Mobil yang membawa Kira pergi semakin menjauh. Isakan tangis masih mewarnai suasana di dalamnya. Gunawan hanya diam melihat itu.
"Pa.. Kita mau ke mana?" Tanya Kira sembari menyapu deraian air matanya.
Gunawan hanya diam.
Tiba-tiba mobil itu berhenti di bandara internasional di kota itu.
"Bandara?... Pa.. Kita mau ke mana?!" Nada suara Kira meninggi.
"Nanti kamu juga akan tahu. Papa minta maaf harus melakukan ini. Biarlah urusan di sini Papa selesaikan dulu agar kamu bisa kembali dengan tenang dan membina rumah tangga bersama Rizky tanpa beban. Ini tiketmu. Papa sudah memesannya. Pergilah. Setelah tiba, kamu akan dijemput oleh paman dan bibimu di sana. Tinggallah sampai semua masalah di sini selesai."
"Hoooeeekkkk!!!!!!!" Tiba-tiba Kira muntah-muntah. Memang sejak tadi pagi dia belum sarapan ditambah lagi dengan tangis tak berujung membuat kondisi tubuhnya semakin tidak fit.
"Kamu kenapa, Nak?" Gunawan mengelus-elus punggung belakang putrinya itu.
"Pa, Ra mau ke toilet.." Ia berlari mencari toilet terdekat.
***
Aroma roti bakar dan kopi hangat tercium dan menyebar ke seluruh ruangan.
"Yah, Ma.. Ali datang.." Sahut Diana.
"Assalamu'alaikum Pak, Bu.." Sapa Ali.
"Wa'alaikumussalam.. Ehh calon mantu datang.." Kata Isma dengan wajah berseri.
"Ma.. Jangan gitu dong.. Ali jadi malu, tuh.." Rahmat menyambung.
"Tumben Nak Ali pagi-pagi sudah ke sini? Ada apa? Rindu sama Diana ya?"
"A-apa? Tidak, Bu.. Kebetulan lewat sini dan ingin mampir."
"Oh.. Begitu.. Mari sarapan.." Ajak Isma.
Di sela-sela sarapan, Ali berkata, "Pak, Bu, ada yang mau saya dan Diana katakan. Tapi mungkin saya juga akan turut mengundang Ayah."
"Apa itu Nak Ali? Kenapa terlalu mendadak?" Rahmat mengerutkan dahi.
"Nanti malam Bapak dan Ibu juga akan mengetahuinya."
"Baiklah.. Kalau begitu kami akan menunggu nanti malam."
Mobil yang terparkir tidak jauh dari rumah Rizky belum juga pergi.
"Gue rasa, itu cowoknya mbak-mbak yang tadi deh.." Kata Dara.
"Yakin lo?? Kalau gitu akan gue rebut!" Caca menepis.
"Lo semangat banget, Ca? Ada apa nih??? Falling in love? Ternyata... Cinta pandangan pertama itu benaran ada, ya." Luna mengejek.
"Itu abang bewok gueee!!!!!" Jeritan Pika memekikkan telinga.
"DIAM!!!!!!" Mereka semua menyahut.
"Gimana cara PDKT-nya, ya??" Caca bersuara kecil.
"Apa Ca?!" Tanya Dara yang duduk tepat di sebelahnya.
"Gak ada, sudah yuk, ke rumah gue. Gue mau introgasi kakak gue. Sepertinya ada yang bermasalah di bagian otaknya". Tepis Caca mengalihkan pembicaraan.
Di sudut kamar bernuansa coklat tua, properti khas kayu rotan, merupakan perpaduan apik bagi hati yang dilema.
Tidak.. Kau tidak melakukan tindakan yang bodoh, Van. Biarlah Kira bahagia...
Cinta tidak harus memiliki..
Terkadang kau harus melepasnya agar ia tetap bersemi, walau kau harus sakit dengan sangat.
Biarlah, Van... Biarlah.. Kau sudah melakukan hal yang tepat.
Kebahagiaan Kira adalah kebahagianmu juga.
Ivan mengacak-acak rambutnya, gelisah.
Sejujurnya ia masih sangat mencintai Kira, cinta pertamanya. Tapi terkadang kau harus melepas cinta itu, menghormati pilihannya, agar dia bahagia, bukan?
Benarlah.. 'Pengasingan diri' yang sempat ia lakukan beberapa bulan karena kegagalan cinta membuatnya semakin dewasa. Ivan yang baru...
GUBRAK!!!
Pintu kamar Ivan dibuka paksa oleh Caca. Sontak hal itu menyadarkannya dari lamunan.
"Lo gila ya, Kak?!"
"Ha? Apa? A... Ada apa?"
"Maksud lo ngomong gitu ke Kira apa?!"
"Ngomong apa?" Ivan heran.