BAB TIGA PULUH ENAM
DENGKUR
Seorang lelaki dengan perawakan tinggi besar, kepala plontos dan tato bermotif seperti batik Pekalongan menyembul dari bahunya yang hanya memakai baju sepotong. Lelaki itu tersenyum dengan bibir yang rasanya tidak tepat dimilik lelaki,karena bibinrya mirip Angelina Jolie. Lelaki itu membawa Yogi ke sebuh kendaraan mewah berbentuk seperti sebuah tenda darurat. Cuaca panas yang menyengat Bali hilang begitu saja ketika Yogi menaiki kendaraan eksklusif. Pikirannya masih tertinggal di rumah sakit ketika terakhir kali melihat wajah Judith yang menahan sakit dengan mata cekung dan rambut yang semrawut. Yogi tak habis mengerti kenapa jalan hidupnya menjadi semakin jauh meninggalkan keharmonisan sebuah keluarga. Kini dia berada di Bali untuk memasuki sebuah lingkaran setan yang mungkin akan menjeratnya untuk sekian lama atau untuk selamanya, yang pasti lingkaran itu akan dia masuki dengan satu kali putaran waktu dan menyelesaikan satu etape saja, agar semua cepat selesai, dan dengan satu harapan, bahwa anaknya akan segera ditangani oleh rumah sakit yang akan memberinya fasilitas lebih baik.
Kendaraan berhenti di sebuah lokasi yang Yogi tak mau menanyakan lokasi apa, lalu dipersilahkan Yogi oleh si lelaki bertato batik itu memasuki sebuah resort, yang bukan main mewahnya, diantarnya Yogi ke ruangan indah dan elok, serta dimasukinya kamar nan ekskulusif denga fasilitas luar biasa.
“Silahkan istirahat dulu, nanti selepas maghrib Mas Yogi akan dijemput lagi…” kata si tato itu dengan ramah dan jauh dari kata angker, meski wajahnya sangat sangar.
“Terima kasih….”
“Oh iya..nanti malam Mas Yogi memakai pakaian yang sudah disediakan di lemari…satu lagi, handphone-nya boleh saya pegang?”
Yogi menatap lelaki ramah itu, si lelaki itu pun tersenyum lalu menadahkan tanganya kemudian mengambil HP Yogi.
Sedikit heran dan tak mengerti, namun Yogi menerima saja apa yang sudah mereka siapkan, toh keberadaan dirinya disini buat menyenangkan orang lain bukan? Jadi sesuai dengan kesepakatan yang tak tertulis Yogi harus menuruti apa yang akan terjadi, dia sudah pasrah.
Dibukanya lemari dan dilihatnya pakaian yang tergantung, satu stel jas berwarna hitam dengan tuxedo dan sepatu yang entah bagaimana caranya mereka menyediakan semuanya dengan begitu sempurna. Bagaimana mereka bisa tahu ukuran jas, kemeja dan sepatunya? Rasanya Yogi tak pernah memberi informasi apa pun tentang ukuran pakaiannya pada Iqbal sekalipun. Ditutupnya lemari itu lalu dilihatnya di lemari kecil terdapat parfume dengan merek international, lalu sebuah perangkat alat mandi nan ekslusif serta sebuah kertas berwarna hitam bersender di dekat kaca, diambilnya kertas itu dan dibaca tulisan itu dengan takjub karena memakai tinta emas yang indah bertuliskan
‘selamat datang Yo… aku sangat bahagia….’