Legenda Negeri Kaili

Aspasya
Chapter #4

Keributan Di Pagi Buta

Berangsur-angsur suasana kembali tenang. Hiruk pikuk pertempuran, jerit tangis ketakutan dan ratapan minta tolong tidak lagi terdengar. Hanya ada beberapa aktivitas kecil pasukan atau pun rakyat yang membereskan sisa-sisa pertempuran dan suasana kota yang berantakan.

Namun tidak begitu dengan situasi di istana. Di pagi itu, istana telah dipenuhi dengan kekacauan. Para prajurit yang hilir mudik berpatroli, para kasim yang menjaga setiap istana dengan ketat, dan para pelayan serta dayang-dayang istana yang kebingungan.

Sesungguhnya mereka tidak memahami apa yang sedang terjadi saat ini. Pemberontakan yang meletus menjelang malam hari, sungguh di luar dugaan banyak orang.

Di pagi buta itu, mereka menyambut kemenangan sang kaisar tanpa memahami sepenuhnya situasi saat ini. Banyak diantara para penghuni istana tidak tahu menahu apa yang sebenarnya terjadi. Mereka hanya tahu ada pemberontakan. Namun siapa dan apa penyebabnya, mereka buta sama sekali.

Kini mereka menyambut kembalinya sang kaisar dari pertempuran. Beberapa dayang di bawah pimpinan Kasim Wang segera bergegas menyambut Yang Mulia di aula utama. Sedangkan, sebagian dayang mengikuti Ibu Han untuk mempersiapkan kedatangan seorang permaisuri seperti di perintahkan Yang Mulia Kaisar tadi.

Hilir mudik para dayang, pelayan maupun prajurit membuat suasana istana yang biasanya tenang menjadi sedikit kacau. Mungkin hanya Kasim Wang dan Ibu Han yang tetap tenang. Mereka berdua adalah orang-orang kepercayaan Ao Yu Long dalam mengelola urusan istana.

Mereka berdua nampak sibuk mengarahkan para dayang dan pelayan istana sesuai tugas mereka masing-masing. Para dayang dari balai pengobatanlah yang paling sibuk. Tampak mereka sibuk berlarian menyambut para prajurit yang terluka.

Hanya di pondok di salah satu sudut lingkungan istana yang tetap tenang. Seorang gadis muda bergaun putih tampak berdiri tegak di depan pondok. Tangannya mendekap sebuah sitar. Sementara sebuah guzheng tampak berada di sebelahnya.

Gadis itu hendak berbalik menuju pondoknya, namun kedatangan seseorang membuat langkahnya terhenti.

"Nona Duan, ikutlah denganku!" Seorang wanita setengah baya tergesa-gesa memanggilnya.

"Ibu Chin, ada apa? Apakah terjadi sesuatu?" Gadis cantik itu menatap wanita di depannya dengan heran.

Ibu Chin, kepala pelayan di istana naga tidak biasanya sepanik itu. Di mata para dayang dan pelayan istana, sosok Ibu Chin adalah sosok paling tenang yang jarang sekali terlihat emosinya.

"Sudahlah, kau ikut denganku saja." Ibu Chin menarik lengan gadis itu. Dan dengan setengah terseret gadis itu mengikuti Ibu Chin dengan bingung.

"Aiyo Nona Duan, Ibu Chin kenapa kalian berlarian seperti itu?" Seorang gadis kecil berumur belasan tahun, yang baru keluar dari pondok terheran-heran melihat kedua wanita tadi.

"Cui Lian ikutlah dengan kami, jangan banyak bertanya!" Ibu Chin setengah berteriak.

Cui Lian, gadis kecil tadi hanya melongo mendengar teriakan Ibu Chin. Dia terlihat kebingungan tidak tahu harus berbuat apa. Namun akhirnya dia kembali ke dalam pondok, mengambil baozi sarapannya yang belum habis dan segera menutup pintu pondok.

Lihat selengkapnya