Ada hal yang mengganjal di hati Rizky perihal Kira yang pulang terlalu sore kemarin.
Sesampainya di rumah masih dengan keadaan letih ia langsung menemui Kira, bertanya sebenarnya apa yang terjadi.
"Kira, kenapa kamu kemarin pulang telat dari biasanya?"
Kira yang sibuk menonton tv dengan setoples cemilan di tangannya tak mempedulikan Rizky dan pertanyaan yang ia ajukan.
"Kenapa? Masalah buat lo?" Jawabnya acuh.
"Hmm, saya hanya khawatir sama kamu, takut kamu kenapa-napa."
"Gue bukan anak kecil lagi, biasa saja kali."
Mendengar jawaban itu, Rizky hanya terdiam dengan helaan nafas panjang. Ia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Kalau begitu saya mau mandi dulu."
Kira tidak merespon. Hatinya berdecak, kepo banget! Apa gak bisa sehari saja gak gangguin gue? Tapi, sejak kapan dia ngekhawatirin gue? Apa karena dia sudah mulai cinta sama gue? Eh? Apaan sih Ra, lebay deh. Mau dia cinta kek, enggak kek, yang penting hidup lo dulu dan sekarang gak ada yang ngusik. TITIK. Batinnya sembari menaikkan kedua bahunya sekali.
***
Langit itu terlihat berwarna merah layaknya senja yang berdarah, angin berteriak dengan kerasnya, dedaunan berguguran karena terpaannya.
Terlihat dari jauh seorang lelaki di sebuah taman malam itu dengan selembar foto di tangannya, Ivan. Ia terbalut dalam peristiwa beberapa minggu ini yang menerpanya. Ditinggal oleh seorang kekasih yang sangat ia cintai begitu menusuk relung hatinya yang sangat dalam. Rasa kecewa bercampur marah kian menetap semakin menjadi.
Kira... Kira.. Kenapa sih kita harus begini? Padahal aku sudah merencanakan hidup berdua denganmu. Aku gak bisa lupain kamu. Apa perlu aku rebut kamu dari dia?
Maaf.. Maaf atas kekeliruanku saat itu. Bodohnya aku merencanakan penggagalan di pesta pernikahanmu yang jelas-jelas tidak berdampak baik untukku. Jika kamu tidak selamat saat itu, aku pasti tidak akan memaafkan diriku sendiri selamanya.
Hatinya resah, air yang coba ia bendung di pelupuk matanya sedari tadi kini jatuh berderai. Ia terduduk dalam lamunan, mencoba membakar memori saat ia berusaha menggagalkan pernikahan Kira dengan hal bodoh saat itu.
Kini, pandangannya terpaut melihat sosok perempuan berbaju ala rock n roll dengan rambut ikal tergerai di foto itu.
Untuk sekarang aku akan membiarkanmu hidup bersamanya. Tidak tahu bagaimana nanti. Karena perasaan yang timbul dari awal kita bertemu sampai detik ini aku bernafas tidak akan pernah pudar dan sirna. Maaf jika nanti aku kembali dengan seribu satu rencana untuk merebutmu. Ia bertekad kuat akan prinsip yang telah ia bangun saat ini.
Polisi? Aku tidak takut akan hal itu, Sayang.. Aku akan mempertanggungjawabkan semua kesalahanku agar nanti ku 'kan bisa memilikimu seutuhnya.
"Mikirin apa, Van?" Tanya Rendi, om Ivan yang tiba-tiba datang menghampiri.
Ivan hanya diam.
Rendi melihat foto wanita yang ada di tangan keponakannya itu. "Oh, masalah wanita."
Ivan melirik.
"Kalau sudah milik orang lain, ikhlaskan saja. Jangan jadi benalu di tanaman yang sudah subur." Kata Rendi, menasehati.
"Tapi boleh kan kalau jadi kumbang yang hinggap sementara?" Balas Ivan.
"Sementara apanya? Kalau tiap hari mengganggu, apa bedanya?" Jawab Rendi lagi.
Ivan kembali diam.