BAB DUA PULUH DELAPAN
THE CRAZY PLAN
Yogi bercerita soal kehidupannya dari mulai mereka terpisah sampai pada Yogi sekarang ini, Hans mendengarkan dengan seksama, seolah dia adalah kakaknya yang tahu bagaiamana perasaan adiknya, Hans tak membantah cerita Yogi atau menampik cerita Yogi yang seperti sandiwara radio yang tak bisa diganti skenarionya karena kelanjutannya sudah diumumkan sebelum tayang besok harinya. Hans hanya diam, mengiyakan mengangguk dan memahaminya dan itu pula yang diinginkan Yogi. Ketika cerita Yogi ditinggalkan bapak dan ibunya meninggal, Yogi tak dapat menahan haru, begitu pun Hans sama terharunya dan sempat mengembangkan air mata yang tak menetes.
Hans bilang bahwa dia pun sudah ditinggalkan kedua orang tuanya, sekarang dia tinggal dengan istrinya, menempati rumah milik keluarga istirnya. Keluarga Hans hanya tinggal paman dan bibi-nya yang ada di Indonesia, serta beberapa kerabat di Sumedang yang menjadi tanah leluhur ibunya. Itu pun dia sudah jarang bertemu. Hans banyak menghabiskan waktu di luar negeri, yaitu di Jerman di Stuttgart kampung halaman bapaknya.
Kini dia sedang tinggal di Indonesia karena ada yang harus diurus dan dipertanggungjawabkan pada keluarga istrinya.
“Maksudmu?”
“Kamu masih beruntung Yo, punya keluarga, punya anak, aku? Umur kita sama dan sudah empat puluh lima tahun, siapa yang akan meneruskan keturunanku?”
Ya, Hans adalah anak tunggal, dia sedari kecil hidup sendiri, saudaranya hanya Yogi dan cuma Yogi-lah yang dikenal oleh keluarganya sebagai teman Hans.
“Ahh…kadang kehadiran anak-anak dikehidupan kita itu menyenangkan tapi begitu banyak yang harus diperjuangan untuk menghidupi anak-anak Hans….”
“Bagiku saat ini yang penting punya anak….”
“Sudah berapa lama kau menikahi istrimu Hans?”
“Hampi sepuluh tahun…” dengan nada malas, tangan sambil mengocek-ocek gelas kopinya.
“Kamu bahagia dengan istrimu sekarang Hans?”
“Aku sangat mencintai istriku Yo, aku bisa mati bila ditinggalkan oleh dia, begitu pun istriku, kami sama-sama cinta setengah mati…”
“Indah sekali kata-katamu Hans….”
“Cuma satu yang kurang Yo….”
Wajah Hans terlihat sendu, seketika muram dan lesu. Seolah enggan meneruskan perkataannya. Hans memandang ke arah lain agar Yogi tak bgeitu tajam menatapnya.
“Hans…sori, soal apa, Hans?”
Hans menatap Yogi dalam-dalam, dari mata Yogi, Hans mendapat anugerah dan sekian lama dan pelik mencari Yogi untuk satu tujuan yang dia susun dengan istrinya. Jawabannya ada di Yogi – temannya, saudaranya, sahabatnya dan Yogi pasti mau!
“Yo…aku perlu anak, aku butuh anak, aku minta anak dari kamu Yo…”
Hans tiba-tiba saja mengeluarkan kata-katanya tanpa saringan.