Kota Ledo, yang berada di ujung timur Kerajaan Tonda, merupakan salah satu kota dengan perkembangan ekonomi yang terbilang cukup cepat.
Produk komoditas sebagian besar berasal dari hasil pertambangan. Baik itu batu permata, dan berbagai jenis logam langka hampir semuanya adalah kualitas terbaik. Dengan penanganan manajemen yang baik dan tepat, tidak butuh waktu lama bagi pertumbuhan ekonomi Kota Ledo berkembang pesat.
Dengan kekayaan alam yang sangat melimpah dan cara pemanfaatan yang benar, kehidupan masyarakat di Kota Ledo berangsur-angsur membaik. Dalam waktu kurang dari sepuluh tahun, status banyak orang di kota ini meningkat. Ada banyak orang kaya di kota ini.
Dipermukaan, kehidupan orang-orang yang tinggal di sini terlihat makmur karena mereka tampak sibuk bekerja setiap hari. Namun pada kenyataannya, tidak sedikit orang yang hidup di sudut gelap di belakang bangunan mewah. Mereka adalah sekelompok orang yang terlupakan, dipandang sebelah mata, dan kehadiran mereka dianggap tidak ada.
Itu adalah hal yang miris, dan amat sangat di sayangkan. Namun nyatanya, hal itu benar-benar ada. Di balik gemerlap dan keindahan kota yang maju, disudut terjauh yang tidak diperhatikan oleh masyarakat, hampir selalu ada sekelompok orang yang keberadaannya tidak dianggap.
Meskipun para petinggi kota juga mengetahui keberadaan mereka, dan telah merancang suatu program untuk memperbaiki hal tersebut, namun setelah beberapa waktu, tidak ada perubahan yang terlihat.
Selain karena kurangnya kontribusi dari masyarakat itu sendiri dan minimnya pendidikan yang diberikan, faktor-faktor lain seperti pembangunan kota juga sangat berpengaruh. Hampir setiap dana yang dikeluarkan pemerintah dengan maksud untuk membantu masyarakat yang tidak mampu, digunakan untuk hal-hal lain di bawah manipulasi para pejabat setempat.
Selama seseorang memiliki sedikit saja otak, mereka pasti dapat menebak bahwa ada sebuah konspirasi, dan itu harus disembunyikan dengan sangat baik agar tidak diketahui oleh para petinggi negara. Meskipun tidak ada bukti, tapi beberapa hal tidak membutuhkan bukti untuk menegaskan suatu peristiwa, karena yang ada dan terjadi dilapangan adalah buktinya.
Dengan demikian, setelah beberapa tahun, bangunan di kota semakin bagus, tetapi orang-orang miskin yang hidup dipinggir kota hampir tidak berkurang.
***
"Bocah bau, masih kecil tetapi sudah berani untuk mencuri! Mau jadi apa besar nanti, perampok?"
Di jalan yang terbuat dari batu bata dan cukup banyak orang berlalu lalang, seorang wanita paruh baya dengan sosok gemuk yang tampak berusia 40-an dan memakai pakaian mewah terlihat menggenggam tangan seorang anak kecil. Sekilas melihatnya, orang-orang bisa tahu bahwa keduanya bukanlah sepasang ibu dan anak, karena penampilan mereka sangat berbanding terbalik.
Satu seperti bunga cantik di taman, yang dirawat dengan baik dan memberi kesan keindahan, sementara satunya lagi seperti lumpur kotor di tanah, yang sangat dihindari oleh orang kaya dan para bangsawan.
"Tidak! Lepaskan aku, lepaskan aku!"
Bocah laki-laki dengan pakaian pengemis itu berteriak, dan suaranya yang kekanak-kanakan bergetar. Dia menarik tangan kecilnya yang dicengkeram oleh wanita berpakaian mewah, berusaha melepaskan diri. Namun, karena perbedaan ukuran tubuh dan kekuatan mereka, usaha yang dilakukan bocah itu sia-sia.
Semakin kuat dia menarik lengan kirinya, cengkraman wanita itu pada lengannya juga mengencang, dan pergelangan tangannya yang kecil memerah dan lecet.
Penampilan bocah laki-laki yang terlihat baru berusia sekitar 6 atau 7 tahun itu tidak bisa dikatakan sebagai sederhana, bahkan lebih jauh, dia terlihat menyedihkan dengan pakaian yang dikenakannya. Jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya, dia jauh lebih kurus dan tidak terawat.
Pakaian yang dikenakannya tidak hanya kotor dan lusuh, tetapi juga penuh dengan tambalan dan kebesaran untuk tubuh kecilnya. Selain sepasang mata hitamnya yang cerah dan polos, seluruh tubuhnya kotor dengan tanah dan debu kotor. Rambut hitamnya yang panjang dan tidak terurus bahkan basah dan berminyak.
Wanita paruh baya dengan pakaian mewah itu sepertinya tidak mendengarkan rengekan bocah pengemis di depannya. Masih dengan wajah angkuh, dia dengan sengaja mempererat cengkraman tangannya di lengan kecil bocah pengemis, yang mana hal itu membuatnya semakin kesakitan.
Melihat responnya yang menyedihkan, wanita itu sebenarnya tidak menunjukkan sedikit pun ekspresi sedih di wajahnya. Sebaliknya, dia justru tersenyum lebar yang memperlihatkan kerutan yang ada di wajahnya.
"Berhenti melawan. Jika tidak, aku akan memukul tubuh kecilmu yang kurang gizi itu." Wanita paruh baya yang gemuk itu mendengus, dan melontarkan kata-kata kasar yang tidak baik. Namun mirisnya, tidak ada satu pun dari orang-orang di sana yang menginterupsi atau sekedar menasehati wanita paruh baya itu agar tidak bersikap kasar.
Bagi orang-orang yang hidup di kota besar, khususnya di kota yang baru saja maju seperti di Kota Ledo, mereka pada dasarnya tidak memiliki waktu untuk mengurus kehidupan orang lain, terutama pada orang-orang yang menyedihkan. Tinggal di kota besar dan maju, yang di mana setiap orang berlomba-lomba untuk menghasilkan banyak uang untuk membeli barang mewah, praktis setiap harinya adalah hari yang sibuk.