Sebuah kejutan didapati Aara. Mendapati sosok yang sangat dikenalnya.
Ustad Hari tersenyum. “Assalamu’alaykum, Aara Malaika.”
“Wa’alaykumussalam waromatullahi wabarokatuh,” jawab Aara. “Silakan duduk,” pinta Hari.
Aara dan Citra duduk dihadapan Kei, Fajar dan Hari.
Aara masih terkejut bertemu dengan Hari. “Kak Hari di sini?”
“Iya. Kok kamu terkejut seperti itu?”
“Kita sudah lama banget enggak ketemu, Kak. Makanya saya kaget, bisa bertemu dengan Kak Hari, di sini,” sambung Aara.
“Inilah dunia Ra. Sempit banget. Aku pun kaget, saat mendengar cerita Keenan tentang kamu.”
Aara terpaku. Ekspresinya berubah.
Citra tampak memperhatikan hal lain. Pandangannya tersita oleh penampilan Kei yang sangat berubah. Wajah bersihnya, telah terhias dengan janggut tipis yang rapi. Wajahnya semakin teduh. Tapi, badannya jauh lebih kurus.
“Oke. Jadi di sini, tugas saya, sebagai penengah untuk komunikasi antara Kei dan Aara. Aara enggak keberatan?”
“Iya Kak,” jawab Aara, pelan.
Mengapa menjadi se-serius ini? Aku bahkan tidak pernah berpikir, semuanya akan sampai pada tahap ini, sesal Aara.
“Keenan sudah menceritakan semua, tentang niatnya ingin taaruf dengan Aara. Dan sesuai persyaratan Aara, Keenan sudah menyelesaikan hafalannya, untuk juz tiga puluh. Di tambah surah Al Mulk, surah favorit Aara.”
Aara terkesiap. Dia syok, dengan apa yang di dengarnya.
“MasyaaAllah, luar biasa,” ucap Citra, bangga.
Perasaan, aku enggak pernah cerita tentang kesukaanku pada surah Al Mulk. Kak Kei tahu dari mana? batin Aara.
Kei tetap menunduk. Dia tidak sedikit pun, mengangkat dagunya, menatap Aara yang persis duduk di hadapannya. Begitu banyak yang berubah dalam dirinya. Sangat berubah.
“Jadi bagaimana Aara? Apakah mau didengarkan, Keenan murojaah hafalannya? Apakah mau di cek?” tanya Hari.
Aara mengalihkan pandangan ke Citra. Citra bingung dengan tatapan Aara.
“Akan butuh waktu lama Kak, jika harus di morojaah semua. Kalau Kak Hari sudah yakin, insyaaAllah saya pun percaya,” jawab Aara.
Tampak sikap Fajar berbeda. Dia terpaku. Dia berusaha mengalihkan seluruh perhatiannya. Dia terus salah tingkah, dengan kehadiran Citra di hadapannya.
“Saya ingin cerita sedikit, tentang proses Keenan kemarin. Apa Aara bersedia mendengar?”
“Jika Kak Hari menganggap itu penting untuk saya ketahui, saya siap mendengar!”
Citra terus tersenyum.
Ada kebanggaan dan kebahagiaan terpancar di wajahnya. Dia bersyukur, dia berhasil mendekatkan Aara, dengan pria yang nyaris sempurna seperti Keenan Ramadhan. Perjuangannya, kesungguhannya, jelas membuktikan, betapa besar cintanya pada Aara.
“Hari ini, tepat empat puluh hari, setelah Keenan datang menemui saya. Dia datang dan menceritakan semua tentang Aara. Tentang perasaannya, yang mulai diusik, rindu yang belum pada tempatnya. Kemudian dia menyampaikan niatnya, taaruf dengan Aara. Lantas, Aara memberikan syarat tentang persiapan yang harus Keenan penuhi.
“Saya begitu terbuai, terpesona dengan kisah yang Keenan ceritakan. Adalah impian semua pria perindu surga. Dapat bertemu dengan seorang wanita, yang membuat mereka dekat dengan jannah-Nya.”
Citra tersenyum, menatap Aara. Justru Aara, tampak tenang, tanpa ekspresi.
“Jika Aara melihat Keenan hari ini, banyak yang berubah darinya. Kamu lihat, Keenan tampak kurus. Karena selama empat puluh hari ini, selera makannya hilang, sedangkan dia terus berpuasa. Dia berjuang keras, sehingga sampai saat ini, Ra,” ungkap Hari.
“Bang, cukup,” pinta Kei, berbisik.