Kepulanganku disambut omelan kasih sayang dari ke-lima pria kesayanganku. Mereka terus menginterogasiku atas luka yang terlihat jelas di sudut bibirku, bekas tamparan keras dari kepala sekolah.
"Kamu berantem lagi?” Bi memeriksa keadaanku dengan sangat khawatir
“Ada yang ganggu kamu?” Tambah Badi tak kalah khawatir
“Biasa, Jagoan.” Jawabku santai
"Siapa yang ngelakuin ini?” Tanya Dadi tak menerimanya.
“Cuman luka kecil kok, Dadi” Aku berusaha menenangkan mereka
“Kamu tuh jangan berantem-berantem mulu, Cello. Anak gadis tuh harus lemah lembut.” Diwan ikut mengomeliku.
"Anak gadis juga harus kuat.” aku membela diri
“Kuat apanya kalau tangan lebam gini, baru juga mukul orang.” Dadi mengusap lembut punggung tanganku yang memerah dan dipenuhi luka.
Badi segera mengambil obat p3k dan membersihkan luka-lukaku dengan lembut.
“Siap-siap ada panggilan nih dari sekolah” Aput menyindirku.
“Ngapain siap-siap, kalian udah kebal kan?” aku membalas sindirannya.
Keesokan harinya, ayah benar dipanggil ke sekolah. Dan di sinilah kami sekarang, ruang kepala sekolah yang merangkap kerja sebagai guru tata tertib. Tanpa kusangka, disana juga telah terduduk sepasang suami istri dengan wajah ditekuk penuh emosi.
“Kau!” Wanita itu langsung menghampiri dan menampar wajahku. Kekuatannya sangat besar untuk ukuran ibu-ibu sepertinya. Aku tahu ia sangat terbawa emosi, tapi kenapa?
“Apa-apaan ini?" Dadi dengan sigap berdiri di depanku, menghalau aksi brutal wanita tua tersebut dengan berani. Tapi wanita itu justru menampar Dadi juga.
Saat itu juga Pak Marko datang bersamaan dengan Steff dan Reshy yang didampingi kedua orangtua mereka masing-masing.
"Maaf ini ada apa? Jika ada masalah bukankah lebih baik dibicarakan secara tenang?” pak Marko berusaha menenangkan suasana
“Keluar kau!!" Bentak Kepsek sambil mengusir Pak Marko dengan kasar.
"Ada apa ini sebenarnya?" Orangtua Steff mulai angkat bicara.
"Ini Pak Raystu, ayah dari Brian sekaligus pemegang utama yayasan sekolah kami.” Jelas kepala sekolah dengan nadanya yang tegas.