Penantian itu telah tiba, hari di mana akan di terimanya sebuah kabar dari salah satu orang terpenting di tempat kerja Leila. Pak Gawok, adalah orang yang mempunyai andil penting dalam sebuah pengambilan keputusan untuk semua staff, di tempat kerja Leila.
Agus datang dengan senyum merekah, mengembang bagaikan sekuntum melati yang mekar di pagi hari, aromanya semerbak. Pun dengan senyum lelaki tersebut. Ia melengkungkan sudut bibirnya dengan begitu sempurna.
"Ada apa, Gus, kok, ya, senyum-senyum sendiri?" tanya Leila, kedua sisi alisnya nampak saling bertautan, melihat Agus yang cengingisan di hadapannya saat ini.
Pria itu memperlihatkan sebuah amplop coklat di tangannya. Jika tidak salah lihat, beberapa saat tadi, Agus keluar dari ruangan Pak Gawok, dan saat ini, ia tengah memperlihatkan deretan giginya yang tertata rapi di dalam mulut pada Leila.
"Apa itu?"
Agus beringsut mendekati Leila yang masih duduk di kursi kerjanya. Pria itu duduk menggantung di atas meja Leila. "Katanya kau ingin pergi ke Kamboja. Ini surat tugasnya."
Leila segera beranjak, "yang benar kau, Gus! jangan guyon, ah!"
"Kita di panggil ke ruangan Pak Gawok setelah jam istirahat, kau pasti percaya jika beliau sendiri yang mengatakan padamu!"
"Jadi, beliau menyetujui tugas yang kita ajukan?" tanya Leila, ia meraih amplop dan segera membukanya. "Wah, ini beneran ternyata, Gus. Aku ndak mimpi!" sambungnya.
"Sudah aku bilang, kalau rencana kita ndak bakalan gagal, Lei. Pak Gawok bakal ngirim lima orang ke Kamboja, termasuk kita!" terang Agus. "Setelah istirahat nanti, kita disuruh mengahdap Pak Gawok, beliau akan menyampaikan apa saja yang harus di persiapkan sebelum kita pergi ke negara tujuan kita!" sambung Agus penuh semangat.
"Hati-hati, nanti kalian pulang tinggal nama, mau? Kalau saya sih, mending yang pasti-pasti saja. Nyawa, 'kok di tuker sama uang!"
Leila kaget ketika Wilujeng menyela obrolannya dengan Agus. Entah, apa maksudnya pria berkepala botak melingkar itu berkata demikian. Bukan Leila tak mendengar saat ia mengucapkan kalimat ejekannya. Sengaja wanita itu tak menggubris. Ia sengaja menulikan telinga dan memilih melihat hasil naskah yang akan ia sodorkan ke meja kerja Pak Gawok, untuk meminta persetujuan sebelum di terbitkan di halaman pertama; koran warta Semarang.
Pun dengan Agus, pria itu kembali ke meja kerjanya, memilih-milih foto terbaik untuk segera di cetak, dan di sandingkan dengan artikel yang di tulis oleh Leila.
"Jadi, berapa artikel yang harus diiterbitkan oleh koran kita besok?" Usai istirahat siang, Pak Gawok menerima berkas yang di sodorkan oleh Leila dan Agus. Bukan hanya mereka berdua, di ruang tersebut, ada lima orang lagi. Mereka para reporter dan jurnalis yang akan segera di kirim untuk meliput segala kejadian yang tengah terjadi di Negara Kamboja.