panorama indah kesukaannya, orang menyebutnya senja. Sejenak Leesya merasa iri, Leesya ingin menjadi senja. Indah dan membius. Tapi sedetik kemudian Leesya mengurungkan keinginannya, senja hanya untuk dinikmati. Kalau senja tak indah, apa masih banyak orang yang peduli?
"Lee, malam ini mau kemana?" Rendra, abang Leesya tiba-tiba muncul dan menepuk bahunya. Ck, kebiasaan.
Hari ini adalah malam minggu, malam yang cukup membuat pemuda-pemudi yang jomblo merasa gundah gulana. Tapi tidak bagi Leesya, ia memang lebih suka di rumah dengan menonton atau membaca novel.
"Nggak mau kemana-mana. Leesya mau tidur."
Rendra tertawa. "Nggak asyik banget, Lee. Pantes jomblo," katanya dengan nada meledek.
"Daripada abang, punya pacar tapi nggak bisa diajak jalan, kan? "
"Tania cewek baik-baik, Lee. Makanya di rumah terus, dia nurut sama orang tuanya."
"Berarti Leesya juga cewek baik-baik, kan?"
"Baik banget kalau nemenin abangnya jalan-jalan. Leesya mau, kan?"
Leesya memasang eskpresi yang seakan-akan sedang berpikir keras. "Aslinya males, sih. Tapi Leesya kasian sama abang. Mau, deh."
"Dasar cewek, gengsi digedein."
"Jangan bawa-bawa gender gitu, deh. Leesya bawa pasukan cewek-cewek nanti abang kelar hidupnya."
"Ampun."
•••