Malam mulai membersihkan wajahnya dari bintang-bintang, terganti oleh awan kelabu yang cukup tebal.
Rumah mewah nan megah yang hanya ditinggali oleh dua orang itu tampak sunyi, hanya suara pancuran air yang terdengar.
Angin berhembus kian meronta, meniup gorden berwarna putih cerah, ia terus berontak hingga jendela yang belum tertutup sempurna bertabrakan dengan dinding dan mengagetkan Kira yang sedang menarikan jari-jemarinya di smartphone.
GUBRAK!!
Ada apa sih? Suara apa itu?
Kira berjalan perlahan menelusuri sumber suara. Suasana komplek yang cukup sepi ditambah angin yang berhembus kencang meniupkan semerbak aroma bunga melati membuatnya takut.
Ia berjalan perlahan, menjinjitkan kakinya, memutar bola matanya ke sekitar barangkali ada kejadian yang mencurigakan.
"Kira?"
Ada seseorang yang memanggil namanya dari balik punggung. Ia menoleh ke belakang dan..
"AAAAAAA!!!!!!!" Ia berteriak, menutup wajahnya saat melihat wajah Rizky berlumuran tepung adonan putu.
"Kira, kamu kenapa??? Kok jalannya celingak-celinguk begitu? T'rus kenapa teriak?" Rizky yang sedang memegang wadah berisikan adonan putu dibuat heran oleh tingkah Kira yang sedari tadi berjalan mencurigakan. Kebetulan dapur dan ruang tamu searah sehingga Rizky dapat nampak jelas apa yang sedang dilakukan wanita itu.
"What!!!! Ternyata lo! Apaan sih ngagetin gue? Gak tahu apa kalau gue lagi panas dingin gini?!"
"Maafin saya, ya. Soalnya dari tadi saya lihat kamu jalannya aneh gitu kaya maling. Memangnya ada apa?"
"Tidak ada. Gue cuma dengar kaya ada sesuatu yang terbanting, jadi yaa gue telusuri suaranya."
"Jadi???"
"Yaa, cuma suara jendela yang nabrak dinding ditiup angin."
"HAHAHA..." Rizky tertawa lebar.
"Ngapain lo ketawa? Ada yang lucu? Lagian wajahmu urusin dulu, bertepung gitu, gue kira hantu."
"Mana ada hantu yang ganteng kaya saya." Rizky mencoba merayu Kira.
"Pake muji diri sendiri lagi. Sudah.. Sana-sanaaaa!!"
Rizky kembali ke dapur dan melanjutkan pekerjaannya sembari tertawa melihat tingkah aneh Kira.
Kenapa gue jadi basa-basi sama dia, sih?! Jangan sampai, Ra.. Jangan sampai jatuh cinta!
Tiba-tiba ia teringat pepatah Jawa yang pernah dikatakan temannya lewat telepon,
"Witing tresno jalaran soko kulino"
(Cinta tumbuh karena terbiasa)
Ih! Merinding!
Kemudian ia bergegas menutup jendela dan pergi ke kamar.
***
Siang itu cukup terik. Keringat bercucuran di wajah pemuda yang sibuk dengan bawaannya, Haris. Ia mengambil ponsel, memainkan jarinya dan segera menelepon.
"Halo, assalamu'alaikum.."
"Wa'alaikumussalam Mas Haris, eneng opo to?"
"Ini, Mas sudah di stasiun, Ky. Bisa kirim alamat rumahmu ndak? Biar Mas ke sana sendiri."
"Walah.. Kok nggak ngabarin sih, Mas? Aku jemput ya. Mas tunggu di situ."
Emang kamu jemput naik apa? Bukannya kamu lagi jualan?"l
"Ya... Pakai mobil yang ada di showroom lah, Mas. Iya, aku memang lagi jualan, gak papa. Ntar aku titip gerobak sama teman. Tunggu, ya. Wassalamu'alaikum.."