Lelaki Pilihan

Syafaa Dewi
Chapter #2

ANCAMAN

Kota...

Clubbing...

Drugs....

Alkohol...

Fashion...

Mungkin kata-kata itu yang terlintas di dalam pikiran jika melihat sekumpulan remaja campur baur, berpakaian tak senonoh, dan beberapa botol minuman keras bertebaran di tiap sudut kota.

Siapa sangka anak perempuan satu-satunya Gunawan Wijaya –seorang pengusaha kaya raya– terlibat di dalamnya? 

Bukankah mereka yang orang tuanya berpenghasilan di atas minimum menekankan pendidikan tinggi bagi anak-anaknya? Kesejahteraan serta karier yang bagus untuk anak-anaknya?

Namun, berbeda dengan Shakira Azzahra. Remaja yang tidak peduli dengan semua impian dan masa depan. Hura-hura, senang-senang, hanya itu yang menjadi kebiasaannya setiap hari.

"Halo.. Halo.. Ca, Lo dimana? Cepetannnn.. Keburu Bokap gue pulang..."

"Oke. Lo tunggu di tempat biasa gue jemput. Satu perempatan lagi gue sampai di rumah lo."

"Oke."

Ya. Tentu saja diam-diam. Pergi diam-diam pulang pun demikian. Orang tua mana yang mau anaknya terjerumus ke arah yang salah?

***

Jam menunjukkan pukul 09:00.

"Bi, Kira mana? Belum bangun?" Tanya Gunawan kepada Bi Iyem, asisten rumah tangganya.

"Sepertinya belum, Tuan. Karena tadi malam Non Kira pulangnya jam.... " Bi Iyem segera menutup mulutnya.

Hampir aku keceplosan. Kalau tidak... Bisa habis aku dimarahi Non Kira. Pikirnya.

"Apa? Jam berapa lagi anak itu pulang? Malam lagi?!" Kali ini volume suara Gunawan meningkat.

"I.. I.. Iya, Tuan. Tadi malam Non Kira pulang malam lagi." Ia menunduk takut.

"Tidak bisa dibiarkan!" Gunawan segera beranjak dari meja makan, membawa segelas air menuju kamar Kira.

Sesampainya di depan pintu kamar putrinya, ia menghela nafas sejenak, "Kira.. Sayang... Bangun.. Sudah siang.." Suara lembut Gunawan tak direspon Kira yang menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

Tidak ada tanda-tanda kehidupan.

Ia pun langsung masuk ke kamar Kira sembari mengeraskan volume suaranya, "Kira! Bangun! Sudah jam berapa ini?! Kuliahhhh!!! Kira!!! Sha-ki-ra!!!"

Suara keras papanya membuat Kira berontak. "Apasih, Pa... Masih shubuh juga. Jangan bising ah... Ra mau tidur..." Jawabnya malas.

"Apa?!" Gunawan menyiram Kira dengan air yang dibawanya sedari tadi.

BYUUURRR!!!!

Refleks, Kira langsung terbangun. "Pa! Apaan sih! Basah semua, nih! Apa Papa tidak bisa baik sedikit sama Kira? Kira lelah lho, Pa..." Ia bangkit dan duduk di samping tempat tidurnya, berbicara dengan mata yang masih tertutup.

"Lelah? Lelah ngapain kamu?"

"Lelah pacaran. Clubbing. Karaoke." Jawabnya santai dan ia langsung menutup mulutnya. "Ups. Hehehe...

Gunawan mencoba menahan emosinya, "Sekarang kamu mandi, sarapan, dan pergi kuliah. Kamu sudah semester akhir, jangan main-main. Kalau kamu gagal harus ngulang lagi tahun depan. Tidak malu?!"

"Malu? Kenapa harus malu? Gelar mahasiswa abadi itu kan keren..."

"Astaga..."

"Papa gak kerja?"

"Bos mah bebas..." Seolah bergaya, Gunawan menyisir rambutnya dengan jari. "Sudah. Cepat. Papa tunggu di meja makan. Ada yang mau Papa omongin."

Laki-laki paruh baya itu memang tidak bisa terlalu keras pada Kira. Rasa sayang yang teramat besar dan wajah yang mirip almarhumah istrinya, membuatnya tak bisa berlaku kasar pada putrinya itu. Namun, bukan berarti ia tidak bisa tegas. Jika suatu perbuatan sudah melampaui batas, ia tak segan-segan melakukan tindakan yang tidak pernah diduga sebelumnya.

Lihat selengkapnya