Setelah hari itu, ayah lebih ketat mengawasiku sampai Darma benar-benar menghindariku. Di sisi lain, popularitas yang tak kuinginkan semakin tinggi menyelimutiku. Hidupku selalu dilingkup orang-orang dengan maksud terselubung.
Seharusnya aku senang dalam posisi ini, mendapat tawaran di setiap klub ekstrakurikular secara mudah, dan didekati banyak gadis populer di sekolah, bahkan setiap harinya mejaku terisi oleh bunga dan coklat. Semua orang selalu menunggu kedatanganku, mencari kehadiranku, dan bahkan berlomba mendapat perhatianku. Tapi yang kurasakan justru perasaan risih dan lelah. Mereka bahkan mengincar ayahku, bukan aku.
Lagi, aku harus menciptaka citra buruk di sekolah baruku supaya disegani dan dijauhi semua orang. Aku hanya ingin teman yang tulus, yang bisa menerima segala keadaan burukku. Aku juga ingin kehidupan yang tenang dan dihindari karna biang masalah. Aku ingin kehidupanku tak dilirik sama sekali.
Sampai waktu yang tepat tiba....
"Mana uangmu?" Beberapa kaka kelas pria mengelilingi Darma yang baru datang. Darma begitu saja menyerahkan semua uangnya pada pria-pria itu.
"Ponselmu, jam tanganmu, semua barang mahalmu berikan pada kami. Anak baru dilarang memakai barang-baranh mewah." Tutur salah satu dari mereka lagi. Darma hendak membela diri, namun tenaganya yang lemah tak mampu membuat penolakan tegas.
Aku mendekat dengan cepat sebelum mereka melakukan kekerasan pada Darma. Kulayangkan sebuah tinju ke salah satu pria yang paling mendominasi.
"Kalian pikir kalian siapa?" Tanyaku geram.
Seketika suasana berubah ramai. Aksiku telah mengundang perhatian.
"Cello?" Mereka tampak tak percaya. Raut wajahnya saling ditekuk tanpa lepas menatap wajahku.
"Kenapa? Kalian pikir aku ini gadis polos yang lembut dan selalu ramah pada orang-orang?" Sindirku.
"Cell, ada apa denganmu?" Tanya pria yang tadi kupukul.
"Aku ga suka kalian menindas Darma! Dia temanku." Aku menarik Darma menjauhi keramaian.
Tapi Darma malah menepis tanganku dan berlari menghindariku.
"Darma!"
Aku tak pernah mengejar seseorang yang tidak mau berteman denganku, tapi keadaan Darma seolah memaksaku untuk melakukannya. Darma adalah anak yang baik dan pintar, namun kebisuannya itu selalu membuatnya ditindas. Meski ia seorang pria, ia sangat pemalu dan penakut, karna itulah aku harus ada untuk membelanya.
Meski satu kelas denganku, Darma seringkali menghindariku. Mengambil tempat duduk terjauh dariku. Ia bahkan rela bersanding dengan orang-orang yang hanya memanfaatkan kecerdasannya, dibandingkan denganku yang justru akan memberi manfaat mutual satu sama lain dengannya. Maksudku, ketika ia berteman denganku, ia akan aman karna aku bisa melindunginya kapanpun. Dan keuntunganku adalah akan dijauhi banyak orang karna berteman dengan sosoknya yang dianggap tidak bagus dijadikan teman.
"Hari ini kita akan belajar menggambar bentuk." Intrupsi guru membuatku kembali fokus pada pelajaran.
"Kalian bisa gambar model apapun yang ada di ruangan ini, mau itu orang, benda, atau apapun."
Semua orang memulai setiap goresan pada selembar kertas gambar. Sedang aku, memikirkan model pun lambat. Aku benar-benar tidak menyukai seni, segala hal dari seni. Beberapa hari sekolah di sini, rasanya membosankan dan membuatku malas. Dan sekarang, tanpa sadar aku tertidur karna memikirkan tugas ini.
"Cello!" Seruan keras memekak di telingaku. Refleks aku bangkit dari posisiku dengan panik, mencipta gelak tawa dari semua orang yang ada di kelas.
"Kenapa malah tidur?" Tanya guruku.
"Aku bingung pak mau gambar apa." Tuturku
"Ini sudah sejam dan kau belum menggambar apapun?!"
Aku terkekeh menjawab pertanyaan guruku sendiri. Bagaimana lagi? Aku siap bertanggung jawab atas perbuatanku.
Saat itu juga bel pulang sekolah berbunyi.