BAB TIGA PULUH LIMA
INDECENT PROPOSAL
“Kamu pikir saya laki-laki apa Bal?! Gila kamu! Maksudmu apa?! Kamu pikir saya laki-laki sakit? Dan kamu pikir saya mau jadi laki-laki yang dipeluk-peluk oleh makhluk sejenisnya? Diminta tidur dengan lelaki begituan karena saya butuh uang?! Gila kamu!!”
“Dengar Yogi! Kamu pikir ada pekerjaan yang bisa membuat kamu bisa dengan cepat mendatangkan duit seperti yang kamu butuhkan? Bisa menyelesaikan masalah yang seperti masalahmu kamu? Aku hanya ingin membantu kamu! Temanku! Selebihnya terserah kamu! Apa kamu mau atau tidak! Kamu tinggal bilang dan gak usah marah-marah!”
“Bal, kamu tahu siapa sayakan?”
“Justru karena aku tahu siapa kamu, makanya aku membawamu ke Mas Ganjar yang tajirnya ampun-ampun, kebetulan dia suka sama kamu! Ini peluang Yogi! Lelaki lain berlomba-lomba mendekati Mas Ganjar untuk dapat dijadikan gundiknya!”
“Aku lelaki Iqbaaaal!!”
“Karena kamu lelaki makanya Mas Ganjar mau!”
Anjrit!
Yogi menatap wajah Iqbal sangat dalam dengan amarah yang begitu ingin dia tumpahkan dengan tangannya yang sudah terkepal dengan keras dan siap mendarat di wajah Iqbal yang kali ini amat sangat menyebalkan.
“Apa pekerjaanmu Bal?” kini suaranya lirih dan diturunkan beberapa oktav agar Iqbal tersentuh.
“Aku tak punya pekerjaan Yo, aku menutupi semua kebutuhan keluargaku dengan cara seperti itu..”
“Maksudmu menjual lelaki sepertiku pada lelaki ‘kurang kerjaan’, begitu?”
“Kalau aku bilang YA, kamu akan marah?”
Yogi menutup matanya, sungguh sesuatu yang teramat sakit dan menyinggung perasaannya sebagai lelaki. Kemudian Yogi mengusap raut mukanya yang dirasa sangat panas, karena merasa sangat amat tersinggung oleh tingkah polah sahabatnya yang menjijikan, mempunyai pekerjaan seperti itu. Sungguh, Yogi tak menyangka Iqbal yang dulu manis dan sangat tekun beribadah kini menjadi ‘penyumbang’ lelaki buat para lelaki yang ‘kurang kerjaan’. Dunia ini mengandung dosa yang teramat banyak dan sangat sukar ditembus dengan kata aneh dan anomali. Seseorang yang begitu baik tiba-tiba saja berubah dengan menjadikan dirinya kotor.
“Sejak peristiwa pembakaran supermarket dulu, aku dan banyak karyawan lain dipecat karena krisis, aku tak punya pekerjaan, padahal aku berusaha untuk sabar dan mencarinya, tapi apa yang kudapat kemudian? Ternyata pekerjaan seperti inilah yang menyelamatkan aku dan keluargaku dari jurang kemiskinan seperti yang kamu alami sekarang ini Yo. Aku dulu seperti kamu, menganggur dengan beban yang teramat berat, istriku mengandung anak kedua, sementara keadaanku sangat menyedihkan. Kemudian datanglah seseorang yang mengenalkan aku pada dunia minor seperti ini, maka jadilah aku seperti sekarang ini….Aku merasa Tuhan sudah membuangku pada dunia yang tak pernah kubayangakan sebelumnya, tapi aku terima semua ini, dengan satu ultimatum yang aku sendiri menilainya, bahwa inilah jalan yang diberikan Tuhan buat hidupku….jadi…ya terima sajalah…”
“Sekarang kalau kamu juga mau ikut menghakimi apa yang menjadi pekerjaanku itu urusanmu! Tapi apakah kamu bisa melepaskan aku dari jerat mengaggur dan kemiskinan? Orang cuma bisa bicara seenak perutnya sendiri! Agama hanya bisa melarang! Tapi tidak memudahkan manusia untuk berbuat baik! Urusan dunia juga harus dipikirkan kalau mau urusan akhirat selamat! Bagaimana mungkin mau beribadah jika perut kosong? Rumah tidak punya! Listrik belum dibayar! Sekolah anak-anak! Dan hutang yang harus dibayar! Bisa kamu memilih untuk hidup seperti itu?!”