Di salah satu ruangan tampak jelas lelaki paruh baya sedang sibuk dengan laptop dan beberapa berkas di mejanya.
"Iyem..." Teriaknya dari dalam ruangan yang kebetulan tidak jauh dari dapur. Seketika orang yang disahutnya itu datang.
"Ada apa, Tuan?"
"Tolong kamu panggil Kira, suruh menghadap saya sekarang."
Dengan anggukan, Iyem pergi menemui Kira.
Di kamar...
"Iya! Sudah berapa kali sih gue bilang? Gue memang mau nikah. Seminggu lagi pun."
"Hahahahahahah..."
"Lo jangan ketawa mulu deh, gue tersiksa di sini. Tahu gak."
"Yaa... Gue gak habis pikir. Masa ia Shakira Azzahra yang tomboi dan elegan gini mau nikah? Nikah muda pulai. Bukan waktunya sih, tapi calon suami lu... Hahahah siapa tuh? Penjual putu? Anak pesantren? Ha??? Gak salah? Hahahahahah udik banget pasti."
"Ceritanya panjang. Gue terpaksa nikah sama orang gak jelas gitu demi harta warisan bokap."
"Terpaksa apaan.. Ntar juga lama-lama lu bakalan jatuh cinta sama dia."
"Gue? Jatuh cinta? Ya gak mungkin lah."
"Awas ngejilat ludah sendiri, lu. Lu gak tahu kata orang tua zaman dulu, cinta bakalan tumbuh seiring berjalannya waktu. Dan gue yakin lu pasti akan merasakan itu nanti.... Nahhh.. Terus..."
TOK TOK TOK!
Suara ketukan pintu sontak membuat Kira tertegun dan langsung mematikan telponnya.
"Sstttt... Diam. Pembokat gue datang. Sudah dulu ya. Makasi lhoo kata-kata mutiaranyaaa. Oke, bye..." Tit tit tit..
"Masuk!!" Sahutnya.
"Non, dipanggil Tuan ke ruangannya. Sepertinya ada yang mau dibicarakan."
Gadis itu hanya mengangguk dan bergegas pergi.
***
Rizky sedang bertandang di bawah gubuk kayu tempat biasa para santri menghabiskan waktu istirahat.
Hujan dan semilir angin menambah sepi siang itu. Lamunannya terdampar di salah satu sisi pikirannya. Pikiran yang riak riuh tentang pernikahan yang sakral atau pernikahan yang terpaksa.
Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya,
Ky, jadilah pelita untuk orang lain. Kata Haris waktu itu.
"Ya Rabb... Aku ikhlas jika dia jodohku." Katanya lirih diiiringi helaan nafas panjang.
"Ya harus itu." Sahutan suara membuat Rizky tersadar dari lamunan.
"Eh kamu, Mas."
"Nih." Haris yang tiba-tiba datang dengan sarung yang terangkat hingga setengah betis memberikan segelas susu jahe kesukaannya kepada Rizky.
Kedatangan Haris membuat Rizky tertegun.
"Kok malah dilihatin? Ambil. Ntar masuk angin lho.. Calon pengantin harus sehat terus." Ejeknya dengan tawa kecil.
"Apa sih, Mas." Rizky hanya menunduk malu.
"Riko kenopo to? Cerita ambek aku wae.. Biar lebih enakan."
Rizky memutar badannya dan menatap penuh lelaki di sampingnya.
"Mas, aku ikhlas nikah sama Kira. Tapi, kenapa kaya masih ada beban di hatiku, ya? Rasanya berat gitu nikah sama dia."
"Artinya kamu belum ikhlas." Haris menyeruput susu jahenya dan melanjutkan, "Yang jadi beban kamu sekarang apa, Ky?"
"Kenapa harus dia, Mas? Perempuan itu? Perempuan amburadul itu?"
Haris terdiam sejenak. "Segitu jeleknya dia di matamu, Ky?" Lanjutnya.
Rizky terdiam.
"Kenapa diam? Sekarang Mas mau tanya. Kita kembali ke masa lalu. Kamu pernah 'kan seperti dia? Amburadul, acak-acakan, mabuk-mabukan, balap liar? Bahkan lebih buruk dan lebih kelam dari pada gadis itu. Coba saja dulu Kyai gak mungut kamu dari jalan, gak kebayang sekarang kamu gimana..."
"... Ky, sekarang gadis itu sama sepertimu. Dia ke klub malam, pakaiannya seperti itu, karena dia kesepian. Sama seperti kamu dulu, 'kan? Orang tuamu sibuk bekerja dan kamu tidak terurus. Sama seperti dia. Bayangin saja dia anak tunggal, ayahnya pengusaha terkenal, rumahnya segede istana, tapi apa dia bahagia? Enggak kan? Hmmm.. Kyai itu seperti malaikat penolongmu dari kegelapan. Dan sekarang, giliran kamu yang menjadi malaikat penolong untuk istrimu. Iso?" Tanya Haris dengan penuh keyakinan.
Rasanya beban di pundak Rizky bertambah. Air matanya menetes.
Kenapa kamu jadi ngerendahin orang gini sih, Ky? Batinnya.
"Maaf."
"Eh?"