Hari ini menjadi hari spesial untukku, karna aku akan memasuki arena balap untuk kedua kalinya dalam kondisi nyata kompetisi. Adam mengajakku bertemu dengan si penantang, dia adalah pria bertubuh besar senada dengan Adam dengan kulit coklat dipenuhi tatto. Wajahnya terlihat dingin angkuh dengan rambut cepak, dan rahang yang tegas.
“ini Cello, penantangmu hari ini.” tutur Adam memperkenalkanku.
Pria itu menatapku dengan kening berkerut, lalu kemudian tertawa meremehkanku.
"Kau bercanda? Seorang bocah perempuan?" Tanyanya
"Jaga mulutmu!" Aku mencengkram baju pria itu dengan berani. Apa salahnya menjadi bocah perempuan?
"Sudahlah, apa taruhannya?" Tanya pria itu
Sesaat, pria itu nampak berpikir.
“Aku ingin kau menyerahkan dirimu untuk balas dendamku, Adam the king. Tenang saja, aku tidak mungkin membunuhmu.” Ucapnya yakin.
“Apa maksudmu?!” tolakku
“Ah gadis menarik.. oke 2 pilihan, kau menyerahkan dirimu untuk balas dendamku, atau kekasihmu ini menjadi milikku, bagaimana?" Pria itu menyeringai di hadapanku. Ia memegang daguku dengan berani.
Baru aku akan menepisnya, Adam lebih dulu membelaku. "Jangan berani-berani kau" Adam memperingati sambil menepiskan tangan pria itu dari daguku.
"Asal kau tahu, Cello tidak akan kalah." Tutur Adam yakin.
"Ya lihat saja, kalau dia berhasil, aku akan memberikan berapapun nominal yang kalian mau." Jawab pria itu.
Adam merangkulku menuju garis start. Saat itulah sebuah perasaan lain terasa menggangguku. Jantungku berdegup kencang tak karuan atas sentuhan Adam. Darahku terasa mendesir membuat sensasi menggelitik di dalam perut.
"Apa yang kau pikirkan?" Adam bertanya seolah tahu isi pikiranku.
"Kenapa pria itu ingin balas dendam padamu?" Tanyaku
"Dia musuhku sejak lama, tapi tak pernah sekalipun menang dariku." Jelas Adam
"Sudah jangan dipikirkan, fokus saja." Adam menepuk bahuku beberapa kali sebelum ia menjauh dari arena balap.
Pertandingan dimulai dengan posisi laju kami yang sejajar. Aku terus berusaha menarik gas, namun pria itu tetap tak bisa kususul. Ia berusaha memepetku, tapi aku berhasil menghindarinya. Kelihaianku tak lantas membuatku berhasil meraih posisi pertama. Fokusku justru hancur setiap kali teringat perlakuan Adam sebelumnya padaku.
Aku tak menyadari sebuah tikungan tajam sudah berada di depanku. Aku berusaha menarik rem dan membelokkan motorku, namun semuanya tak membuahkan hasil. Aku menubruk beberapa ban yang ada di tikungan tersebut. Kejadian yang sama seperti saat pertama kali aku melakukan ini. Kali ini, goresan kecil timbul pada sikutku.
"Cello!" Adam dan beberapa anak buahnya menghampiri posisiku, dan berusaha membantu.
"Sudah kubilang, dia bukan tandinganku." Ucap pria penantangku dengan angkuh.
Ia juga menghampiriku dan menarikku paksa.
"Karna kau kalah, kau harus menjadi milikku." Tuturnya.
Aku berontak dalam perlakuan kasarnya, tapi tenagaku kalah jauh.
"Biar aku saja menyerahkan diriku." Adam menghalangi langkah pria itu. Wajahnya tertunduk pasrah. Ini kali pertamanya aku melihat sisi lemah dari pria ini. Adam bahkan berlutut tepat di hadapannya. Serentak terdengar suara riuh penonton merendahkan Adam.
Melihat keadaan itu, pria tadi mendorongku pada teman-temannya, "Tahan dia."
Kedua tanganku ditahan kuat oleh beberapa pria berbadan besar. Di hadapanku, Adam dipukul dan ditendang berkali-kali. Adam tak sama sekali melawan. Teman-teman Adam juga tak berniat membela, karna bagi mereka pertandingan yang adil harus memegang janji taruhan.
Melihat wajah Adam yang kian berlumur darah, membuatku merasa sangat tersiksa. Selain karna atas kesalahanku, aku juga tidak bisa melihatnya seperti ini. Aku memberontak dengan berani. Kusikut kedua pria yang menahan tanganku. Kutendang selangkangan mereka kuat.
Saat itulah aku berlari hendak menyelamatkan Adam. Kutarik lengan pria yang memukuli Adam. Kubalaskan semua pukulan yang tadi ia lemparkan pada Adam. Aku melakukannya dengan beringas, tak membiarkannya membalas tindakanku. Aku bahkan tidak peduli jika dia mati saat itu juga.
Adam berusaha menghentikanku tapi aku tak menghiraukannya dan terus memukuli pria yang telah menyakitinya. Aku terlanjur diselimuti emosi dan kemurkaan. Sampai tiba-tiba terdengar nyaring suara sirine polisi mendekat ke tempat kami. Suasana menjadi riuh dan orang-orang berhamburan menghindari kejaran polisi. Aku belum selesai dengan pria itu, Adam sudah menggendongku menjauh dari tempat itu, lalu beberapa polisi menghadang langkahnya. Adam menurunkanku lantas bertarung dengan para polisi itu, aku sebenarnya ingin membantu tapi ia malah memarahi dan menyuruhku pergi.
“Pergi!” titahnya.
Aku mengikuti perintahnya dengan hati tak ikhlas. Beberapa langkah aku mundur hendak menjauh, tapi pandanganku tak lepas dari Adam yang kini tengah bergelut dengan para polisi.
Buuk.. sebuah benda keras menimpa leherku membuat pandanganku gelap.
"Ini balasan karna kau menghajar bos kami." Sebuah suara terdengar jelas di telingaku, dibarengi pukulan benda keras yang sama ke tubuhku.