Lelaki 'Grup' Parent

Zihfa Anzani Saras Isnenda
Chapter #10

#10 Saat Tanpa Kehadiran Ayah

“Kamu loh yang kemarin minta waktu kita sepenuhnya." Badi mengingatkanku

Atas permintaanku sebelumnya, Dadi langsung mendiskusikan hal tersebut dengan ke-empat ayahku lainnya. Mereka sampai tak habis pikir dengan permintaanku kali ini.

"Aku tahu kalian rindu manggung, menyapa penggemar, dan bermusik secara langsung di depan banyak orang." Tuturku

"Tapi kamu selalu ingin kita di sini kan?" Diwan menimpali

"Aku gamau ngehalangin lagi langkah ayah."

"Kamu ga melakukan itu sayang, buktinya kita bisa ngehasilin lagu-lagu baru." Bi menyanggah perkataanku.

"Untuk apa lagu-lagu baru, kalau kalian bahkan ga melakukan promo? Ayolah ayah, kalian berhak mengenalkan hasil karya kalian pada dunia"

Ucapanku memutus perdebatan kali ini. Mereka menuruti permintaanku dengan mudah. Selain karna aku yang minta secara langsung, itu juga karna kutahu mereka benar-benar merindukan panggung.

Lantas hari ini juga ayah menerima tawaran kontrak untuk rekaman album terbaru mereka. Selama ini mereka sudah bekerja keras mencipta karya baru yang luar biasa, sayang jika hanya dipendam sendirian.

Jika membicarakan perasaanku, tentu saja aku sedih. Aku harus kembali kehilangan mereka. Tapi untuk apa mereka hadir selama ini jika hanya absen diri, sedang hati dan pikiran mereka tetaplah pada pekerjaan?

"Kamu janji sama ayah kan kamu gaakan bolos-bolos lagi?" Dadi membisikiku.

"Janji Dadiku sayang." Aku memeluknya sebelum berganti pada keempat ayahku yang lain.

"Jangan nakal lagi." Bi memperingatiku, dan aku mengangguk paham. Ia mencium kepalaku lembut.

"Jangan deket-deket cowo manapun, ingat pesan ayah." Diwan ikut melontarkan larangannya sambil mencubiti kedua pipiku.

Sedang Aput dan Badi tak lagi banyak bicara. Mereka hanya memelukku erat, dan mencium pipiku dengan kasih sayang.

Aku tahu mereka pun merasakan kesedihan perpisahan ini. Tapi inilah takdir kami. Meski satu keluarga, kami tetap memiliki kehidupan masing-masing yang berbeda.

*

Sehari setelah kepergian ayah, aku kembali bersekolah. Janji adalah janji. Namun bukan berarti aku tidak akan kembali ke tempat itu. Aku sudah merencankan semuanya dengan baik, agar sekolah tak mengganggu kegiatanku satu itu. Saat pulang sekolah aku langsung buru-buru ke tempat Adam.

"Balik lagi nih?" Adam terlihat senang dengan kedatanganku kembali.

Aku tersenyum dengan wajah menantang.

"Aku akan pergi setelah mengalahkanmu."

Adam mulai mengajarkanku. Ia memberitahu berbagai trik untuk melajukan motor dengan kecepatan tinggi, mengontrol tikungan, serta saat-saat untuk memperlambat laju.

"Sekarang kita coba prakteknya."

Adam menyuruhku menggunakan motor Darma, sedang dia menggunakan motornya sendiri. Kami pun berlaga seperti sedang balapan. Sesekali, Adam memepetku, namun aku sudah mampu menahan keseimbangan. Aku juga bisa mengontrol laju cepat ketika tikungan. Hanya saja, kecepatanku masih jauh dibandingkan Adam.

"Sudahlah, kau tidak akan menang." Adam mengejekku.

"Lihat saja nanti." Seruku.

Lihat selengkapnya