Sardi
Emak selalu melakoni pekerjaannya sebagai buruh rambet dan buruh ngaseuk di ladang milik orang lain. Uang yang dia dapatkan dari buruh itu kami gunakan untuk membeli beras dan lauk ala kadarnya. Kami tidak pernah khawatir jika di rumah kami tak ada lauk. Asal ada beras, garam atau terasi pun bisa kami jadikan sebagai lauk pengganjal perut.
Sewaktu aku berusia enam tahun, Emak selalu menitipkanku ke Kang Padna jika beliau akan pergi ke ladang atau sawah milik orang. Kang Padna adalah lelaki tanggung yang baru duduk di kelas dua SMA dan biasa disuruh ibunya untuk menunggui warung kelontong mereka. Sementara Bu Surti, ibu Kang Padma biasa sibuk di jongko pasar.
“Kang Padna, nitip Sardi ya, Bi Sumi mau buburuh dulu,” ujar Emak setiap kali beliau membawa aku ke rumah kang Padna. Emak selalu melarangku untuk berkeliaran kemana-mana tanpa pengawasan. Meski kami miskin, emak selalu memanjakanku dan selalu khawatir jika aku berkeliaran atau bermain terlalu jauh dari rumah.
“Iya Bi Sum,” jawab Kang Padna. “Sini Sar. Nonton tivi di rumah Akang,” ujar Kang Padna sembari membuka pintu pagar.
Akhirnya, rumah Kang Panda sudah seperti rumah kedua bagiku. Ketika Emak tidak ada di rumah, aku selalu bermain ke rumah Kang Padna. Ketika aku bosan bermain boneka milik Teh Latipah, aku akan pergi ke Kang Padna.
Aku merasa betah untuk selalu berada di rumah Kang Padna karena dia memberikan aku keleluasan untuk menonton televisi. Aku suka menonton film-film favoritku seperti Spongebob, Dora dan semacamnya.
Jika hari ahad tiba, aku dan teman-teman akan menjadikan rumah Kang Panda sebagai tujuan kami. Kami kuat menonton televisi dari jam delapan pagi hingga menjelang dzuhur untuk menonton acara kartun yang memang khusus tayang di hari Ahad saja.
Jika menjelang dzuhur, teman-teman biasanya akan pergi dari rumah Kang Padna untuk bermain gundu atau karet gelang di lapangan yang tak jauh dari rumahku dan rumah Kang Padna. Diantara mereka ada yang memilih untuk mencari jangkrik atau buah cariang di bukit. Tapi aku malas bermain dengan mereka. Aku malas bermain di luar rumah.
“Kamu nggak ikut main bareng mereka, Sar?” tanya kang Padna kepadaku sembari membaringkan tubuhnya di sofa rumahnya.
“Tidak, Sardi malas kang. Boleh kan Sardi nonton televisi lagi, kang?” tanyaku penuh harap.
“Acara kartunnya sudah selesai, Sar. Paling sekarang acara Berita siang,” jelas Kang Padna. “Mendingan kamu bermain sama Akang aja.”
“Bermain apa, Kang?” tanyaku penasaran.
“Sini, duduk di samping Akang,” pinta Kang Padna. Aku pun mendekat dan duduk di samping Kang Padna.