Lelaki Pilihan

Syafaa Dewi
Chapter #19

DERAI

"Assalamu'alaikum, Dek. Mas jemput, ya? Mas baru dapat kabar dari Mas Haris kalau orang tua Mas sudah sampai di Jakarta. Mereka datang tanpa kabar."

"Wa'alaikumussalam, Mas. Oo gitu.. Mas pulang duluan saja. Adek masih ada kelas. Mungkin sekitar satu atau dua jam lagi adek sampai rumah."

"Kamu yakin pulang sendiri?"

"Yakin, Mas. Nanti Adek naik taksi saja. Hati-hati ya, Mas."

"Yasudah, kamu hati-hati juga, ya. Mas pulang dulu, wassalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Kira-kira gimana ekspresi orang tua Mas Rizky saat pertama kali melihat istri dari anak tercinta merekaya? Mungkin ada baiknya aku beli buah tangan pulang kuliah nanti. Batin Kira dengan senyum tipis.

Seperti biasa rumah itu tampak sepi. Kebanyakan orang yang tinggal di komplek itu adalah pebisnis kelas kakap. Tak jarang masyarakat sekitar menyebutnya "kuburan elit". Bagaimana tidak? Suara yang terdengar hanya berasal dari mobil yang lalu-lalang masuk dan keluar garasi, serta pancuran air di halaman rumah.

Sama halnya dengan rumah yang bernomor 21A. Seorang paruh baya sedang berdiri bersandar pada daun pintu menatap sekitar dengan ekspresi sangat bersemangat. Pandangannya tak henti-henti menatap ponsel dengan harap akan berdering.

"Yah? Seneng banget? Ada apa? Lagi nungguin siapa?" Tanya Isma mendekati suaminya.

"Ini, Ma. Ayah lagi nunggu Pak Fauzan. Katanya sih hari ini sudah tiba di Jakarta. Tapi dari tadi gak nelpon-nelpon. Ayah kan tidak sabar mau kenalin Ali sama Diana."

"Ayah sudah kasi alamatnya? Sudah coba telpon belum?"

"Sudah, tadi malam sudah Ayah kasih alamat kita via email. Sudah Ayah telpon dari tadi tapi tetap gak aktif juga nomornya."

"Yasudah, tunggu saja, Yah. Paling sebentar lagi juga nelpon. Masuk, yuk. Matahari sudah naik tuh, panas."

***

Haris masih tidak menyangka pujaan hatinya akan menjadi milik orang lain.

Ia mengurung diri di kamar dengan hati yang berkecamuk gelisah.

Baru saja aku menemukannya Yaa Allah..

Kenapa Kau begitu cepat mengambilnya? Merenggutnya dari hamba-Mu ini?

Apa hamba tidak pantas mencintai dan dicintai?

Diana.....

Sungguh tega dirimu, Di. 

Apa Mas gak seganteng calonmu?

Atau...

Apa Mas gak setajir calonmu?

Di...

Berikan mas kesempatan untuk membuktikan bahwa Mas sangat mencintaimu karena Allah.

Mas akan melamar kamu secepatnya!

Senyum di wajah Haris mulai terlihat. 

Namun, memori siang tadi begitu cepat membuat mood-nya kembali berubah karena seorang paruh baya yang sedang berbicara dengan istrinya mengenai perjodohan putri mereka.

Yaa Allah...

Kenapa wanita sholehah itu cepat banget diambil orang?

Apa karena aku tidak mengungkapkan perasaan ini?

Atau... Apa karena aku kalah start?

Di!!!!!!! Hatinya menjerit.

Tanpa ia sadari, air matanya jatuh. Rasanya ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Diana memang akan dijodohkan.

Ia menutup wajahnya dengan bantal. Menjerit sekuat-kuatnya dengan penuh sesal.

TING NUNG

"Assalamu'alaikum." Sahut Rizky yang baru sampai di rumah. Hatinya gelisah berkecamuk resah.

Gak ada jawaban?

"Assalamu'alaikum!..." Sahutnya lagi dengan volume lebih tinggi.

Rizky? Rizky sudah pulang?

Haris menyeka dan bersegera mencuci wajahnya. Khawatir Rizky akan mengetahui apa yang sedang ia alami. Kenapa aku jadi melow begini.. Batinnya degan langkah sempoyongan.

"Wa'alaikumussalam!..." Balas Haris yang sudah berjalan separuh ruangan. Ya, rumah itu sangat besar. Mungkin jika dibuat kost-kostan bisa 10 kamar.

Haris membuka pintu.

Rizky melihat ada yang aneh dengan air muka Haris. Ya, ia tahu bahwa teman dan sahabatnya itu habis menangis.

"Mas? Baik-baik saja?"

"Eh? Baik kok. Kenapa?"

"Yakin? Mas habis nangis, 'kan?"

Apa aku harus cerita? Ck! Ini bukan saat yang tepat untuk Rizky peduli pada perasaanku. Ada hal yang lebih penting, orang tuanya.

"Ky, itu orang tuamu sudah sampai dari tadi. Pas sampai, mereka langsung bertanya tentangmu, sepertinya mereka sangat ingin bertemu. Hm.. Kamu baik-baik saja, kan?"

"Insyaallah, Mas."

"Eh, Kira mana?"

"Kira masih ada kelas. Katanya nanti pulang sendiri. Kalau gitu aku mau jumpa mereka dulu, ya."

"Nggeh, mereka ada di kamar, Ky."

Rizky hanya mengangguk dan segera menuju lantai 2.

***

"Taksi pada ke mana, sih? Gak kelihatan dari tadi." Kata seorang perempuan yang berdiri di depan toko buah dengan seplastik buah-buahan, Kira. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari angkutan umum yang akan membawanya pulang.

Lebih baik aku jalan dulu, deh. Nanti kalau ada yang lewat baru aku naik. Kayanya gak terlalu jauh dari sini. Daripada aku nunggu tapi gak datang-datang. Membuang-buang waktu.

Kira berjalan dengan penuh cemas, khawatir Rizky sudah lama menunggu di rumah dan mencemaskannya.

Semoga mertuaku senang bertemu denganku. Walaupun sudah hampir setahun aku menikah tapi ini pertemuan pertamaku dengan mereka dan aku tidak boleh mengecewakannya. Katanya dalam hati yang tercermin lewat senyum indah di bibirnya.

Tiba-tiba...

BRUG!!!!!!

"Aw! Sakit."

Sebuah spion mobil menyenggol Kira akibat jalan terlalu pinggir. Buah yang baru ia beli berhamburan dan pecah. Ia melihat mobil itu berhenti dengan jarak yang cukup jauh, namun tidak ada satu orang pun yang berani ke luar. Hingga salah seorang pedagang kaki lima menghampiri mobil itu dan meminta untuk bertanggung jawab.

Kira masih terduduk di pinggir jalan. Mobil itu mengenai lengan kanannya dengan cukup keras.

Lihat selengkapnya