LELAKI GEMULAI

Husni Magz
Chapter #15

Jabang Bayi

Saripah

Kepalaku pening. Mataku basah oleh air mata dan hujan yang berpadu menjadi satu. Bibirku bergetar, merapal nama Tuhan diantara erangan dan teriakan kesakitan. Setelah itu mengejan, dan mengejan. Entah berapa kali aku mengejan.

Aku tidak peduli jika bayi itu keluar diantara lumpur-lumpur jalan setapak. Aku juga tidak peduli jika bayiku mati kedinginan diguyur hujan. Yang aku inginkan sekarang adalah terlepas dari penderitaan ini. Duh Gusti, benarlah apa yang orang-orang itu katakan. Ternyata melahirkan itu tak ubahnya seperti mempertaruhkan nyawa. Emak bilang, orang yang melahirkan itu diibaratkan seperti mempertaruhkan nyawa, karena disaat itulah nyawanya tinggal di ujung tanduk.

“Kamu jangan berani macam-macam kepada Emak. Emak yang telah rela mempertaruhkan nyawa Emak ketika melahirkanmu!” begitulah hardik emak kepada Rina atau Rita, ketika dua bocah itu tidak mau menurut dengan perintahnya.

Dan sekarang aku percaya kata-kata Emak. bahwa melahirkan itu sangatlah mengerikan. Apalagi jika disertai hujan badai, dan aku mempertaruhkan itu semua di bawah atap langit yang menggila oleh kesiut angin dan hujan yang tiada hentinya.

Tiba-tiba aku mendengar suara salakan anjing dari arah bukit. Bulu kudukku meremang. Itu sudah pasti anjing-anjing para pemburu babi yang biasa berkeliaran di atas bukit. Mungkin mereka mengendus bau darah yang dibawa oleh angin dan mereka mengiranya aku atau bayiku adalah bau anyir babi.

Suara salakan itu semakin terdengar jelas. Aku semakin menggigil dan berdoa semua baik-baik saja. Tak berapa lama, salakan itu diiringi oleh geraman dan terjangan dari semak-semak ilalang. Tiga ekor anjing datang dengan gonggongan yang riuh.

Aku mengejan untuk yang terakhir kalinya. Antara sadar dan tak sadar aku mendengar suara tangis bayi yang membahana diantara desau angin, bunyi air hujan, dan gongongan yang bersahutan. Sungguh simfoni yang sangat aneh. Anjing-anjing itu hanya berputar-putar di sekitarku. Aku pikir mereka akan menyambar bayi merah yang kini menjerit-jerit seperti suara kucing di bawah kakiku.

Aku tidak peduli.

Tak berapa lama, telingaku menangkap suara langkah kaki.

“Innalilahi!!” teriak suara bariton dari arah semak dimana tempat anjing-anjing bermunculan. Ah, mungkin dia si pemilik anjing.

“Ada apa Jon? Ada sarang babi?” tanya rekannya dari arah yang sama.

“Bukan. Ada wanita yang pingsan di jalan tampian,” jawab si pemilik suara bariton. Aku hanya bisa terpejam dan menghela napas yang sekarang mulai terasa lapang. Aku teramat lelah karena proses melahirkan. Selain itu, kini aku merasa mengigil karena air hujan.

Suara langkah kaki semakin mendekat.

“Wania ini melahirkan!” seru si pemilik suara bariton itu.

Lihat selengkapnya