Wanita tersebut berdiri di samping sofa sembari menutupi dirinya sendiri dengan selimut yang dibawanya dari kamar, kemudian bertanya padanya, “What are you thinking about? you look so lost in your thought. (Apa yang sedang kamu pikirkan? Kamu terlihat sepertinya sedang hanyut dalam lamunan.)”
“Nothing, just small things, (Tak ada, hanya hal kecil,)” sahut John mengelak. “Did I wake you up? I apologize. (Apakah aku membangunkanmu? Aku minta maaf.)”
“Nope, I’m waking up cause there’s no hand to hug me. (Tidak, aku bangun karena tak ada tangan yang harusnya memelukku.)”
“Come here, let me embrace you with all the love I have. (Kemari, biark aku mendekapmu dengan semua cinta yang ku miliki.)”
Wanita tersebut berjalan kearahnya dan duduk di hadapannya, seraya John membuka tangannya lebar-lebar dan mendekapnya dari belakang.
Selimut yang tadinya digunakan sendiri, kini menutupi mereka berdua.
“Did you know if rock is actually soft and getting tense up when we touch them? (Apakah kamu tahu jika sebenarnya batu itu lembut dan menjadi keras ketika kita menyentuhnya?)” tanya John.
“Hold on, what do you mean by soft? (Sebentar, apa yang kau maksud dengan lembut?)”
“Rock is actually soft. (Batu itu sebenarnya empuk.)”
“What kind of nonsense are you talking about? (Omong kosong apa yang sedang kamu bicarakan?)”
“Let me explain it to you, (Biarkan aku menjelaskannya padamu,)” tandas John meyakinkannya. “Actually they have capabilities like sonar in submarines, they can detect the surrounding area, (Sebenarnya mereka memiliki kemampuan seperti sonar di kapal selam, mereka bisa mendeteksi area disekitarnya,)” sambungnya memberitahukan hal tersebut. “So, when a touch or pressure hit applied to the surface, they’ll turn hard to protect themselves. (Jadi, ketika sentuhan atau tenakan terkena permukaannya, mereka akan berubah menjadi keras untuk mempertahankan diri.)”
“They’re living being? (Mereka makhluk hidup?”
“Basically, yes. (Pada dasarnya, iya.)”
Wanita tersebut sempat tertegun dan akhirnya percaya akan omong kosong yang John katakan.
“I believe you. (Aku percaya padamu.)”
“Touch that stone, (Sentuh batu itu,)” suruh John sambil menunjuk kepada perapian yang terbuat dari tumpukan batu dan semen.
Wanita tersebut menuruti perintahnya dan merangkak mendekati perapian lalu menyentuh batunya. “Ouch… God dammit John! It’s so fucking hot! (Aduh… demi Tuhan John! Itu sangat panas!)” umpat wanita tersebut kesakitan karena menyentuh batu yang panas di perapian.
Ia langsung mengalihkan pandangannya kepada John dengan wajah semerah buah apel sebab ditipu olehnya.
John menertawainya karena menurut saja pada perintanya. “Hahaha… you stupid little kid, (Hahaha… kau anak kecil bodoh,)” ejek John sembari berlari menuju kamar tidur dengan selimut yang menyapu lantai.
Wanita tersebut langsung mengejarnya, namun John lebih dahulu membuka pintu kamar dan menguncinya dari dalam agar wanita tersebut tidak bisa masuk kedalam.
Krek krek krek…. Suara gagang pintu di tekan-tekan.
“Open it John! (Buka John!)” teriak wanita tersebut sembari memegangi gagang pintu.
John yang berada di sisi lain pintu, tertawa kecil mendengarnya. “Hihihi, no, (Hihihi, tidak mau,)” ia melemparkan selimut ke atas ranjang.
Buk buk buk…. Suara pintu di gedor berkali-kali.
“Imma count till three, if you still didn’t open this damned door, I’ll throw your sword into the lake, (Akan ku hitung sampai tiga, jika kau masih tidak membuka pintu sialan ini, aku akan melempar pedangmu kedalam danau,)” ancam wanita tersebut. “One… two… thr- (Satu… dua… tig-)“
Belum selesai ia menghitung, John sudah membuka pintunya.