Seorang pria berlari di tengah jalan dengan mengenakan seragam taktis berwarna hitam dipenuhi oleh peralatan militer pada tubuhnya, di lengan kanannya terdapat logo bergambar serigala dan wajahnya ditutupi oleh topeng berwarna hitam terbuat dari besi serta sebuah pedang panjang menggantung di punggungnya.
Ia berlari dengan di ikuti oleh seorang wanita yang mengenakan gaun berwarna putih namun menggunakan rompi anti peluru tak jauh belakangnya, seolah mereka sedang melarikan diri dari sesuatu.
Huh hah huh hah. Suara nafasnya terengah-engah.
Mereka berhenti berlari dan berdiri di tengah jalan, wanita tersebut merapatkan dirinya kepada pria tadi karena takut jika terjadi hal-hal yang dapat membahayakannya.
Pria tersebut merasa ada sesuatu yang janggal dengan keadaan sekitarnya, ia melihat area sekitarnya sangat sepi padahal mentari masih menyingsing dengan sangat teriknya. “Berhenti!” ucap John dengan nafas terengah-engah.
“Ada apa?!” tanya Jane dengan kebingungan.
“Ada yang aneh, tak ada satupun yang mengikuti kita,” jawab John melihat sekitarnya.
“Bukankah itu bagus?!”
Lalu sebuah peluru berkaliber besar dari seorang penembak jitu melesat mengenai lengan John dan menghantam aspal.
Sriiiiing … BRAK! Suara desingan peluru menghantam aspal.
John langsung menarik tangan Jane dan berlari menuju sebuah toko yang berada tak jauh dari posisi mereka berdiri, mereka masuk kedalam untuk berlindung dari peluru-peluru lain yang berterbangan mengincar nyawa mereka.
Mereka berdua terduduk dilantai sambil berlindung di balik tembok.
“Fuck fuck fuck! I’m getting older! (Sial sial sial! Aku bertambah tua!)” umpat John memegangi lengannya yang terluka.
Seragamnya basah oleh darah segar yang mengalir keluar dari luka tersebut.
Wajah Jane berubah menjadi pucat. “Yoo-oour hand, your hand is bleeding! (Taa-anganmu, tanganmu berdarah!)” tukas Jane dengan panik dan terduduk dilantai.
Lengan John meraih perban dari dalam kantung kecil yang berada di perutnya. “Calm down, wrap it up with this, (Tenang, tutupi dengan ini,)” perintah John seraya memberikannya pada Jane.
Jane mengambil perban tersebut dari tangan John.
“Your english was good, even though it’s not your native languange, hahaha, (Bahasamu bagus, meskipun itu bukan bahasa aslimu, hahaha,)” ucap John sambil tertawa.
“For fuck sake! Don’t you dare joking around in a time like this! (Sumpah yah! Jangan kamu berani bercanda di saat seperti ini!)” umpat Jane yang merasa kesal karena John masih bisa tertawa di tengah situasi seperti itu.
Tangan Jane bergetar dengan hebat karena ia tidak kuasa melihat darah yang mengalir, ia memejamkan matanya sambil meraba-raba menutupi luka di lengan John menggunakan perban tersebut.
“So it was a waste to learn your languange, (Jadi percuman saja aku mempelajari bahasamu,)” ungkap John yang sudah mempelajari bahasa indonesia selama kurang lebih tiga bulan.