LELAKI GEMULAI

Husni Magz
Chapter #8

Hadi yang Terusir

“Kamu kok dipanggil juga, Sar?” tanya Asep dengan tatapan curiga.

“Entahlah, aku juga tidak tahu,” jawabku cepat. Kemudian segera berlalu dari asrama sebelum teman-teman seasrama melontarkan banyak pertanyaan kepadaku. Aku tidak siap untuk menghadapi ini semua. Semoga saja aku dipanggil karena urusan lain, bukan urusan tentang apa yang telah terjadi antara aku dan Hadi. Mungkin Ajengan memintaku untuk menyiram tanamannya, memberi makan ayam-ayamnya, menyuruhku untuk mengambil galon air di depot atau apa pun itu selain urusan tentang orientasi seksualku. Setidaknya itu yang aku inginkan.

“Assalamualaikum…” aku memberi salam dengan hati yang semakin berdegup tak karuan. Kini aku tengah berdiri di ambang pintu rumah Ki Ajengan dengan perasaan campur aduk.

“Silakan masuk, Sardi,” jawab Ki Ajengan dengan sorot mata yang teduh tapi tegas.

Aku pun masuk dengan wajah yang menunduk. Aku melihat Hadi dan Wildan duduk di sofa di hadapan Ki Ajengan yang duduk di sofa tunggal. Sementara kang Alfin duduk di sampingnya dan masih tetap diam sebelum ki Ajengan bicara.

“Duduk di samping Wildan!” perintah ki Ajengan. Aku pun duduk dengan jantung yang masih berdetak tak karuan. Aku sangat takut dan khawatir.

“Sardi! Coba kamu ceritakan apa yang telah kamu lakukan dengan Hadi,” ujar Ki Ajengan dengan nada tegas.

Aku tersentak dari tempat dudukku. Kepala yang sedari menunduk kini menatap wajah Ki Ajengan. “Ma-maksud Ki Ajengan?”

“Apa yang telah terjadi antara dirimu dengan Si Hadi di malam hari?” kali ini pertanyaan ki Ajengan semakin spesifik dan masuk ke inti yang dia tanyakan.

“Ma-maksudnya?” aku masih berusaha mengelak dan berpura-pura tidak tahu. Keringat dingin mencucur di punggung, perut dan telapak tanganku. Tiba-tiba saja aku gemetaran seperti seorang pesakitan yang menghadap seorang algojo yang siap-siap melakukan eksekusi.

Andai aku bisa memiliki kemampuan menghilang, aku sangat ingin menghilang saat ini juga. Aku berandai-andai bumi menelanku sehingga aku tidak menanggung rasa malu seperti ini.

“Hadi! Coba ceritakan ulang apa yang telah terjadi antara kalian berdua, sebelum kamu memperkosa si Wildan!” seru ki Ajengan dengan nada geram.

Dengan takut-kakut, Hadi mulai berbicara dengan suara yang pelan. “Saya telah melakukannya dengan Sardi. Saya dan Sardi seranjang sehingga bisa melakukan itu dengan leluasa.” Ujar Hadi dengan nada pelan. Dia menghindari kata-kata yang terkesan tidak senonoh dengan kata ganti ‘melakukan itu.’

“Benarkah apa yang telah dikatakan Hadi, Sardi?” kali ini mata tegas Ki Ajengan beralih ke arahku, menunggu penjelasanku.

Tiba-tiba saja aku terisak. menangis karena takut, menyesal dan benci dengan apa yang telah terjadi pada diriku. “I-iya Ki. Tapi Sumpah demi Allah, itu bukan karena keinginan saya, Hadi yang menginginkan hal itu. Bahkan dia memaksa saya untuk melakukannya. Saya korban.”

Untuk saat ini, aku harus berbohong. Demi masa depanku dan demi nama baikku. Lebih dari itu, aku melakukannya demi Emak. Aku berpikir, bagaimana perasaan Emak jika dia tahu bahwa anaknya telah melakukan perbuatan yang nista di pondok yang kelak diharapkannya bisa mencetak anak lelakinya menjadi anak yang baik.

Lihat selengkapnya