BAB DELAPAN
SELAMAT DATANG BENCANA
Nina meminta putus dari Yogi, karena Nina sudah tak tahan dengan semua gosip di tempat kerjanya sebagai kasir supermarket, semua teman-teman kasirnya sudah tahu kalau Yogi berselingkuh dengan Ningsih SPG-parfum di departemen store lantai satu. Ketika waktu makan siang, dimana para karyawan mall itu makan bersama, gosip itu makin terdengar menyakitkan bagi Nina. Lama-lama Nina tidak tahan dan malu, malu karena Yogi tak memberikan pernyataan apa pun pada Nina soal gosip itu, minimal Yogi memberikan konfirmasi bahwa hubungannya dengan Ningsih hanya gosip dan banyak tidak benarnya, ini tidak, Yogi tetap diam seribu bahasa tanpa penjelasan.
Yogi bertanya apa pasal tiba-tiba Nina meminta putus dengan dirinya? Nina tak menjawab, hanya diam dengan wajah sendu yang cantik, wajah keibuan dan kekaleman Nina-lah yang meluluhkan hati Yogi. Dengan memaksa Yogi meminta penjelasan.
“Aku sudah tak tahan berhubungan dengan kamu Yogi, lebih baik kita tidak berhubungan lagi, soal sebabnya aku tak berani menjelaskan terlalu menyakitkan buat aku…”
Diraihnya tangan Nina yang halus lalu digenggamnya erat-erat, kemudian diciumnya dan dengan cepat pula Nina melepas tangannya, Nina tak mau terbuai oleh rayuan lelaki yang sudah merusak cintanya yang suci, Nina sudah menyerahkan cinta sucinya pada Yogi-lelaki tampan se-supermarket yang bergelar supervisor ternyata tak dapat menjaga cintanya.
“Aku tidak melakukan hal yang membuatmu sakit hati, aku menjaga cintamu seperti aku menjaga cintaku sendiri padamu, kenapa tiba-tiba kamu minta berpisah?”
Nina menatap wajah Yogi yang tampan, lalu air matanya keluar, Nina terluka oleh irisan-irisan cemburu yang tak dapat ungkapkan, Nina terlalu lembut untuk bertarung dengan cintanya yang dia persembahkan pada Yogi. Nina tak sanggup menahan terus-menerus siksaan gosip dan ancaman mata jahat Ningsih, serta malunya teguran Ibu Kemuning pada dirinya. Nina yang lembut memilih meninggalkan Yogi ketimbang terus bertahan dengan segala gosip dan cibiran Ningsih yang selalu saja bertemu di mana pun Nina berada, Ningsih seperti hantu yang membayanginya, kemana pun Nina berada di mall tempat bekerja.
Dengan tegas Yogi mengatakan bahwa dirinya tak mau berpisah, cintanya pada Nina jauh melebih cinta Nina pada dirinya. Yogi tetap bertahan meski Nina meminta putus, akhirnya Nina memberi waktu agar Yogi berpikir ulang soal cintanya, begitupun Nina, sebenarnya tak ingin berpisah, namun kelembutan perempuan seperti Nina tak bisa dimengerti, Nina tak kuasa menahan cobaan, Nina tak sanggup bertahan dalam sebuah kerikil sekalipun, Nina ingin semua baik-baik saja, Nina tak mau ada apa-apa.
Yogi berjanji akan membungkam gosip itu dengan kekuatan cintanya, Yogi berjanji bahwa dia akan menjauh dari Ningsih sebisa dia menjauh, Nina tak percaya. Satu keinginan Nina, Yogi harus pindah kos!
0
Dengan setengah mati Yogi berusaha menjauh dari segala rayuan dan usaha Ningsih untuk mendekati dirinya, apa yang Ningsih usahakan untuk berbincang atau merayu dengan mengajak makan bersama keluar, atau menucuci bajunya dan segala hal yang membuat repot anak kos berusaha dihindari oleh Yogi. Siang-siang Ningsih menghantarkan makanan rujak di kala mereka libur, Yogi tak mencolek sedikit pun rujak itu, sampai busuk rujak itu masih tergeletak di piring di sudut ruang depan dengan sambalnya yang mengering. Iqbal pun demikian, sejak awal Iqbal sudah tak suka dengan cara Ningsih mendekati Yogi, gaya dan tingkah-laku Ningsih terlalu kentara bahwa dirinya ingin memiliki Yogi. Sialnya Yogi merasa semua biasa-biasa saja, semua apa yang dilakukan Ningsih dianggapnya biasa saja, kalau pun Ningsih memberi perhatian lebih dinilainya itu hal yang biasa saja, Yogi tak pernah mengambi hati, baginya perempuan macam bagaimana pun dan melakukan cara apa pun akan dianggap biasa selama hatinya tak ada aliran setrum cinta yang mengalirinya. Meski Iqbal-temannya paling dekat memberikan masukan tak akan membuat Yogi bergeming. Dia tetap berpendirian bahwa hatinya pada Ningsih biasa-biasa saja.
Namun akhirnya ketakbergemingannya itu menimbulkan syak-wasangka, bahwa seolah-olah Yogi menerima semua prilaku Ningsih, bahwa sepertinya Yogi menjalin sesuatu dengan Ningsih. Yogi tak dapat menilai dengan apa yang dilakukan Ningsih, Yogi tak dapat menguji kata-kata yang selalu bernada berharap dari Ningsih, sampai suatu malam kemarin itu Ningsih menciumnya di malam-malam ketika Yogi tertidur. Yogi menyadarinya sekarang, bahwa kekasihnya tentu tak akan senang mendengar semua hal yang membuat sakit hatinya ketika dirinya dihubung-hubungkan terus dengan Ningsih.